Tuesday 30 November 2021

JEJAK SEJARAH MURSYID THORIQOH AT-TIJANI SYEKH MUHAMMAD BIN YUSUF

 

SYAIKH MUHAMMAD BIN YUSUF AMPEL SURABAYA (1909-1984).
Mursyid thoriqoh tijani sekaligus wakil khatib PBNU pertama.

Syaikh Muhammad bin Yusuf dilahirkan di kota Surabaya pada tahun 1909.
Pada tahun 1918 ketika masih bocah, beliau dibawa ayahnya ke Mekkah untuk menuntut ilmu agama.
Setahun di sana beliau berhasil menghafalkan Al-Qur'an beserta tafsirnya.

Di samping ilmu-ilmu Al-Qur'an, dari sang ayah, beliau juga mewarisi sholawat Al-Fatih dan ilmu alat atau tata bahasa Arab.

Sementara mata rantai thoriqoh Tijaniyah beliau peroleh dari empat jalur, yaitu dari Syaikh Muhammad Amin Al-Quthby (1933), Syaikh Abdul Hamid Al-Futhy (1935), dan dari Syaikh Khawi Cirebon (1960) melalui KH Abbas Buntet dan Syaikh Muhammad Hafizh Al-Mishri.

Karya ‘kecil’ beliau yang sampai kini masih menjadi buku wajib salikin Tijaniyah adalah kitab Hisnul Hashin yang berisi beberapa wirid dan hizb.

Adapun Muqaddam ternama yang mendapatkan perkenan dari beliau antara lain KH Umar Baidhowi dan KH Badri Masduki.
Selain menduduki jajaran penting dalam thoriqoh tijaniyah syekh Muhammad juga dikenal sebagai khatib pertama PBNU di zamannya syekh Hasyim Asy'ari

Beliau wafat pada tahun 1984 dan dimakamkan di areal Pemakaman Sunan Ampel, persisnya di kolong sebelah kanan dekat pengimaman Masjid Ampel bersama Mbah Bolong.


Ditulis oleh Abdul Wahed,SPd.
(ikhwan Bangkalan Madura)

- Ditambahkan oleh Syekh Muhammad Yunus A hamid bahwa salah satu karomah Syekh Muhammad bin Yusuf ialah membaca shalawat Fatih 100,000 X
( dari selepas Dhuha sampai shubuh ).

Foto Syekh Muhammad bin Yusuf dengan gurunya Syekh Khowi yg berkacamata yg dimana melalui Syekh Khowi ini diberikan taqdim kepada Syekh Muhammad bin Yusuf.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِن الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ  وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ، نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ، وَالْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ، وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ 

Thursday 29 July 2021

Proses Mutasi Balik Nama Kendaraan R-2

Proses Balik Nama / Mutasi Kendaraan Bermotor R-2 Wilayah Kota Surabaya



Berikut saya sampaikan pengalaman saya ketika mengurus balik nama kendaraan bermotor Roda 2 (R-2) yang saya dilakukan sendiri pada bulan Juni 2021 dari samsat Surabaya Utara menuju samsat Surabaya Barat, bagi kawan-kawan yang mempunyai waktu luang bisa mengurusnya sendiri tanpa bantuan Biro Jasa.

Persyaratan yang harus dipersiapkan :

1. KTP Asli

2. STNK Asli

3. BPKB Asli

4. Kwitansi Pembelia Asli

Kemudian fotocopy 3x

STNK, BPKB, KTP, Kwitansi 


Alur Proses Mutasi dan Perincian biaya yang harus disiapkan :

1. Loket Cek Fisik 40rb

2. Loket Verifikasi 30rb

3. Loket Fiskal

4. Buka Blokir 30rb

4. Kasir - Bayar BBN 150rb

5. Gudang STNK 30rb

6. Loket Mutasi Keluar (proses surat rekomendasi keluar 1 Bln)

7. Setelah Mengambil Surat Rekomendasi keluar, silahkan menuju Samsat Balik Nama Kendaraan.


Setelah tiba di Samsat Tujuan Mutasi persiapkan :

9. Fotocopy Surat Rekomendasi Mutasi dan KTP 2x

10. Registrasi di Loket Cek Fisik

11. Loket Formulir Mutasi 

12. Loket Verifikasi

13. Loket Mutasi Masuk bayar 225rb

14. Loket Pendaftaran Mutasi Masuk

15. Kasir - Bayar BBN Masuk 458rb

16. Verifikasi cetak STNK

17. Cetak STNK

18. Ambil Plat nomer

19. Proses Cetak BPKB tunggu 3 Bln

20. Selesai


Semoga bermanfaat

Maksumsahlan.blogspot.com

Lirik Qosidah Mabrokal Yauma Dzajinaa

Lirik Qosidah Mabrokal Yauma Dzajinaa
 

 مَبْرَكَ الْيَوْمَ ذَاجِيْنَالِقَصْدِ الزِّيَارَةْ – لِلْاِمَامِ الْمُعَظَّمْ كَنْزَنَاوَالتِّجَارَةْ 
 بِمُحَمَّدْحَبِيْبَ الْكُلِّ حَامِيْ ذِيْمَارَهْ _ يَاطَبِيْبَ الْقُلُّوْبِ الْقَاسِيَةْ كَالْحِجَارَةْ 
 قَدْقَصَدْنَاحِمَاكُمْ هَيَّا هَيَّا بِغَارَةْ - حِلَّهَّا حِلَّهَّافُكُّوْاجَمِيْعَ الزِّيَارَةْ 
 سِرَّكُمْ قَدْ سَرَى فِى الْكَوْنِ كُلَّهْ جِهَارَةْ – وَانْتُمُوْااَهْلَ الْمَوَدَّةْ ذُخْرَنَاوَالسِّيَرَةْ 

 مَبْرَكَ الْيَوْمَ ذَاجِيْنَالِقَصْدِ الزِّيَارَةْ – لِلْاِمَامِ الْمُعَظَّمْ كَنْزَنَاوَالتِّجَارَةْ 
 فَانْظُرُواحَالَ مَنْ حَلَّتْ عَلَيْهِ الْخَساَرَةْ - وَارْفَعُوْاالطَّرْفَ لِلْمَوْلَى وَقُوْلُوْ بِشَارَةْ 
 مُقْبِلِ الْخَيْرِ لَهْلِهْ بَايَحِنُّوْنَ طَارَةْ – يَهْنَانَا وَيَهْنَاكُمْ بِحُسْنِ الْعِمَارَةْ 
 وَالصَّلاَةُ عَلَى مَنْ بِهِ قَبُوْلِ الزِّيَارَةْ – وَاَلِهِ وَالصَّحَابَةِ وَاَهْلِ بَيْتِهِ وَجَارَهْ

  اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدْ (٢) - اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ (٢) يَارَبِّ يَا.... يَارَبِّ يَا.... يَارَبِّ وَصْلِحْ كُلَّ مُصْلِحْ - يَارَبِّ وَكْفِ كُلَّ مُؤْذِ يَارَبِّ يَا.... يَارَبِّ يَا.... يَارَبِّ نَخْتِمْ بِالمُشَفَعْ - يَارَبِّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ

Sunday 18 October 2020

Keutamaan Maulid Nabi Muhammad SAW.


Keutamaan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka kegelapan yang tebal hampir saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa orang-orang yang bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang yang masih mempertahankan nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT berkehendak dengan rahmat-Nya yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran langit untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan ketika malam mencekam, datanglah matahari para nabi. Kedatangan Nabi tersebut sebagai bukti terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Allah SWT, dan sebagai bukti kebenaran berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as.

Allah SWT menyampaikan shalawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk rahmat dan keberkahan. Para malaikat pun menyampaikan shalawat kepadanya sebagai bentuk pujian dan permintaan ampunan, sedangkan orang-orang mukmin bershalawat kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Allah SWT berfirman:

إنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Azhab: 56)


Di bulan Rabi’ul Awal yang penuh dengan rahmat dan berkah ini seluruh masyarakat muslim di dunia dengan penuh cinta menyambut maulid Nabi Muhammad SAW, yakni tanggal 12 Rabi’ul Awal. Seluruh umat Islam dunia berlomba-lomba untuk mengepresiasikan kecintaan Nabi Muhammad dengan melakukan amalan-amalan yang tidak bertentangan dengan syariat islam seperti halnya di dusun-dusun membaca shalawat nabi yang dimulai pada malam pertama bulan Robiu’l awal sampai malam tanggal 12 rabiu’ul awal, dengan bertujuan untuk mendapatkan syafa’at di dunia akhirat kelak nanti.


Keutamaan Maulid

Banyak keutamaan-keutamaan yang dapat diperoleh bagi seorang muslim yang mau mengangungkan baginda Nabi Muhammad.

Ungkapan Kecintaan Kepada Nabi Muhammad

Peringatan maulid Nabi Muhammad adalah sebuah ungkapan kecintaan dan kegembiraan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiran it.


فقد جاء في البخاري أنه يخفف عن أبي لهب كل يوم الإثنين بسبب عتقه لثويبة جاريته لما بشّرته بولادة المصطفى صلى الله عليه وسلم. وهذا الخبر رواه البخاري في الصحيح في كتاب النكاح معلقا ونقله الحافظ ابن حجر في الفتح. ورواه الإمام عبد الرزاق الصنعانيفي المصنف ج ٧ ص ٤٧٨

Dalam hadits di atas yang diriwayatkan Imam al-Bukhori. dikisahkan ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu lahab, paman nabi , menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang jabang bayi yang sangat mulia , Abu Lahab pun memerdekan Tsuwaibah sebagai tanda cinta dan kasih. Dan karena kegembiraannya, kelak di hari kiamat siksa atas dirinya diringankan setiap hari senin tiba.

Meneguhkan Kembali Kecintaan kepada Beliau

Meneguhkan kembali kecintaan kepada Nabi Muhammad. Bagi seorang mukmin, kecintaan kepada Nabi adalah sebuah keharusan, salah satu untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Kecintaan kepada nabi harus berada diatas segalanya, bahkan melebihi kecintaan kepada istri, anaknya, bahkan  kecintaan diri sendiri.


لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحبّ إليه من ولده ووالده والناس أجمعين.

Artinya:

“Tidak sempurna iman salah satu diantara kamu sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia.” (HR. Bukhori Muslim).

Mendapatkan Rahmat Allah SWT

Mendapatkan rahmat Allah berupa taman surga dan dibangkitkan bersama-sama golongan orang yang jujur, orang yang mati syahid dan orang yang sholeh. Imam Sirri Saqathi Rahimahullah  berkata:

من قصد موضعا يقرأ فيه مولد النبي صلى الله عليه وسلم فقد قصد روضة من رياض الجنة لأنه ما قصد ذلك الموضع إلا لمحبة النبي صلى الله عليه وسلم : وقد قال صلى الله عليه وسلم: من أحبني كان معي في الجنة.

Artinya:

“Barang siapa menyengaja (pergi) ke suatu tempat yang dalamnya terdapat pembacaan maulid nabi, maka sungguh ia telah menyengaja (pergi) ke sebuah taman dari taman-taman surga, karena ia menuju tempat tersebut melainkan kecintaannya kepada baginda rasul. Rosulullah bersabda:  barang siapa mencintaku, maka ia akan bersamaku di syurga.

Sedangkan Imam Syafi’i Rohimahullah berkata:

من جمع لمولد النبي صلى الله عليه وسلم إخوانا وهيأ طعاما وأخلى مكانا وعمل إحسانا وصار سببا لقراءته بعثه الله يوم القيامة مع الصادقين والشهداء والصالحين ، ويكون في جنات النعيم.


Artinya :

“Barang siapa yang mengumpulkan saudara-saudara untuk memperingati Maulid nabi, kemudian menyediakan makanan, tempat, dan berbuat kebaikan untuk mereka serta ia menjadi sebab untuk atas dibacakannya maulid nabi, maka Allah akan membangkitkan dia bersama-sama orang yang jujur, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh. Dan dia akan dimasukkan dalam syurga na’im.”

Dalil-dalil tentang Maulid Nabi Muhammad SAW

Banyak dalil-dalil, baik al-Qur’an, al-Sunnah, maupun perkataan ulama, yang menunjukkan dianjurkannnya memperingati Maulid Nabi. Diantaranya dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 58 dan surat al-Abiya’ ayat 107.

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ.(يونس: ٨٥

Artinya:

Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS. Yunus: 58)

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ. الأنبياء: ١٠٧

Artinya:

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS al-Anbiya: 107)

Kelahiran Nabi Muhammad digambarkan oleh al-Qur’an sebagai keutamaan dan rahmat yang universal dan agung, memberikan kebahagiaan dan kebaikan bagi seluruh manusia. dalam dua ayat di atas Allah SWT dengan lahirnya beliau dan diutusnya beliau sebagai rasul adalah sebuah rahmat yang tidak terkira bagi seluruh alam semesta ini, rahmatan lil ‘alamin. Merayakan tahun kelahiran raja, negara, atau hanya orang biasa, saja bermegah-megahan, kenapa kita sebagai muslim merayakan kelahiran  Nabi yang disanjung-sanjung, cukup dengan shalawat, salam, dzikir, doa, dan berbuat kebaikan seperti sedekah dan membahagiakan orang, ogah-ogahan?

عن أبي قتادة رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سُئل عن صوم يوم الإثنين؟ فقال “فيه ولدت، وفيه أنزل علي” رواه الإمام مسلم في الصحيح في كتاب الصيام.

Artinya:

Dari Abi Qotadah Ra, bahwa Rasulullah SAW ditanya mengenai puasa hari senin. Maka beliau menjawab “Di hari itu aku dilahirkan, dan di hari itu diturunkan padaku (al-Qur’an)” (HR. Imam Muslim dalam Shohih-nya pembahasa tentang puasa)

Hari  senin, hari kelahiran Nabi, oleh beliau dianjurkan untuk melakukan puasa. Hal tersebut menunjukkan keutamaan hari itu, dimana cayaha kebenaran terbentang di negeri padang pasir yang jahiliyyah. Pantas jika kelahiran beliau adalah sebuah hari yang patut untuk diperingati dan diisi dengan kegiatan yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat. Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibn Asyakir, Ibn Warrahawi, dan al-Dhiya’ dari shahabat Abu Sa’id al-Khurdi disebutkan:

أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ إِنَّ رَبِّيْ وَرَبَّكَ يَقُوْلُ لَكَ: تَدْرِى كَيْفَ رَفَعْتُ ذِكْرَكَ؟ قُلْتُ: اَللهُ أَعْلَمُ. قَالَ: لاَ أَذْكُرُ إِلاَّ ذُكِرْتَ مَعِيْ (ع حب) وابن عساكر وابن والرهاوي في الأربعين، والضياء في المختارة عن أبى سعيد الخدري . (فيض القدير جزء ١ ص:١٢٨

Artinya:

“Jibril datang kepadaku, lalu berkata ‘Sesungguhnya Tuhanku dan Tuhanmu berkata kepadamu: Kamu tahu, bagaimana aku mengangkat sebutanmu? Lalu aku menjawab: Allahu a’lam. Jibril berkata: Aku tidak akan menyebut, kecuali engkau disebut bersamaku.” (HR. Ibnu ‘Asyakir, Ibnu Warrohawi dalam kitab al-‘Arbain, dan al-Dhiya’ dalam kitab al-Mukhtarah dari Sahabat Abu Sa’id al-Khudri)

Bahkan Ibnu Taimiyah yang menjadi kiblat pemikiran para tokoh Islam kanan, dan digambarkan sangat menolak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. malah menganjurkan untuk melakukannya, bahkan dikatakan memiliki faedah pahala. Hal tersebut tidak dijelaskan oleh siapapun, tapi oleh beliau sendiri dalam kitab beliau Iqtidla’u al-Shirati al-Mustaqim, Mukholafatu Ashhabi al-Jahim halaman 297. Berikut stetemen beliau dalam kitab tersebut:

فَتَعْظِيْمُ الْمَوْلِدِ وَاتِّخَاذُهُ مَوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَمَا قَدَّمْتُهُ لَكَ. (الشيخ ابن تيمية، اقتضاء الصراط المستقيم، مخالفة أصحاب الجحيم: ص/٢٩٧.

Artinya:

Mengagungkan maulid (Nabi Muhammad) dan melakukannya rutin (setiap tahun), yang kadang dilakukan oleh sebagian orang. Dan baginya dalam merayakan maulid tersebut, pahala yang agung/besar karena tujuan yang baik dan mengagungkan Rasulullah SAW. dan keluarga beliau. Sebagaimana yang telah aku sampaikan padamu. (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidla’u al-Shirati al-Mustaqim, Mukholafatu Ashhabi al-Jahim: 297)

فقام عند ذلك السبكي، وجميع من عنده فحصل أنس كبير في ذلك المجلس ، وعمل المولد واجتماع الناس له كذلك مستحسن. قال الإمام أبو شامة شيخ النووي: من أحسن ما إبتدع في زماننا ما يفعل كل عام في اليوم الموافق ليوم مولده صلى الله عليه وسلم من الصدقة والمعروف وإظهار الزينة والسرور فإن فيه مع الإحسان للفقراء إشعارا بمحبته صلى الله عليه وسلم وتعظيمه وشكر على ما من به علينا.  قال السخاوي وحدوث عمل المولد بعد القرون الثلاثة ، ثم لا زال المسلمون يفعلونه. وقال إبن الجوزي من خواصه أنه أمان في ذلك العام وبشري عاجلة، واول من أحدثه من الملوك المظفر. قال سبط إبن الجوزي في مرأة الزمان: حكي لي من حضر سماط المظفر في بعض المولد أنه عد فيه خمسة الاف رأس غنم شواء وعشرة ألاف دجاجة ومائة ألف زبدية وثلاثين الف صحن حلواء ، وكان يحضره أعيان العلماء والصوفية ، ويصرف عليه ثلاثمائة الف دينار.   (إسعاد الرفيق جزء 1 ص 26).

Imam Subkhi dan para pengikutnya juga menganggab baik peringatan maulid dan berkumpulnya manusia untuk merayakannya. Imam Abu Syammah Syaikh al-Nawawi mengatakan bahwa barang siapa yang melakukan kebaikan seperti hal-hal baik yang terjadi di zaman kami yang dilakukan oleh masyarakat umum di hari yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. diantarnya sedekah, berbuat baik, memperlihatkan hiasan dan kebahagiaan. Maka sesungguhnya dalam hari tersebut beliau menganjurkan agar umat muslim berbuat baik kepada para fakir sebagai syiar kecintaan terhadap baginda Rasul. mengangungkan beliau, dan sebagai ungkapan rasa syukur.

Menurut Imam al-Sakhawi, adanya peringatan itu sejak abad ketiga hijriyah. Sejak itu, orang-orang Islam terus mengerjakannya.

Bahkan, Ibnu al-Jauzi, yang biasanya dijadikan hujjah oleh para kaum ekstrimis kanan mengharamkan perayaan maulid, sama seperti Ibn Taimiyah, malah menukil sejarah maulid itu sendiri. Ibn al-Jauzi mengatakan bahwa perayaan maulid dimulai pada masa Raja al-Mudhafar. Beliau menceritakan parayaan tersebut sangat besar, megah, dan penuh dengan kebahagiaan yang tidak terkira. Disediakan 5.000 kambing, 10.000 ayam, 100.000 porsi, dan 30.000 piring manisan. Dihadiri oleh para ulama dan para sufi, yang oleh Raja al-Mudhaffar diberikan setiap orang 300.000 dinar. (Is’adur Rofiq:1:26)

Kalau saja rasul masih hidup, apa yang hendak kita banggakan di hadapan beliau? Kemaksiatan, dosa, dan tidak menjalankan ajaran beliau, apa itu yang bisa kita sampaikan? Hanya sekedar merayakan dengan sederhana namun bermakna dan penuh rahmat dan berkah, kita merasa enggan dan justru secara buta mengharamkannnya, umat Islam lain dikafirkan dan dianggap melenceng dari ajaran Nabi? Kalau Maulid Nabi dilarang, bagimana dengan perayaan Maulid Raja? Allahumma sholli wa sallim la Sayyidina Muhammad wa a’la ali wa shohbihi ajma’in. Selamat hari Maulid Nabi Muhammad SAW.

Penulis: Zaenal Karomi, Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang

Friday 31 July 2020

Perbedaan antara Qurban Wajib dan Sunnah




Perbedaan Kurban Wajib dan Sunnah 

Hukum asal berkurban adalah sunnah kifayah (kolektif), artinya bila dalam satu keluarga sudah ada yang mengerjakan, sudah cukup menggugurkan tuntutan bagi anggota keluarga yang lain. Bila tidak ada satu pun dari mereka yang melaksanakan, maka semua yang mampu dari mereka terkena imbas hukum makruh.   Kurban bisa berubah menjadi wajib bila terdapat nazar, misalnya ada orang bernazar kalau lulus sekolah atau dikaruniai anak, ia akan berkurban dengan seekor sapi. Saat cita-cita yang diharapkan tercapai, maka wajib baginya untuk mengeluarkan hewan kurban yang ia nazarkan. Dalam kondisi demikian, hukum berkurban baginya adalah wajib.   Secara umum kurban sunnah dan kurban wajib memiliki beberapa titik kesamaan, misalnya dari segi waktu pelaksanaan, keduanya dilaksanakan pada hari Nahar dan hari-hari tasyriq (10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Bila dilakukan di luar waktu tersebut, maka tidak sah sebagai kurban. Tata cara menyembelih mulai dari syarat, rukun dan kesunnahan juga tidak berbeda antara dua jenis kurban tersebut.    

Keduanya menjadi berbeda dalam empat hal sebagai berikut:   
Pertama, hak mengonsumsi daging bagi mudlahhi (pelaksana kurban).   Dalam kurban sunnah, diperbolehkan bagi mudlahhi untuk memakannya, bahkan nazar sebagian kecil dagingnya dan memakan sendiri selebihnya. Adapun yang lebih utama adalah memakan beberapa suap saja untuk mengambil keberkahan dan menyedekahkan sisanya (lihat: Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 6, hal. 135).   

Sedangkan kurban wajib, mudlahhi haram memakannya, sedikit pun tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi secara pribadi. Keharaman memakan daging kurban wajib juga berlaku untuk segenap orang yang wajib ditanggung nafkahnya oleh mudlahhi, seperti anak, istri, dan lain sebagainya.   

Syekh Muhammad Nawawi bin Umar menegaskan:
   ولا يأكل المضحي ولا من تلزمه نفقته شيأ من الأضحية المنذورة حقيقة أو حكما   
“Orang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinazari, baik secara hakikat atau hukumnya”. 
(Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani, Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim, hal. 531).   

Kedua, kadar yang wajib disedekahkan. Menurut pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi’i, standar minimal yang wajib disedekahkan dalam kurban sunnah adalah kadar daging yang mencapai standar kelayakan pada umumnya, misalnya satu kantong palstik daging. Tidak mencukupi memberikan kadar yang remeh seperti satu atau dua suapan. Kadar daging paling minimal tersebut wajib diberikan kepada orang fakir/miskin, meski hanya satu orang. Selebihnya dari itu, mudlahhi diperkenankan untuk memakannya sendiri atau diberikan kepada orang kaya sebatas untuk dikonsumsi. Kadar minimal yang wajib disedekahkan tersebut wajib diberikan dalam kondisi mentah, tidak mencukupi dalam kondisi masak 
(lihat: Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 6, hal. 135).   

Sedangkan kurban wajib, semuanya harus disedekahkan kepada fakir/miskin tanpa terkecuali, tidak diperkenankan bagi mudlahhi dan orang-orang yang wajib ia nafkahi untuk memakannya. Demikian pula tidak diperkenankan diberikan kepada orang kaya. Daging yang diberikan juga disyaratkan harus mentah (lihat: Syekh Ibnu Qasim al-Ubbadi, Hasyiyah Ibni Qasim ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, juz 9, hal. 363).    Ketiga, pihak yang berhak menerima.   Seperti yang telah disinggung di atas, kurban wajib hanya berhak diterima fakir/miskin, mudlahhi dan orang kaya tidak berhak menerimanya. Semuanya meliputi daging, kulit, tanduk dan Sebagainya wajib disedekahkan kepada fakir/miskin tanpa terkecuali. Bila ada bagian kurban yang distribusinya tidak tepat sasaran, maka wajib mengganti rugi untuk fakir/miskin.    
Dalam kitab Hasyiyah I’anah al-Thalibin disebutkan:  
 ولو نذر التضحية بمعيبة أو صغيرة أو قال جعلتها أضحية فإنه يلزم ذبحها ولا تجزئ أضحية وإن اختص ذبحها بوقت الأضحية وجرت مجراها في الصرف. ويحرم الأكل من أضحية أو هدي وجبا بنذره   
“Bila seseorang bernazar berkurban dengan hewan yang cacat atau masih kecil atau ia mengatakan; aku menjadikannya sebagai hewan kurban; maka wajib disembelih dan tidak mencukupi sebagai kurban, meski waktu penyembelihannya khusus pada waktu kurban dan berlaku ketentuan kurban wajib dalam hal tasaruf (pemanfaatan). Haram memakan dari kurban atau hadyu yang wajib disebabkan nazar.”   
ـ (وقوله: وجرت) أي الملتزمة. (وقوله: مجراها) أي الأضحية الواجبة. وقوله: في الصرف أي فيجب صرفها كلها للفقراء والمساكين، كالأضحية الواجبة. (قوله: ويحرم الأكل إلخ) إي يحرم أكل المضحى والمهدي من ذلك، فيجب عليه التصدق بجميعها، حتى قرنها، وظلفها. فلو أكل شيئا من ذلك غرم بدله للفقراء   
“Ucapan Syekh Zainuddin; dalam hal tasaruf; maka wajib mengalokasikan keseluruhannya untuk fakir/miskin seperti kurban wajib. Ucapan Syekh Zainuddin; dan haram memakan; maksudnya haram memakan hewan kurban dan hadyu yang dinazari. Maka wajib bagi orang yang berkurban mensedekahkan semuanya, hingga tanduk dan kikilnya. Bila mudlahhi memakan satu bagian darinya, maka wajib mengganti rugi kepada orang fakir” (Syekh Abu Bakr bin Muhammad Syatha al-Bakri, Hasyiyah I’anah al-Thalibin, juz 2, hal. 378).   Sementara untuk kurban sunnah, boleh diberikan kepada orang kaya dan fakir/miskin. Hanya saja, terdapat perbedaan hak orang kaya dan miskin atas daging kurban yang diterimanya. Kurban yang diterima fakir/miskin bersifat tamlik, yaitu memberi hak kepemilikan secara penuh. Kurban yang ia terima boleh dijual, dihibahkan, disedekahkan, dimakan dan lain sebagainya.    Sedangkan hak orang kaya atas daging kurban yang diterimanya hanya untuk tasaruf yang bersifat konsumtif. Orang kaya hanya boleh memakan dan memberikannya kepada orang lain hanya untuk dimakan, semisal disuguhkan kepada para tamu. Mereka tidak diperbolehkan menjual, menghibahkan, dan tasaruf sejenis yang memberikan kepemilikan utuh terhadap pihak yang diberi.   Adapun pengertian orang kaya dalam bab ini adalah setiap orang yang haram menerima zakat, yaitu orang yang memiliki harta atau usaha yang mencukupi kebutuhan sehari-hari, baik untuk dirinya atau keluarga yang wajib ia nafkahi. Sedangkan fakir/miskin sebaliknya, yaitu orang yang aset harta atau usahanya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, baik untuk diri sendiri atau keluarga yang wajib dinafkahi (lihat: Syekh Abu Bakr bin Muhammad Syatha al-Bakri, Hasyiyah I’anah al-Thalibin, juz 2, hal. 379).   Keempat, niat. Kurban sunnah dan wajib diperbolehkan untuk disembelih sendiri oleh mudlahhi, boleh pula diwakilkan kepada orang lain. Kedunya sama-sama disyaratkan niat. Niat bisa dilakukan saat menyembelih atau ketika memisahkan hewan yang ingin dibuat kurban dengan hewan lainnya. Niat berkurban boleh dilakukan sendiri atau diwakilkan kepada orang lain.   Adapun perbedaannya terkait dengan lafal niatnya. Contoh niat kurban sunnah yang diniati sendiri:   نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْمَسْنُوْنَةَ عَنْ نَفْسِيْ لِلهِ تَعَالَى   “Aku niat berkurban sunnah untuk diriku karena Allah.”   Contoh niat kurban sunnah yang dilakukan oleh wakilnya mudlahhi:   نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْمَسْنُوْنَةَ عَنْ زَيْدٍ مُوَكِّلِيْ لِلهِ تَعَالَى   “Aku niat berkurban sunnah untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah”.   Contoh niat kurban wajib yang diniati sendiri oleh mudlahhi:   نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْوَاجِبَةَ عَنْ نَفْسِيْ لِلهِ تَعَالَى   “Aku niat berkurban wajib untuk diriku karena Allah”   نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْوَاجِبَةَ عَنْ زَيْدٍ مُوَكِّلِيْ لِلهِ تَعَالَى   “Aku niat berkurban sunnah untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah”.   Perbedaan yang lain adalah dalam kasus kurban nazar yang telah ditentukan hewannya, misalnya ada orang sambil menunjuk hewan tertentu yang dimilikinya berkata “Aku bernazar berkurban dengan kambingku yang ini”. Dalam kasus ini, kambing yang ia tunjuk sebagai kurban nazar sudah keluar dari miliknya. Oleh sebab itu tidak dibutuhkan niat berkurban dalam pelaksanaan kurban kambing tersebut. Jadi dalam kasus tertentu, terkadang kurban wajib tidak disyaratkan niat, sedangkan kurban sunnah disyaratkan niat secara mutlak (lihat: Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri, Syarh al-Yaqut an-Nafis, Dar al-Minhaj, hal.  827).   Demikian empat perbedaan kurban wajib dan sunnah, semoga bermanfaat.     Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/109854/4-perbedaan-kurban-wajib-dan-sunnah

Saturday 16 May 2020

BOLEHKAH MEMINDAHKAN ZAKAT KE DAERAH LAIN

Bolehkah Memindah Zakat ke Daerah Lain

Pendapat yang masyhur (populer) dalam Mazhab Syafi'i menyatakan ketidakbolehan memindah zakat dari satu daerah ke daerah lainnya.

Syekh Zainuddin al-Malibary dalam Fathul Mu'in menyatakan,

ولا يجوز لمالك نقل الزكاة عن بلد المال ولو إلى مسافة قريبة، ولا تجزئ

Tidak diperbolehkan bagi pemilik harta zakat memindahkan zakat dari daerah harta itu, sekalipun ke daerah yang berdekatan, dan zakat tidak dapat mencukupinya (tidak sah).

Dalam kitab at-Taqrirat as Sadidat dinyatakan,

لا يجوز نقل الزكاة من بلد المزكي إلى بلد آخر على المشهور

Memindah zakat dari daerah pezakat ke wilayah lain tidak boleh menurut pendapat yg masyhur dalam Mazhab Syafi'i.

Namun, ternyata ada juga pendapat dalam Mazhab Syafi'i yang membolehkan pemindahan zakat dari satu daerah ke daerah lainnya.

Sayyid al-Bakry ('Ianatut Thalibin, juz 2, halaman 187) mengutip pendapat Ibn 'Ujayl bahwa ada tiga masalah tentang fatwa zakat yang menyelisihi pendapat dalam mazhab Syafi'i, di antaranya adalah tentang (kebolehan) pemindahan zakat (dari satu daerah ke daerah lainnya).

Mengutip pendapat Ibn 'Ujayl, Syekh Hasan ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Salim al-Kaf dalam at-Taqrirat as-Sadidat  menulis,

قال الإمام ابن عجيل رحمه الله: ثلاث مسائل يفتى بها على غير المشهور فى مذهب الإمام الشافعي، وهي......جواز نقل الزكاة من موضعها إلى بلد آخر

Imam Ibn 'Ujail berkata, "Ada tiga masalah yang difatwakan dalam pendapat yang tidak populer (ghair al-masyhur) dalam mazhab Imam Syafi'i, yaitu (di antaranya adalah)...kebolehan memindahkan zakat dari tempat asalnya ke daerah lainnya."

Dalam catatan pinggir "Taqrirat Syarifah" yang dicetak dalam Fathul Mu'in, beserta 'Ianatut Thalibin, Sayyid al-Bakry ditanya tentang pemindahan zakat harta dari Tanah Jawa ke Mekah dan Madinah dengan berharap pahala sedekah kepada para fakir tanah al-Haramain, beliau menjawab bahwa ada perbedaan yang banyak di antara para ulama tentang pemindahan zakat. Yang masyhur dalam mazhab Syafi'i adalah terlarang memindah zakat ketika di daerah asal, masih ada para mustahiq (penerima) zakat.

Adapun pendapat muqabil al-masyhur adalah kebolehan memindahkan zakat, yang ini adalah Mazhab Imam Abu Hanifah, dan banyak dari kalangan mujtahid, di antaranya adalah Imam,  al-Bukhari.

Apakah boleh mengambil pendapat pemindahan zakat? Sayyid al-Bakry menjawab boleh,

أن القول بالنقل يوجد فى مذهب الشافعي ويجوز تقليده والعمل بمقتضاه.

Sesungguhnya pendapat pemindahan (zakat dari satu daerah ke daerah lain), ditemukan dalam mazhab Syafi'i, dan boleh bertaklid dengan pendapat ini dan melaksanakan ketentuannya."

Referensi:

1. 'Ianatut Thalibin Syarah Fathul Muin, juz 2,  h. 187, dan 198.
2. at-Taqrirat as-Sadidat, Qismul Ibadat, h. 426.

Friday 6 March 2020

KISAH MUADZIN YANG MURTAD DEMI WANITA

Dalam kitabnya yang berjudul “At-Tadzkirah”, Imam Qurthubi menceritakan sebuah kisah tentang seorang muadzin yang senang beribadah dan bercahayakan ketaatan kepada Allah.
Suatu hari ia menaiki menara seperti biasanya untuk mengumandangkan adzan. Kebetulan di bawah menara tersebut terdapat rumah seorang Nashrani dzimmi. Ia pun melihat ke rumah tersebut, lantas ia melihat puteri pemilik rumah itu. Ia terpesona kepadanya, lalu tidak jadi adzan. la turun menemuinya dan masuk ke rumahnya.
Wanita itu bertanya kepadanya: “Ada urusan apa engkau ke sini?”.
Ia menjawab: “Aku menginginkanmu”. Wanita itu bertanya lagi: “Untuk apa?”.
Ia menjawab: “Engkau telah merampas hatiku dan telah mengambil segenap jiwaku”.
Wanita itu berkata: “Aku tidak ingin menjawabmu dengan main-main”.
Ia menjawab: “Aku ingin menikahimu”.
Wanita itu menjawab: “Bagaimana mungkin, kamu seorang muslim sedangkan aku seorang Nashrani. Ayahku pasti tidak akan mau menikahkanku denganmu”.
Ia pun berkata: “Aku akan masuk agama Nashrani”.
Wanita itu berkata: “Jika engkau melakukan hal itu, maka aku siap menikah denganmu”.
Maka kemudian ia pun memeluk agama Nashrani dan menikah dengan wanita itu. Ia tinggal bersama mereka di rumah itu.
Di pertengahan hari, ia naik ke atas atap rumah itu, lalu terjatuh dan meninggal. Tidaklah ia meninggal dalam keadaan muslim, tidak juga ia dapat tinggal bersama wanita tersebut.
Sumber: Kisah-Kisah Su’ul Khotimah, Manshur bin Nashir al-’Awaji, penerbit Darussunnah.

JEJAK SEJARAH MURSYID THORIQOH AT-TIJANI SYEKH MUHAMMAD BIN YUSUF

  "Jejak Histori Syekh Muhammad bin Yusuf sukodono - Ampel Surabaya, abahny a KH Ubaid dan KH Zaid, salah satu pembawa Thoriqoh At-Tija...