MA’RIFAT KEPADA ALLAH ADALAH PUNCAK
Aku (Allah) adalah perbendaharaan yang tersembunyi (Ghaib),
Aku ingin memperkenalkan siapa Aku, maka aku ciptakanlah mahluk. Oleh karena
itu Aku memperkenalkan DiriKu kepada mereka. Maka mereka itu mengenal Aku
(Hadits Qudsi)
Pendahuluan
Sebelum kita melangkah lebih lanjut dengan pembahasan
mengenai Ma’rifat, maka ada baiknya kita memahami dulu apa sebenarnya Tasawuf
itu. Karena Ma’rifat sangat erat hubungannya dengan tasawuf.
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang
dihubung-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf, Harun Nasution,
misalnya menyebutkan 5 istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-suffah,
(orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), saf (barisan),
sufi (suci), sophos (bahasa yunani : hikmat), dan suf (kain wol). Keseluruhan
kata ini bisa saja dihubungkan dengan Tasawuf.
Sedangkan dari segi Linguistik (kebahasaan) Tasawuf adalah
sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana,
rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Sedangkan dari segi istilah Tasawuf adalah upaya mensucikan
diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian
hanya kepada Allah SWT.
Tasawuf adalah merupakan bagian dari perkembangan ilmu
Islam. Tasawwuf selalu menjadi perbincangan dalam setiap kurun waktu seiring
dengan perjalanan sejarah umat Islam itu sendiri.
Tasawwuf adalah fase kelanjutan umat islam dalam
pencariannya terhadap Dzat Tunggal. Mereka berupaya mendaki maqam-maqam
tasawwuf. Diantara konsep taswwuf tentang maqamat, terma ma’rifat termasuk yang
menrik untuk dikaji lebih mendalam.
Ilmu kesufian atau Ilmu Tasawwuf adalah ilmu yang didasari
oleh Al-Qur'an dan Hadits dengan tujuan utamanya amar ma'ruf nahi munkar.
Pengertian Ma’rifat
Dari segi bahasa Ma’rifat berasal dari kata arafa, ya’rifu,
irfan, ma’rifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. Dan dapat pula berarti
pengetahuan tentang rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi
daripada ilmu yang bisa didapati oleh orang-orang pada umumnya. Ma’rifat adalah
pengetahuan yang objeknya bukan pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih
mendalam bathinnya dengan mengetahui rahasianya. Hal ini didasarkan pada
pandangan bahwa akal manusia sanggup mengetahui hakikat ketuhanan dan hakikat
itu satu dan segala yang maujud berasal dari yang satu. Selanjutnya ma’rifat
digunakan untuk menunjukkan pada salah satu tingkatan dalam tasawuf. Ma’rifat
muncul seiring dengan adanya istilah Tasawwuf, dimana dalam Tasawwuf (dalam hal
ini para sufi ‘) berusaha melakukan pendekatan dan pengenalan kepada Allah
untuk mencapai tingkat ma’rifatullah yang tinggi. Disaat itulah mulai dikenal
istilah Ma’rifat.
Agar tidak terjadi kesalahan persepsi atas ma’rifat, ada
baiknya kita mendalami kata ini secara komprehensif menurut pandangan dari sufi
pertama yang berbicara tentang ma’rifat yang spesifik tentang tasawwuf yaitu
Dzunnun al-Mishri, beliau berpendapat bahwa “Ma’rifat Sufistik pada hakekatnya adalah
‘irfan atau Gnost. Tujuan ma’rifat menurut beliau adalah berhubungan dengan
Allah, musyahadat terhadap wajah Allah dengan kendalinya jiwa basyariyah kepada
eksistensinya yang inhern, wasilahnya dan mujahadah olah spiritual. Ma’rifat
datang ke hati dalam bentuk kasyf dan Ilham.
Dalam arti Sufistik, ma’rifat diartikan sebagai pengetahuan
mengenai tuhan melalui hati sanubari. Pengetahuan ini lengkap dan jelas
sehingga jiwa merasa satu dengan Allah.
Prof DR Harun Nasution, mengatakan bahwa ma’rifat menggambarkan
hubungan rapat dalam bentuk gnosis, pengetahuan dengan sanubari. Dalam artian
mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati-sanubari dapat melihat Tuhan. Oleh
karena itu orang-orang sufi mengatakan :
1. Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia
terbuka, mata kepalanya akan tertutup dan ketika itu yang dilihatnya hanyalah
Allah.
2. Makrifat adalah cermin, kalau seorang yang arif melihat
ke cermin maka yang dilihatnya hanyalah Allah.
3. Yang dilihat orang arif saat tidur dan bangun hanyalah
Allah.
4. Sekiranya Ma’rifat
mengambil bentuk materi, semua orang yang melihatnya akan mati karena tak tahan
melihat kecantikan dan bentuk keindahannya, dan semua cahaya akan menjadi gelap
disamping cahaya keindahan yang gilang gemilang.
Dari beberapa definisi di atas dapat kita fahami bahwa
ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia Allah dengan hati sanubari. Tujuan
yang ingin dicapai ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat
dalam diri Tuhan.
Sebagaimana dikemukakan al-Kalazabi, ma’rifat datang sesudah
mahabbah, hal ini disebabkan karena ma’rifat lebih mengacu pada pengetahuan
sedangkan mahabbah menggambarkan kecintaan.
Ma’rifat dalam arti harfiah adalah Pengenalan seorang Hamba
terhadap Tuhannya, dalam hal ini adalah Allah, karena tujuan utama dari seorang
hamba adalah mengenal Tuhannya dengan baik dan berusaha mencintaiNya.
Dalam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa
cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia
menduduki derajad/level yang tinggi. "(Allah) mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya." (QS. 5: 54). Dalam tasawuf, setelah di raihnya
maqam mahabbah ini tidak ada lagi maqam yang lain kecuali buah dari mahabbah
itu sendiri. Pengantar-pengantar spiritual seperti sabar, taubat, zuhud, dan
lain lain nantinya akan berujung pada mahabatullah (cinta kepada Allah).
Ma’rifat kepada Allah adalah puncak tujuan seseorang hamba. Maka apabila Tuhan
telah membukakan bagimu suatu jalan untuk mengenal kepada-Nya, tidak usahlah
kau hiraukan berapa banyak amal perbuatanmu; meskipun masih sangat sedikit amal
kebaikanmu sekalipun. Sebab ma’rifat merupakan suatu karunia pemberian langsung
dari Allah, maka ia sekali-kali tidak bergantung pada banyak atau sedikitnya
amal kebaikan.
Fitrah manusia mengenal Allah, baik dalam pengertian ‘aam
(umum) maupun dalam arti khush (khusus). Yang dimaksud mengenal Allah dalam
pengertian umum ialah pengenalan iman kepada Allah, sebagaimana yang dikaji
dalam ‘aqoidul iman yang sangat mendasar. Itulah ilmu tauhid yang disebut
sebagai inti agama. Atau pokok dari segala yang pokok. Dengan kata lain, tauhid
merupakan keyakinan yang paling dasar untuk diajarkan kepada setiap manusia
sebelum lebih jauh menjalar pada aspek-aspek lain dalam agama.
Adapun yang dimaksud pengenalan secara khusus ialah mengenal
Allah dalam arti Ma’rifatullah (melihat Allah) dengan matahati. Maka ia melihat
“Tak ada perbuatan yang bertebaran di alam ini , kecuali perbuatan Allah; Tak
ada nama yang melekat pada suatu apapun, melainkan nama Allah; Tak ada sifat
yang mewarnai diri, kecuali sifat Allah; Tak ada zat yang meliputi makhluk,
melainkan Zat Allah”.
Anugrah Allah kepada hamba yang dikasihi–Nya merupakan lensa
ma’rifat yang hakiki kepada-Nya. Sebab bagi orang yang tak dapat anugerah
Allah, ia mengenal Tuhan mereka menurut versi angan khayal mereka. Seperti
Fir’aun yang menuhankan dirinya, Namrud menuhankan patung batu (arca) dan di
zaman kini banyak orang yang menuhankan sesuatu selain Allah, seperti
menuhankan kekuatan alam dan teknologi. Mereka itu sebagai contoh orang yang
tidak mendapat anugerah ma’rifat dari Allah.
Jika Allah telah menunjukkan kepada hamba-Nya dengan
sebagian sebab-sebab sehingga ia menjadi orang yang ma’rifat, kemudian
kepadanya dibukakan pintu kema’rifatan yang tetap (sakinah) sehingga ia
mendapat ketenangan yang luar biasa. Dan ini merupakan nikmat yang paling
besar.
Apabila kamu dibukakan pintu ma’rifat yang hakiki maka
janganlah kamu hiraukan amalmu yang sedikit. Sebab di atas telah diterangkan
bahwa ma’rifat itu adalah anugerah dari Allah yang datangnya tidak
menggantungkan akan banyak atau sedikitnya amal kebaikan.
Ma’rifat adalah anugerah Allah yang didasari kasih Tuhan
kepada hamba-Nya. Adapun amal ibadah sebagai persembahan hamba kepada Tuhannya.
Dimisalkan; anugerah itu seperti martabat seorang budak yang diangkat oleh raja
menjadi perdana menteri. Adapun amal ibadah seumpama upeti rakyat kepada
rajanya. Maka betapa sangat jauh perbedaan antara keduanya.
Sesungguhnya maksud dan tujuan kebanyakan manusia
memperbanyak amal kebaikan itu adalah agar mereka dapat mendekatkan (Taqarrub)
dirinya kepada Allah dengan amal itu. Tetapi perlu disadari bahwa itu tidak
akan berubah maksudnya karena banyak atau sedikitnya amal seorang hamba.
Dalam hal ini dapat dimisalkan seperti orang yang sedang
menderita sakit, disebabkan penyakit yang dideritanya maka menjadi berkuranglah
ibadahnya kepada Allah. Boleh jadi penyakit yang dideritanya itu sebagai sebab
dan isyarat terbukanya pintu kema’rifatan kepada Allah.
Oleh sebab itu jangan mempunyai perasaan banyaknya amal
ibadah yang tertinggal disebabkan sakit. Dengan sakit yang dideritanya itu bisa
merasa dekat dengan Allah. Perasaan lapang dada, luas hatinya dan telah
meninggalkan berbagai kenikmatan dunia seraya diiringi oleh rasa cinta negeri
akhirat. Juga telah siap tuk meninggalkan dunia nan fana sebelum kematian itu
datang. Ini juga sebagai pertanda orang yang telah mendapatkan Nur Ilahi atau
anugerah Allah. Kesadarannya bahwa Allah bisa berbuat apa saja menurut
kehendaknya, sebagai tanda kearifannya.
Alat untuk Ma’rifat
Alat yang digunakan untuk ma’rifat telah ada dalam diri
manusia yaitu Qalbu (hati), qalbu selain alat untuk merasa juga alat untuk
berfikir. Bedanya Qalbu dengan akal ialah bahwa akal tak bisa memperoleh
pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan. Sedangkan Qalbu bisa mengetahui
hakikat dari segala yang ada dan jika dilimpahi cahaya Tuhan bisa mengetahui
rahasia-rahasia Tuhan. Qalbu yang telah dibersihkan dari segala dosa dan
maksiat melalui serangkaian zikir dan wirid secara teratur akan dapat mengetahu
rahasia-rahasia Tuhan, yaitu saat hati tersebut disinari cahaya Tuhan.
Proses sampainya qalbu pada cahaya Tuhan ini erat kaitannya
dengan dengan konsep takhalli, tahalli, tajalli. Takhalli yaitu mengosongkan
diri dari akhlak yang tercela dan perbuatan maksiat melalui tobat, selanjutnya
Tahalli yaitu menghiasi diri dengan akhlak yang mulia dan amal ibadah.
Sedangkan Tajalli adalah terbukanya hijab sehingga tampak jelas cahaya Tuhan.
Dengan limpahan cahaya Tuhan itulah manusia dapat mengetahui rahasia-rahasia
Tuhan. Dengan demikian ia dapat mengetahui apa-apa yang tidak bisa diketahui
manusia biasa. Orang yang sudah mencapai makrifat akan memperoleh hubungan
langsung dengan Allah.
Manfaat dari Ma’rifat
Semua yang ada di alam ini mutlak ada dalam kekuasaan Allah. Ketika melihat fenomena alam, idealnya kita bisa ingat kepada Allah. Puncak ilmu adalah mengenal Allah (ma'rifatullah). Kita dikatakan sukses dalam belajar bila dengan belajar itu kita semakin mengenal Allah. Jadi percuma saja sekolah tinggi, luas pengetahuan, gelar prestisius, bila semua itu tidak menjadikan kita makin mengenal Allah.
Mengenal Allah adalah aset terbesar. Mengenal Allah akan
membuahkan akhlak mulia. Betapa tidak, dengan mengenal Allah kita akan merasa ditatap,
didengar, dan diperhatikan selalu. Inilah kenikmatan hidup sebenarnya. Bila
demikian, hidup pun jadi terarah, tenang, ringan, dan bahagia. Sebaliknya, saat
kita tidak mengenal Allah, hidup kita akan sengsara, terjerumus pada maksiat,
tidak tenang dalam hidup, dan sebagainya.
Ciri orang yang ma'rifat adalah laa khaufun 'alaihim wa
lahum yahzanuun. Ia tidak takut dan sedih dengan urusan duniawi. Karena itu,
kualitas ma'rifat kita dapat diukur. Bila kita selalu cemas dan takut
kehilangan dunia, itu tandanya kita belum ma'rifat. Sebab, orang yang ma'rifat
itu susah senangnya tidak diukur dari ada tidaknya dunia. Susah dan senangnya
diukur dari dekat tidaknya ia dengan Allah. Maka, kita harus mulai bertanya
bagaimana agar setiap aktivitas bisa membuat kita semakin kenal, dekat dan taat
kepada Allah.
Salah satu ciri orang ma'rifat adalah selalu menjaga
kualitas ibadahnya. Terjaganya ibadah akan mendatangkan tujuh keuntungan hidup.
Ø Pertama,
Hidup selalu berada di jalan yang benar (on the right track).
Ø Kedua,
memiliki kekuatan menghadapi cobaan hidup. Kekuatan tersebut lahir dari
terjaganya keimanan.
Ø Ketiga,
Allah akan mengaruniakan ketenangan dalam hidup. Tenang itu mahal harganya.
Ketenangan tidak bisa dibeli dan ia pun tidak bisa dicuri. Apa pun yang kita
miliki, tidak akan pernah ternikmati bila kita selalu resah gelisah.
Ø Keempat,
seorang ahli ibadah akan selalu optimis. Ia optimis karena Allah akan menolong
dan mengarahkan kehidupannya. Sikap optimis akan menggerakkan seseorang untuk
berbuat. Optimis akan melahirkan harapan. Tidak berarti kekuatan fisik,
kekayaan, gelar atau jabatan bila kita tidak memiliki harapan.
Ø Kelima,
seorang ahli ibadah memiliki kendali dalam hidupnya, bagaikan rem pakem dalam
kendaraan. Setiap kali akan melakukan maksiat, Allah SWT akan memberi
peringatan agar ia tidak terjerumus. Seorang ahli ibadah akan memiliki
kemampuan untuk bertobat.
Ø Keenam,
selalu ada dalam bimbingan dan pertolongan Allah. Bila pada poin pertama Allah
sudah menunjukkan jalan yang tepat, maka pada poin ini kita akan dituntun untuk
melewati jalan tersebut.
Ø Ketujuh,
seorang ahli ibadah akan memiliki kekuatan ruhiyah, tak heran bila kata-katanya
bertenaga, penuh hikmah, berwibawa dan setiap keputusan yang diambilnya selalu
tepat.
Kemampuan Manusia untuk melakukan Ma’rifat
Allah menciptakan manusia dengan sempurna yaitu diberikannya bentuk tubuh yang baik, akal pikiran dan nafsu, kemudian manusia itu sendiri yang menentukan mampu atau tidaknya menggunakan pemberian Allah dengan baik (QS. Attin: 4-5). Ruh sebagai power untuk menghidupkan seluruh anggota badan, Akal sebagai alat untuk menerima ilmu pengetahuan atau untuk mengetahui hakikat sesuatu secara logis tanpa mempertimbangkan hal-hal yang irasional, anggota tubuh seperti panca indra yang hanya dapat merealisasikan secara indrawi tanpa mempertimbangkan pernghalangnya. Dari semua anggota tubuh manusia hanya Hati yang dapat menerima sesuatu yang mutlak dari Allah yang maha kuasa karena hati adalah sebagai tuan dari anggota tubuh, semua aktivitas anggota tubuh digerakkan oleh hati dan hati adalah Allah yang menggerakkan.
" Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan dia ketempat yang
serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
shalih; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya " (QS.Al
Bayyinah:4-6).
" Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia
tetapi manusia kebanyakan tidak bersyukur " (QS.Al Baqarah:243), (Al
Mu'min:61), (Yunus:60).
" Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang
dikehendakinya diantara hamba-hamba Nya " (QS.Al Baqarah:90).
Allah telah menyediakan dan memberikan beberapa kelebihan
untuk manusia sehingga manusia yang asal mulanya sama diciptakan dari tanah
kemudian mempunyai tingkat kelebihan yang berbeda disisi Allah karena ketaqwaan
dan usaha mereka untuk mencapai kehadhirat-Nya. Kelebihan Allah yang diberikan
kepada manusia diluar adat kebisaan manusia biasa (Khariqul Adat) dan diluar
akal manusia, sehingga manusia yang mendapat kelebihan dapat berbuat diluar
adat dan akal manusia.
1. Para Rasul
Mendapat kelebihan Mu'jizat dengan jalan mendapat Wahyu dari
Allah untuk bekal da'wah menegakkan agama Tauhid dan memberantas kemusyrikan.
Katakanlah: " Sesunggguhnya aku ini ( asalnya ) hanya
manusia seperti kamu yang diwahyukan kepadaku. Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu
itu adalah Tuhan yang Esa " (QS. Al Kahfi:110 ).
"Rasul-rasul itu kami lebihkan sebagian mereka atas
sebagian yang lain. Diantara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan
Dia) dan sebagian- sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan kami
berikan kepada Isa putera Maryam beberapa Mu'jizat serta kami perkuat mereka
dengan Ruhul Qudus " (QS. Al Baqarah:253)
2. Para Nabi
Mendapat kelebihan Irhash dengan jalan mendapat Ilham dari
Allah untuk bekal da'wah menegakkan kebenaran dan menghapuskan kejahatan.
" Dan sesungguhnya telah kami lebihkan sebagian
Nabi-nabi itu diatas sebagian ( yang lain ) dan kami berikan Zabur kepada Daud
" (QS. Al Isra:55).
3. Para Wali
Mendapat Karomah dengan jalan Mujahadah dan Riyadhoh yang
tinggi dalam menjalankan pengetahuan tasawuf hingga mencapai Ma'rifat kepada
Allah.
Hubungan para wali dengan Allah sudah sangat harmonis
sehingga segala kelakuan mereka dalam ketentuan Allah tanpa ada pengaruh
syaitan, hawa Nafsu dan keduniaan. Banyak kita temui Karomah para wali dijagat
raya ini yang diluar kemampuan akal dan fisik manusia biasa untuk membuktikan
keagungan dan kebenaran Allah.
" Ingatlah,sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati (yaitu)
orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa " (QS. Yunus:62-63)
4. Para shalihin (orang-orang yang salih)
Mendapat Ma'unah karena ketaqwaan mereka kepada Allah dan
Istiqomah dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhkan laranganNya.
“ Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu " (QS. Al
Hujarat:13).
" Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara
kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, Dan Allah
maha mengetahui apa yang kamu kerjakan " (QS.Al Mujadilah:11).
" Dan Allah mempunyai kelebihan ( yang dicurahkan )
atas orang-orang yang beriman " (QS. Ali Imran:152).
5. Orang-orang yang Kafir atau Fasik
Mendapat Istidroj yaitu kelebihan yang luar biasa yang
menyalahi adat kebisaan manusia dengan jalan bersekutu dengan syaitan atau Jin
kafir sebagai uluran azab Allah karena kekafiran atau kefasikan mereka.
" Dan kami lebihkan mereka (Bani Israil) atas yang lain
didunia ini " (QS. al Jatsiyah:16)
Perintah Mencari Kelebihan Allah dengan hati ( Melakukan
Ma’rifat)
Hati menurut ilmu kedokteran adalah darah hitam yang beku
mempunyai bentuk tersendiri letaknya disebelah kiri dada (Heart) berfungsi
sebagai penetral darah. Tetapi Imam Al Gazali tidak berbicara tentang bentuk
dan fungsinya menurut ilmu kedokteran hanya berbicara menurut pandangan ilmu
kebathinan (Tasauf). Hati menurut pandangan Tasauf adalah unsur halus yang bersifat
ke-Tuhanan dan metafisik yang berada pada bentuk hati yang bersifat jasmani.
Kelebihan Allah yang diberikan kepada manusia tertampung
dalam wadah yang mulia yaitu hati. Kelebihan Allah yang ada pada hati manusia
adalah akal, Bashiroh (Mata bathin), Niat, Pengetahuan Illahi / Hikmah dan yang
tertinggi adalah Ma'rifat.
Sesungguhnya Allah memerintahkan HambaNya untuk mencari
kelebihannya, salah satunya adalah dekat mendekatkan diri padanya melalui hati
sanubari (ma’rifat), sebagaimana ayat-ayat dibawah ini :
" Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari kelebihanNya.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu " (QS. Annisa:32).
" Dia akan memberi pada tiap-tiap orang yang mempunyai
kelebihan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku
takut akan ditimpa siksa hari qiamat " (QS. Huud:2).
2 Cara Untuk Memperoleh Kelebihan Allah
1. Wahbi atau Ladunni
Yaitu kelebihan Allah yang diperoleh dengan jalan wahyu atau
ilham tanpa ada usaha, mudah dan cepat mendapatkannya karena langsung dari
Allah. Seperti, para Rasul dengan wahyu, Nabi dengan ilham.
2. Kasbi atau Ikhtiyari
Yaitu kelebihan Allah yang diperoleh dengan usaha yang
keras, sulit mendapatkannya dan dalam waktu yang relatif lama. Seperti,
kelebihan orang shalih yang diperoleh dengan istiqomah beribadah atau
menjalankan tasauf dengan Mujahadah dan Riyadhoh yang tinggi.Setiap manusia
dapat memperoleh kelebihan yang Allah sediakan untuknya asalkan mereka mampu
menjalannya dengan baik dan hati yang bersih atau Allah memberikan langsung
dengan mudah tanpa usaha melalui wahyu atau ilham.
Dalam usaha memperoleh kelebihan Allah, ada beberapa tingkat
perbedaan manusia sesuai dengan akal dan kebisaan mereka.
1. Hati anak kecil yang belum sempurna
Menerima petunjuk Allah, ia dapat mengalami keajaiban Tuhan
tetapi tidak dapat mengimpretasikan apa-apa yang dialaminya.
2. Hati yang kotor
Karena berbuat maksiat dan mengikuti hawa nafsu sehingga
tidak dapat menerima kelebihan Allah sebelum dibersihkan terlebih dahulu.
3. Hati yang labil
Masih bimbang mencari sesuatu keduniaan walaupun selalu
beribadah belum dapat menerima hakikat ke-Tuhanan kecuali ia meninggalkan
kesibukan dunia.
4. Hati yang bodoh
Terhadap hakikat keTuhanan ia beribadah tetapi tidak
mempelajari tentang hakikat ke-Tuhanan Allah yang sebenarnya atau ia tidak
mencari hakikat ke-Tuhanan Allah.
6. Hati yang terhijab
Karena pengaruh pengetahuan atau mengikuti sesuatu ajaran /
dogma yang dapat menutup hatinya dari hakikat ke-Tuhanan Allah.
Lima Kelebihan hati yang tidak Ada Pada Anggota Tubuh
1. Tempat persaingan iman dan syaitan untuk menguasai
2. Pengendali gerakan akal dan hawa nafsu
3. Penggerak anggota tubuh
4. Obat untuk memperbaiki hati sangat sulit
5. Banyak penyakit hati
Pengetahuan hati lebih utama dibanding pengetahuan akal atau
panca indra, karena pengetahuan akal atau indra obyeknya terbatas hanya
bersifat Empiris dan Rasional dan sering tertipu oleh obyek yang sedang diamati
atau bersifat Spekulatif yang sering mengundang kontradiksi diantara para
ilmuwan.
Pengetahuan hati mempunyai tiga kelebihan
1. Pengetahuan hati
tidak terbatas pada sesuatu yang bersifat Empiris dan Rasional tetapi dapat
mengetahui sesuatu yang Metafisik dan yang maha Muthlak.
2. Pengetahuan hati dibimbing oleh Ilahi dengan Wahyu, Intuisi
dan Hidayah.
3. Hati tempat penilaian Tuhan untuk semua amal manusia.
Keutamaan Ma’rifat
Ma'rifat adalah mengenal yang hak pada segala Asma dan
sifatNya dengan sebenar-benarnya. Ma'rifat adalah keistimewaan yang tertinggi
yang ada pada hati, karena seseorang yang sudah ma'rifat hubungan antaranya dan
Allah sudah sangat dekat dan harmonis hingga dirinya menyatu dengan Allah,
sifatnya adalah sifat Allah dan semua aktivitasnya adalah qudrat Allah.
" Siapa yang mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhannya
" (al Hadits). Abu Ali Addaqaq berkata: " Kehidupan orang yang Arif
selalu tenang tidak ada rasa takut atau bersedih hati dan tingkah lakunya
menunjukkan kehebatan Allah ".
Penghalang Melakukan Ma’rifat
Syaitan selalu berusaha untuk menghalangi usaha manusia
dalam mencapai kelebihan Allah (Melakukan Ma’rifat) dengan bermacam halangan
agar manusia tidak dipandang oleh Allah dan jauh dari rahmatNya. ”Syaitan
menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan”
(QS.Al Baqarah:268). Ada beberapa penghalang yang berupa dosa yang menghalangi
manusia untuk mencapai kelebihan Allah diantaranya dosa-dosa itu adalah:
• Perbuatan Maksiat
• Mengikuti Hawa nafsu
• Cinta pada dunia
• Mengikuti dogma / ajaran yang dilarang agama.
Ma’rifat dalam Pandangan Al-Qur’an dan Hadits
Dari uraian diatas telah dijelaskan bahwa ma’rifat adalah
pengetahuan tentang rahasia-rahasia dari Tuhan yang diberikan kepada HambaNya
melalui pancaran CahayaNya (Tuhan) ke dalam hati seorang Sufi. Dengan demikian
Ma’rifat berhubungan dengan Nur (Cahaya Tuhan). Di dalam Al-Qur’an dijumpai
tidak kurang dari 43 kali kata Nur di ulang dan sebagian besar dihubungkan
dengan Allah. Salah satunya ayat di bawah ini :
و من لم يجعل الله له
نورا فما له من نو ر
”Dan barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh
Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. (QS. Al-Nur 24 : 40)
Ayat di atas berbicara tentang cahaya Allah, cahaya tersebut
hanya diberikan Allah kepada hambaNya yang Dia kehendaki. Mereka yang
mendapatkan cahaya dengan mudah akan mendapatkan petunjuk hidup, sedangkan
mereka yang tidak mendapatkan cahaya akan mendapatkan kesesatan hidup.
Dalam Ma’rifat kepada Allah yang didapatkan orang Sufi
adalah cahaya. Dengan demikian ajaran Ma’rifat sangat dimungkinkan terjadi dalam
Islam dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. Selanjutnya di dalam Hadits kita
jumpai sabda Rasulullah yang berbunyi :
كنت خزينة خا فية
احببت ان اغرف فخلقت الخلق فتعر فت اليهم فعرفونى
Aku (Allah) adalah perbendaharaan yang tersembunyi (Ghaib),
Aku ingin memperkenalkan siapa Aku, maka aku ciptakanlah mahluk. Oleh karena
itu Aku memperkenalkan DiriKu kepada mereka. Maka mereka itu mengenal Aku
(Hadits Qudsi)
Hadits tersebut memberikan petunjuk bahwa Allah dapat
dikenal oleh manusia. Caranya dengan mengenal atau meneliti CiptaanNya. Ini
menunjukkan bahwa Ma’rifat dapat terjadi, dan tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.
PENUTUP
Dalam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa
cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia
menduduki derajad/level yang tinggi. "(Allah) mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya." (QS. 5: 54). Dalam tasawuf, setelah di raihnya
maqam mahabbah ini tidak ada lagi maqam yang lain kecuali buah dari mahabbah
itu sendiri. Pengantar-pengantar spiritual seperti sabar, taubat, zuhud, dan
lain lain nantinya akan berujung pada mahabatullah (cinta kepada Allah).
Dalam buku "Mahabbatullah" (mencintai Allah), Imam
Ibnu Qayyim menuturkan tahapan-tahapan menuju wahana cinta Allah. Bahwasanya
cinta senantiasa berkaitan dcngan amal. Dan amal sangat tergantung pada
keikhlasan kalbu, disanalah cinta Allah berlabuh. Itu karena Cinta Allah
merupakan refleksi dari disiplin keimanan dan kecintaan yang terpuji, bukan
kecintaan yang tercela yang menjerumuskan kepada cinta selain Allah
Tidak ada pemberi nikmat dan kebaikan yang hakiki selain
Allah. Oleh sebab itu, tidak ada satu pun kekasih yang hakiki bagi seorang
hamba yang mampu melihat dengan mata batinnya, kecuali Allah SWT. Sudah menjadi
sifat manusia, ia akan mencintai orang baik, lembut dan suka menolongnya dan
bahkan tidak mustahil ia akan menjadikannya sebagai kekasih. Siapa yang memberi
kita semua nikmat ini? Dengan menghayati kebaikan dan kebesaran Allah secara
lahir dan batin, akan mengantarkan kepada rasa cinta yang mendalam kepadaNya.
Ketertundukan hati secara total di hadapan Allah, disinilah
kita sebagai hamba Allah bisa membuktikan bahwa ma’rifat kepada Allah juga
tertanam dalam kalbu kita, berusaha mewujudkannya dalam setiap perbuatan,
ibadah dan merealisasikannya dalam kehidupan sehingga kita termasuk dalam
golongan ma’rifatullah.
Ibnu Qoyyim dalam kitab Al Fawaid hal 29, mengatakan: “Allah
mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara
yaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan
merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah” seperti dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam
terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.”
(QS. Ali Imran: 190)
Jelas sudah dari ayat di atas, bahwa Allah tidak melarang
bahkan memerintahkan HambaNya untuk mengenal diriNya, Ma’rifat kepada Tuhan
tidak bisa ditemukan meskipun dengan menyembahnya secara benar. Ma’rifat dapat
ditemukan dengan cara larut dengan-Nya, melalaikan dunia secara total dan
terus-menerus berpikir tentang-Nya. Mungkin bagi kita yang hanya sebagai
manusia yang tergolong kedalam golongan ma’rifat mukmin menurut Dzunnin
al-Mishri masih di kategorikan belum mampu untuk larut dengan-Nya, melalaikan
dunia secara total dan terus-menerus berpikir tentang-Nya. Begitu pula yang
termasuk ke dalam golongan ma’rifat ……. Mereka adalah para filosof, ahli ilmu
kalam, dan para pemikir. Mereka hanya mengetahui Allah berdasarkan data-data
empiris melalui penelitian-penelitian.
Mereka tidak mengenal Allah dan mereka tidak mampu membuka
hijab Allah SWT karena mereka tidak sepenuhnya memusatkan pikiran dan hidup
mereka untuk mengetahui Dzat Allah.
Bagi mereka mengetahui untuk kajian ilmiah sudah cukup
membuktikan adanya Allah SWT. Mereka tidak dapat membuka hijab Allah karena
mereka belum dapat melalaikan dunia secara total. Sedangkan ma’rifat awliya
muqarrab. Mereka adalah nabi, wali, dan sufi yang mempunyai pribadi yang dekat
dengan Allah SWT. Hanya mereka yang mampu membuka hijab Allah SWT. Karena
mereka sudah mampu untuk larut dengan-Nya, melalaikan dunia secara total dan
terus-menerus berpikir tentang-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Harun Nasution, Prof.Dr, Falsafat dan Mistisisme dalam
Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), Cetakan III
H. Abudin Nata, MA, Drs, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada), 1996
IAIN Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Sumatera
Utara, 1983/1984).
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina
Ilmu, 1995)
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1984), cetakan X
*******
*MAKNA ISTIGHOTSAH*
Jadi istighotsah berarti "thalabul ghouts" طلب الغوث atau meminta pertolongan. Para ulama membedakan antara istghotsah dengan "istianah" استعانة, meskipun secara kebahasaan makna keduanya kurang lebih sama. Karena isti'anah juga pola istif'al dari kata "al-aun" العون yang berarti "thalabul aun" طلب العون yang juga berarti meminta pertolongan.<> Istighotsah adalah meminta pertolongan ketika keadaan sukar dan sulit. Sedangkan Isti'anah maknanya meminta pertolongan dengan arti yang lebih luas dan umum.
Baik Istighotsah maupun Isti'anah terdapat di dalam nushushusy syari'ah atau teks-teks Al-Qur'an atau hadits Nabi Muhammad SAW. Dalam surat Al-Anfal ayat 9 disebutkan:
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ "
(Ingatlah wahai Muhammad), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu lalu Dia mengabulkan permohonanmu." (QS Al-Anfal:9)
Ayat ini menjelaskan peristiwa ketika Nabi Muhammad SAW memohon bantuan dari Allah SWT, saat itu beliau berada di tengah berkecamuknya perang badar dimana kekuatan musuh tiga kali lipat lebih besar dari pasukan Islam. Kemudian Allah mengabulkan permohonan Nabi dengan memberi bantuan pasukan tambahan berupa seribu pasukan malaikat.
Dalam surat Al-Ahqaf ayat 17 juga disebutkan;
وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ .
"Kedua orang tua memohon pertolongan kepada Allah." (QS Al-Ahqaf:17)
Yang dalam hal ini adalah memohon pertolongan Allah atas kedurhakaan sang anak dan keengganannya meyakini hari kebangkitan, dan tidak ada cara lain yang dapat ditempuh oleh keduanya untuk menyadarkan sang anak kecuali memohon pertolongan dari Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dari kedua cuplikan ayat ini barangkali dapat disimpulkan bahwa istighotsah adalah memohon pertolongan dari Allah SWT untuk terwujudnya sebuah "keajaiban" atau sesuatu yang paling tidak dianggap tidak mudah untuk diwujudkan.
Istighotsah sebenamya sama dengan berdoa akan tetapi bila disebutkan kata istighotsah konotasinya lebih dari sekedar berdoa, karena yang dimohon dalam istighotsah adalah bukan hal yang biasa biasa saja. Oleh karena itu, istighotsah sering dilakukan secara kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid tertentu, terutama istighfar.
@nahdlatululama
No comments:
Post a Comment