Sunday 1 December 2019

THARIQAH MENURUT HABIB LUTHFI BIN YAHYA

THARIQAH 
MENURUT HABIB LUTHFI BIN YAHYA



Ma’rifat adalah “mengerti dan mengenal”. Mengerti belum tentu mengenal, tapi kalau mengenal sudah pasti mengerti. Jadi ma’rifat di sini adalah mengenal Allah Swt., seperti halnya kita mengetahui sifat-sifatNya, baik yang wajib, mustahil dan jaiz. Tapi pengenalan itu baru pondasi. Untuk mengenal lebih jauh kita harus sering-sering mendekati Allah Swt. agar Allah juga mendekat dengan kita.
Makhluk Allah banyak yang mengerti tapi tidak mengenal Allah. Dengan ilmu ma’rifat ini, kita belajar mengenal Allah dan Allah pun akan mengenali kita. Tapi tidak semudah yang kita bayangkan, diperlukan ritual-ritual khusus untuk bisa lebih dekat dengan Allah dan agar kita juga tidak lalai dengan Allah.
Bila dalam mengenal Allah kita sudah dapat saling mengenal, berarti kita sudah semakin dekat dengan Allah. Tapi pasti pengenalan seseorang dengan Allah berbeda-beda, tergantung dengan tahapan-tahapannya. Itulah pentingnya wirid untuk mencapai tingkatan kema’rifatan yang tinggi.
Sebenarnya dalam thariqah yang dikhususkan adalah cara membersihkan hati, tashfiyatulqulub atau tazkiyatunnufus. Sedangkan bacaan-bacaannya (wiridan) adalah sebagai nilai tambahan untuk pendekatan kepada Allah Swt.
Thariqah sebagian besar adalah mengamalkan kalimat “La ilaha illallah” atau kalimat “Allah” sebanyak-banyaknya sesuai ketentuan oleh thariqah itu sendiri. Ada yang mewiridkan secara sirr (dalam hati atau pelan) dan ada pula yang mewiridkannya secara jahr (keras).
Wirid yang paling baik sebenarnya adalah membaca al-Quran, karena dalam hadits dijelaskan bahwa “Barangsiapa ingin berdialog dengan Allah, maka bacalah al-Quran”. Dialog dengan Tuhan adalah wirid yang paling indah. Kemudian membaca kalimat thayibah seperti lafadz “La ilaha illallah”, maka Allah akan menjamin surga bagi para pembaca kalimat tersebut. Kemudian lafadz-lafadz yang lainya seperti istighfar, shalawat, tahmid, tasbih, asmaul husna, karena itu semua juga adalah kalimat-kalimat yang sering dibaca oleh Rasulullah Saw. dan kalimat-kalimat tersebut adalah kalimat yang biasa dibaca oleh para jamaah thariqah.
Memang tidak dapat kita pungkiri bahwa, thariqah juga amalan yang tidak gampang untuk dijalani. Karena apabila terjadi kelalaian dalam pengerjaannya kita akan berdosa, sebab amalan dalam thariqah adalah suatu keharusan (kewajiban) untuk dikerjakan. Tapi kalau dilihat dari segi positifnya memang thariqah tersebut adalah proses kita untuk lebih mengenali Allah.
Disamping itu, thariqah dapat melepaskan kedua penyakit hati yang ada pada diri kita; untuk mengatasi kealpaan dalam hati dan menghilangkan noktah atau kotoran yang ada. Sebab amalan dalam thariqah adalah kewajiban maka orang akan berhutang apabila tidak mengerjakan amalan tersebut, dan akan mengerjakannya walaupun dalam keadaan apapun. Dan thariqah juga dapat menghapus hijab pembatas yang terdapat dalam dirinya yang mengakibatkan sifat lalai serta banyak lupa kepada Allah Swt.
Kalau seseorang ingin hatinya bersih dan membersihkan hati setidaknya orang tersebut mempunyai ketertarikan terhadap thariqah tersebut, karena kalau dilihat dari fungsi thariqah adalah menghapuskan kotoran dalam hati dengan selalu mengamalkan dzikirnya. Karena dari dzikir tersebut orang akan selalu tenang dan sabar dalam menghadapi setiap masalah yang ia hadapi, karena orang tersebut akan selalu merasa dekat dengan Allah.
Kaitan Thariqah dan Syariat
Kalau kita pahami lebih lanjut, thariqah dan syariat sebenarnya memang tidak dapat dipisahkan, karena tujuan keduanya sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Karena ketika seseorang berthariqah tetapi ia meninggalkan syariat, maka itu juga salah karena ia telah meninggalkan kewajibannya.
Thariqah adalah buah dari syariat. Jadi kalau berthariqah tidak boleh lepas dari pintunya dahulu yaitu syariat. Karena syariatlah yang mengatur tentang kehidupan kita, dengan menggunakan hukum, dari mulai aqidah, keimanan, keislaman, sehingga kita beriman kepada Allah, malaikat, kitab Allah, para rasul, hari akhir, takdir yang baik dan buruk. Dan dengan syariat pula kita mengetahui rukun Islam, yaitu dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji.
Setelah kita dapat menjalankan syariat dengan baik, dan kita sudah memgetahui hukum-hukum dalam syariat maka kita baru menuju pada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu menuju thariqah dan belajar untuk mengenal Allah. Maksudnya bahwa thariqah adalah tingkatan bagi orang yang sudah cukup ilmunya, terutama yang sudah diwajibkan syariat. Karena tidak semua orang langsung dapat menuju pada tingkat thariqah.
Orang yang menuju thariqah haruslah mengetahui Allah, seperti mengetahui tentang sifat wajib dan mustahil Allah, dan juga mengetahui sifat mumkin (jaiz) Allah. Orang tersebut juga mengetahui tentang hukum-hukum dalam beribadah, seperti rukun wudhu, rukun iman, hal-hal yang membatalkan wudhu, rukun shalat serta hal-hal yang membatalkan dalam shalat. Dan juga orang tersebut dapat membedakan mana yang halal dan yang haram. Bilamana hal-hal tersebut sudah dapat terpenuhi maka tidak ada salahnya apabila orang tersebut masuk ke dalam thariqah.
Antisipasi dalam Berthariqah
Perlu diketahui juga bahwa sufisme itu sudah tidak asing lagi di kalangan kita, dan telah menjadi warna di kota-kota besar di beberapa negara. Jika kita tertarik pada thariqah atau perkumpulan dzikir tertentu, kita juga harus mengetahui tentang perkumpulan tersebut. Karena di jaman sekarang banyak organisasi-organisasi yang mengatasnamakanIslam untuk kepentingan mereka dan menyelewengkan tentang hukum-hukum yang telah ditetapkan.
Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, yang perlu kita lakukan adalah seperti apakah thariqah tersebut dan siapakah yang memimpin thariqah tersebut. Meskipun dalam dzikir yang dibaca itu memang dari Rasulullah Saw., namun terkadang ada kelompok yang menyelewengkannya atau menyimpang dari ajaran sehingga keluar dari jalan yang benar dan menyesatkan.
Pada thariqah yang kita perlu ketahui dahulu adalah alirannya, semissal thariqah Qadiriyah, Syadziliyah, Syatariyah dan lain sebagainya. Menurut data yang ada pada Jam’iyyah Ahlit Thariqah al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN), jumlah thariqah yang diakui itu ada sekitar 70 thariqah. Penegasan muktabar atau tidaknya sebuah thariqah tentu harus melalui suatu penelitian. Pertama dari ajarannya, kemudian dari ketentuan wiridnya tergolong ma’tsur atau tidak, dan yang ketiga memiliki silsilah atau mata rantai dengan guru yang jelas hingga pada pendiri thariqah tersebut.
Guru thariqah yang merupakan guru ruhani itu haruslah orang yang mengerti tentang agama. Jika tidak mengerti maka bisa diragukan kapasitas keguruannya. Sebab bagaimana ia bisa memimpin suatu organisasi ritual dan keruhanian sementara ia tidak mengerti tentang agama? Sebab orang yang telah menapak jalur thariqah haruslah sudah sempurna syariatnya dan guru tersebut juga telah menjalankan semua kewajiban agama bahkan termasuk shalat sunnahnya. Hal ini juga terkait dengan akhlak sang guru. Seseorang dianggap mengerti tentang ilmu agama minimal bisa dilihat dari bacaan al-Qurannya. Sebab seorang ulama diukur pertama kalinya dari pemenuhan syarat menjadi imam shalat antara lain dari kefasihannya membaca ayat-ayat al-Quran.
Memang dalam kenyataannya, terkadang banyak orang yang bingung tentang thariqah, ada yang ingin masuk tetapi belum sampai pada tingkatan tersebut dan juga belum mengetahui tentang pentingnya berthariqah. Perlu kita ketahui, jika kita masuk pada thariqah maka keimanan kita akan terbimbing. Disitulah peran para guru mursyid, sehingga tingkatan tauhid kita, ma’rifat kita tidak salah dan tidak sembarangan menempatkan diri sebab ada bimbingan dari mursyid tersebut.
Antara Berthariqah dan Tidak
Bagaimana dengan orang yang tidak berthariqah? Syarat berthariqah itu harus mengetahui syariatnya dahulu, artinya kewajiban-kewajiban yang harus dimengerti oleh setiap individu sudah dapat dipahami. Diantaranya hak Allah Swt., lalu hak para rasulNya. Setelah kita mengenal Allah dan RasulNya kita perlu meyakini apa yang telah disampaikannya, seperti rukun Islam, yaitu membaca syahadat, mengerjakan shalat, melaksanakan puasa, berzakat bagi yang cukup syaratnya, serta naik haji bagi yang mampu. Begitu juga mengetahui rukun iman, serta beberapa tuntunan Islam seperti shalat, wudhu dan lain-lain.
Orang yang menempuh jalan kepada Allah dengan sendirinya, tentu tidak sama dengan orang yang menempuh jalan kepada Allah secara bersama-sama yaitu melalui seorang mursyid. Sebagai contoh kalau kita ingin ke Mekkah dan kita belum pernah ke Mekkah dan belum mengenal Mekkah, tentu berbeda dengan orang yang datang ke tempat tersebut dengan disertai pembimbing atau mursyid.
Orang yang tidak mengenal sama sekali tempat tersebut, karena meyakini berdasarkan informasi dan kemampuannya maka itu sah-sah saja. Namun bagi orang yang disertai mursyid akan lebih runtut dan sempurna, karena pembimbing tadi sudah berpengalaman dan akan mengantar ke rukun yamani, sumur zamzam, makam Ibrahim, dan lain-lain. Meski orang tersebut sudah sampai ke Ka’bah namun apabila tidak tahu rukun yamani, dia tidak akan mampu untuk thawaf karena tidak tahu bagaimana memulainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa seseorang yang ingin berthariqah haruslah melalui para guru atau mursyid, agar jalan yang ditempuh dapat berjalan dengan baik dan bisa mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin.
Agama Islam adalah agama yang fleksibel, yaitu maksudnya bahwa agama Islam tidak memberatkan kepada umatnya tentang suatu ibadah. Dalam arti orang Islam melakukan suatu ibadah itu menurut kemampuannya masing-masing, karena kemampuan seseorang dengan orang yang lain tentu berbeda-beda. Itulah sebabnya mengapa tingkatan-tingkatan seseorang dalam beribadah kepada Allah pun berbeda-beda pula. Memang tujuannya sama, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah, akan tetapi tentu hasilnya akan berbeda menurut dengan usaha yang dilakukan.
Dalam beribadah tentu sekelompok orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam mencapai kesempurnaan untuk dapat mengerti Allah dan dekat dengan Allah Swt. Cara-cara tersebut sah-sah saja asal tidak keluar dari jalur yang telah ditentukan oleh syariat, dan tidak menyesatkan.
Kaitan Thariqah dan Tasawuf
Tasawuf adalah salah satu usaha peniadaan diri, yaitu menyerahkan seluruh jiwa dan raga hanya untuk mengabdi kepada Allah Swt. Itulah cara yang kebanyakan ditempuh oleh seorang sufi, melalui ritual-ritual khusus dan amalan-amalan yang berbeda-beda pula. Amalan-amalan tersebut ditunjukan untuk menyanjung Allah dan mengakui kebesaran Allah Swt. Allah adalah Dzat yang Mahapengasih dan penyayang. Barangsiapa yang ingin berusaha dengan sungguh-sungguhpasti Allah akan mengabulkannya.
Thariqah itu min ahli la ilaha illallah, dimana ajarannya mencermikan setelah kita iman dan Islam lalu ihsan. Makna ihsan dalam hal ini adalah menyembahlah kepada Allah seolah-olah kita melihat Allah. Kalau tidak mampu, kita harus yakin bahwa kita sedang dilihat Allah Swt. Dengan merasa didengar dan dilihat oleh Yang Maha Kuasa, itu akan mengurangi perbuatan-perbuatan yang merugikan dirinya sendiri apalagi kepada orang lain. Karena kita malu, takut kepada Yang Maha Kuasa.
Tasawuf itu sendiri berfungsi untuk menjernihkan hati dan membersihkan hawa nafsu dari berbagai sifat yang dimiliki manusia, utamanya sifat kesombongan yang disebabkan oleh banyak hal. Jika ajaran tasawuf itu diamalkan, tidak ada yang namanya saling dengki dan saling iri, justeru yang muncul adalah saling mengisi.
Tasawuf itu buah dari thariqah. Pakaian thariqah adalah tasawuf yang bersumberkan dari akhlak dan tatakrama (adab). Contohnya, orang masuk kamar mandi dengan kaki kiri terlebih dahulu, masuk masjd mendahulukan kaki kanan, dll. Itu semua ajaran tasawuf. Contoh lain, sebelum makan baca Basmalah dan setelah selesai baca Hamdalah. Apa yang diajarkan dalam tasawuf sebagai bentuk rasa terimakasih kepada yang memberi rejeki. Kita ambil satu butir nasi yang terjatuh, karena kita sadar bahwa kita tidak bisa membuat butir nasi, lalu kita bersyukur. Itu semua ajaran tasawuf.
Nah, kalau syariat itu terbatas. Maka jika syariat yang diberlakukan, orang mabuk tidak boleh berdekatan dengan orang Muslim. Kalau tasawuf tidak demikian, mereka harus diajak bicara, mengapa mereka mabuk. Kita tidak boleh tunduk dengan pejabat karena ada alasan tertentu, akan tetapi kita wajib menjaga wibawa pejabat di hadapan umum, sekalipun dengan pribadi kita ada ketidakcocokan. Akan tetapi jangan asal tabrak. Ini semua juga ajaran tasawuf.
Berthariqah dan Batasan Usia
Jika belajar dzikir kepada Allah Swt. menunggu sudah tua, iya kalau umurnya sampai tua. Bagaimana kalau masih muda meninggal? Yang terpenting adalah mereka mengerti tata urutan berthariqah, mengerti syarat dan rukunnya dulu seperti masalah wudhu dan shalat, mengerti sifat wajib, jaiz dan mustahil Allah, mengetahui halal dan haram.
Kalau menertibkan hati menunggu tua, nanti terlanjur hati berkarat tebal. Maka sejak usia muda seyogyanya mereka mulai mengamalkan ajaran thariqah, seperti MATAN (Mahasiswa Ahlit Thariqah An-Nahdliyyah).
Apakah boleh mengikuti baiat thariqah, padahal masih belajar ilmu syariat? Setiap Muslim tentu boleh, bahkan harus, berusaha menjaga serta meningkatkan kualitas iman dan Islam di hatinya dengan berbagai cara. Salah satunya dengan berthariqah. Namun berthariqah sendiri bukan hal yang sangat mudah. Karena, sebelum memasukinya, seseorang harus terlebih dulu mengetahui ilmu syariat. Tapi juga bukan hal yang sangat sulit, seperti harus menguasai seluruh cabang ilmu syariat secara mumpuni.
Yang diprasyaratkan untuk masuk thariqah hanya pengetahuan tentang hal-hal yang paling mendasar dalam ilmu syariat. Dalam aqidah, misalnya, ia harus sudah mengenal sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah. Dalam fiqih, ia sudah mengetahui tata cara bersuci dan shalat, lengkap dengan syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkannya, serta hal-hal yang dihalalkan atau diharamkan oleh agama.
Jika dasar-dasar ilmu syariat sudah dimiliki, ia sudah boleh berthariqah. Tentu saja ia tetap mempunyai kewajiban melengkapi pengetahuan ilmu syariatnya yang bisa dikaji sambil jalan. Syariat lainnya adalah umur yang cukup (minimal 8 tahun), dan khusus bagi wanita yang berumah tangga harus mendapat izin dari suami. Jika semuanya sudah terpenuhi, saya mengimbau segeralah ikut thariqah.
Semua thariqah, asalkan mu’tabarah, ajarannya murni dan silsilahnya bersambung sampai Rasulullah Saw., sama baiknya. Karena semua mengajarkan penjagaan hati dengan memperbanyak dzikrullah, istighfar dan shalawat. Yang terpenting, masuklah thariqah dengan niat agar kita bisa menjalankan ihsan. Jangan masuk thariqah karena khasiatnya atau karena cerita kehebatan guru-guru mursyidnya.
(dikompilasi dari ceramah-ceramahMaulana Habib Luthfi bin Yahya).

Tuesday 26 November 2019

Biografi Syeh Zainuddin Mojosari Loh Ceret Nganjuk

Syekh Zainuddin, Mojosari, Nganjuk

Mbah Kiyai Zainuddin adalah ulama besar Nusantara yang “paling tidak terekspose” bila dibanding dengan ulama-ulama seangkatannya semisal Syekh Nawawi al-Bantaniy, Syekh Sholeh Darat (guru beliau), Syekh Kholil Bangkalan, KH. Dimyathi Tremas Pacitan, Syekh Asnawi Kudus.

Rihlah

Ketika dulu para santri masih menggunakan sitem rihlah (kelana), maka Mbah Kiyai Zainuddin adalah salah satu ulama “wajib” yang dituju para santri pada zaman itu dalam rangka menyempurnakan keilmuan para santri. Dari segi usia memang beliau paling muda dengan teman seangkatannya namun beliau yang paling akhir meninggal dunia (menurut keterangan salah satu santrinya wafat beliau tahun 1954).
Beliau menempati sebuah pondok tua yaitu di Mojosari Loceret Nganjuk. Mungkin karena secara geografis berada di kaki gunung Wilis, maka beliau “tidak banyak diekspose” dibanding sahabat-sahabatnya, karena memang dalam sejarahnya beliau cenderung bergerak dalam keilmuan tasawwuf.

Syahdan Pada Suatu Hari

Syahdan pada suatu hari, seperti biasanya pesantren di bulan Sya’ban selalu mengadakan imtihan (selametan) pengajian pondok di akhir tahun. Pada waktu itu beliau bersama-sama pengurus pondok dan tokoh-tokoh kampung Mojosari berkumpul mengadakan musyawarah untuk gawe besar ini. Disepakati perayaan imtihan dilakukan semeriah mungkin dan dilakukan beberapa hari baik melibatkan pondok maupun masyarakat Mojosari. Akhirnya ada sebagian masyarakat yang mengusulkan diadakan kesenian rakyat yaitu “JARANAN”, dan beliau mbah Kiyai Zainuddin mengiyakan dengan syarat dilakukan di awal dan di luar pondok (di kampung). Maka bersemangatlah masyarakat Mojosari (saat itu masyarakat Mojosari 90% masih abangan dan terkenal sebagai tempatnya maksiyat).

Gembira

Berhari-hari masyarakat Mojosari dan pondok dalam suasana gembira. Rupanya hal ini terdengar sampai jauh di luar Nganjuk. Terbukti para Kiyai menyikapi insiden tersebut karena melihat bahwa Mbah Kiyai Zainuddin adalah salah satu tokoh ulama yang paling disegani. Mereka para Kiyai takut hal ini akan berdampak pada masyarakat santri pada waktu itu. Akhirnya Hadhratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Abdul Wahab Chasbullah, KH. Bisyri Sansuri dan para Kiyai lain bermusyawarah melakukan sikap dan meminta pada Mbah Kiyai Zainuddin untuk bersikap tegas dengan adanya “JARANAN” masuk dalam kegiatan Imtihan. Mereka para Kiyai akhirnya tidak menuai kesepakatan siapa yang harus sowan menghadap kepada Mbah Kiyai Zainuddin. Mereka tidak ada yang berani menghadap mengingat mereka semua adalah murid dan santri beliau. Karena semua Kyai tersebut tidak berani menghadap, akhirnya disepakati dengan memakai mediator surat pernyataan dan ditandatangani oleh bersama.
Setelah selesai rapat musyawarah pernyataan sikap, para Kiyai pulang ke rumah masing-masing. Tempat musyawarah waktu itu dilaksanakan di Tebuireng.

Istirahat

Saat Hadhratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari istirahat, di dalam istirahat itu beliau diingatkan Allah Swt. lewat mimpi, dimana dalam mimpi itu KH. Hasyim Asy’ari dan para ulama seluruh Nusantara mengadakan shalat jama’ah. Dan ternyata dalam shalat jam’aah para ulama itu yang menjadi Imam adalah Mbah Kiyai Zainuddin. Sedangkan beliau Hadhratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari berada pada barisan shof nomer 7.
Setelah terbangun, surat yang tadi sudah jadi dengan tanda tangan yang lengkap dan tinggal dikirim akhirnya tidak jadi disampaikan kepada Mbah Kiyai Zainuddin. Lantas KH. Hasyim Asy’ari mengabari perihal mimpinya tersebut kepada para Kiyai yang ikut menandatangani surat pernyataan di atas. Mereka semua akhirnya sepakat bahwa itu bukan wilayah mereka ngurusi (ikut campur) urusan guru mereka.
Berkat karamah yang dimiliki Mbah Kiyai Zainuddin tersebut, terbukti sekarang masyarakat Mojosari Nganjuk yang tadinya 90 % abangan menjadi 99% Islam dan ta’at.
Ditulis ulang dari tulisan si Mbah Kiyai Aqil Fikri

Monday 18 November 2019

TINGKATAN SABAR MENURUT RASULULLAH SAW.

TINGKATAN SABAR MENURUT RASULULLAH SAW.



Al-Syibli, seorang sufi, ditanya oleh seorang pemuda mengenai sabar. ''Sabar macam apa yang paling sulit?'' tanya pemuda itu. ''Sabar demi Allah,'' jawab Al-Syibli. ''Bukan,'' tolak si pemuda. ''Sabar dalam Allah,'' jawab Al-Syibli. ''Bukan,'' katanya. ''Sabar dengan Allah,'' ucapnya. ''Bukan,'' bantahnya. ''Terkutuklah kamu, sabar macam apa itu?'' kata Al-Syibli jengkel. ''Sabar dari Allah,'' jawab pemuda itu. Al-Syibli menangis, lalu pingsan.

Dialog ini menjelaskan kepada kita mengenai tingkatan sabar bagi kaum sufi. Sabar dari Allah (ash-shabr 'an Allah) paling sulit ditempuh dari tingkatan sabar lainnya. Untuk mencapai maqam ini, Ali bin Abi Thalib selalu berdoa, ''Ya, Tuhanku, Junjunganku, Pelindungku! Sekiranya aku bersabar menanggung siksa-Mu, bagaimana aku mampu bersabar berpisah dari-Mu?!''

Dalam literatur tasawuf, sabar (sabr) salah satu maqam, selain zuhd, ma'rifah, mahabbah, tawbah, wara,' faqr, tawakkal, dan ridha. Menurut Nashiruddin Al-Thusi dalam Manazil Al-Sa'irin, ''Sabar membuat batin tidak sedih, lidah tidak mengeluh, dan anggota badan tidak melakukan gerakan-gerakan.''

Sedang bagi orang awam seperti kita, ada tiga tingkatan sabar seperti dijelaskan Nabi Muhammad SAW dalam Al-Kafi. Ali bin Abi Thalib berkata, ''Rasulullah bersabda, 'Ada tiga macam sabar: sabar ketika menderita, sabar dalam ketaatan, dan sabar untuk tidak membuat maksiat.

Orang yang menanggung derita dengan sabar dan senang hati, maka Allah menuliskan baginya tiga ratus derajat (yang tinggi), ketinggian satu derajat atas derajat lainnya seperti jarak antara bumi dan langit. Dan orang yang sabar dalam ketaatan, maka Allah menuliskan baginya enam ratus derajat (yang tinggi), ketinggian satu derajat atas derajat lainnya seperti derajat antara dalamnya bumi dan 'Arsya. Dan orang yang sabar untuk tidak berbuat maksiat, maka Allah menuliskan baginya sembilan ratus derajat (yang tinggi), ketinggian satu derajat atas derajat lainnya seperti jarak antara dalamnya bumi dan batas-batas terjauh 'Arsy.''

Sabar ketika menderita berarti kita tabah menghadapi musibah dan bencana yang ditimpakan oleh Allah (Q.S. 2:155-57), sebagai ujian untuk menyadarkan kita. Sabar dalam ketaatan berarti kita menahan kesusahan dalam menjalankan ibadah. Contoh konkret, para calon haji harus bersabar ketika pemberangkatannya tertunda. Sabar dalam musibah adalah sumber ridha atau puas menerima takdir Allah. Sabar dalam ketaatan merupakan sumber keakraban dengan Allah. Dan, sabar tidak berbuat dosa adalah sumber ketakwaan diri kepada Allah.

TASHAWWUF AMALIYAH

TASHAWWUF AMALIYAH
KH. Jamaluddin Achmad

Imam Malik berkata: “Barangsiapa yang mendalami ilmu fikih tanpa mendalami ilmu tashawwuf, maka akan menjadi fasik. Dan barangsiapa yang mendalami ilmu tashawwuf tanpa mendalami ilmu fikih, maka akan menjadi kafir zindiq. Dan barangsiapa yang mendalami ilmu fikih dan ilmu tashawwuf, maka ia sungguh menjadi ahli tahqiq (yang menggabungkan ilmu syarî‘at dan haqîqat).” Imam Syafi’i berkata: “Kamu harus pandai ilmu fikih dan ilmu tashawwuf, jangan hanya pandai satu saja. #
Sungguh aku, demi haq Allah, memberi nasehat kepadamu.
Karena orang yang hanya pandai ilmu fikih, itu hatinya keras, tidak merasa takut kepada Allah #
Sedangkan orang yang hanya pandai ilmu tashawwuf saja, itu sangat bodoh (tentang hukum-hukum Islam), lalu bagaimana orang bodoh akan menjadi baik.” Ungkapan Imam Malik dan Imam Syafi’i tersebut menunjukkan bahwa mempelajari ilmu fikih dan tashawwuf adalah menjadi keharusan yang tidak boleh diabaikan, karena ilmu fikih mengarah kepada syarî‘at, dan ilmu tashawwuf mengarah kepada haqîqat.
Syarî‘at dan haqîqat kedua-duanya laksana dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, sebab syarî‘at tanpa haqîqat adalah kosong, dan haqîqat tanpa syarî‘at adalah batal.

Pustaka.almuhibbin

Thursday 14 November 2019

TUJUH LAPIS TENTANG ALAM DAN TINGKATANNYA




TUJUH LAPIS TENTANG ALAM DAN TINGKATANNYA

1. Alam nasut, alam benda, yaitu alam luar ini.
2. Alam mitsal, alamnya permisalan atau perumpamaan, alam jejelma dan penampakan/bayang-bayang.
3. Alam jabarut, alamnya gelombang elektromagnetik, alamnya jin dsb.
4. Alam malakut, alamnya malaikat dan alamnya ruhani/ruh.
5. Alam mulkiyah, alamnya nurani
6. Alam lahut/ilahiyah, alamnya cahaya Ketuhanan
7. Alam Robbaniyah, alamnya Dzat Ketuhanan. .

Biar lebih gamblang lagi tentang alam berikut penjelasan nya :

1. alam nasut, ini adalah alam materi/bendawi.
sebagaimana yang disaksikan mata kita inilah alam nasut.

2. alam jabbarut ini adalah alamnya gelombang
elektromagnetik, alam jabarut tak tampak mata.
diantara alam jabarut adalah alam yang ditempati jin, yaitu alam jaljalut, alamnya sukma dalam tubuh kita, yg sering keluar dari tubuh itu disebut sebagai sukma, sukma itu serasa sebagaimana tubuh kita lengkap, hanya saja kebal (tanpa rasa tubuh) dan transparan tak nampak. diantara ruh-ruh orang yang mati penasaran juga masuk dlm alam penasaran yg satu level dgn alam jabarut ini.

3. alam malakut ini adalah alamnya malaikat, diantara alam malakut adalah alam arwah/alamnya ruh-ruh, alam malakut bertingkat-tingkat. disinilah letaknya ilmu hakekat itu.

4. alam mulkiyah, ini adalah puncaknya alam malakut, disinilah adanya ruhul qudus (ruh suci), pada diri pribadi nurani yg terdalam itulah ruh suci.

5. alam lahut atau alam ilahiyah, disinilah letaknya nur Allah atau Nur Muhammad itu, inilah alam Ketuhanan, yang disebut juga sebagai nukat gaib itu. yang disebut-sebut ilahi itu yah disini ini letaknya.....

6. Alam robbaniyah, ini adalah alam puncaknya
puncak, yaitu alam batinnya lahut/disebalik lahut dan menguasai lahut.

Selamat mengembara, jangan takut nyasar perlu belajar lebih dalam pada ahlinya......
"yen wani ojo wedi-wedi, yen wedi ojo wani-wani".

Monday 7 October 2019

MAKNA WALYATALATTHAF WARNA MERAH DALAM AL-QURAN

MAKNA WALYATALATTHAF 
AYAT ALQUR'AN BERWARNA MERAH & TEBAL 

"WALYATALATTAF" Tulisan yang biasanya ditulis dengan tinta merah dalam Al Qur'an. Sebagai penanda pertengahan Al Qur'an.

WALYATALATTAF yang bermakna LEMAH LEMBUT ayat ke 19 di Surat Al Kahfi. 
Tetapi tulisan berwarna merah ini sudah jarang kita jumpai di dalam Al Qur'an. Cetakan Al Qur'an Timur Tengah sebahagian besar WALYATALATTAF dicetak dengan warna hitam . 
Di Indonesia sebahagian besar dulunya WALYATALATTAF ditulis dengan tinta warna merah tetapi di Indonesia pun penulisan WALYATALATTAF sudah mulai dicetak berwarna hitam Tebal.

Tahukan saudaraku semuanya kenapa WALYATALATTAF dicetak warna merah ... ??? Ketika Utsman bin Affan ra terbunuh, simbahan darahnya mengenai mus'ab Al Qur'an tepat pada tulisan WALYATALATTAF. Maka penulisan WALYATALATTAF ditulis dengan warna merah untuk mengenang kematian Utsman bin Affan ra

Walyatalaththaf berasal dari kata latif yang berarti halus dan lemah lembut. Sebuah karakter atau perangai/akhlak. Umat islam harus memiliki perangai yang penuh dengan kelemah lembutan baik kepada siapa saja. Di dalam asmaul husna pun tercantum kata latif, al hakamu al adlul latif. Memberikan hukum yang adil dan penuh kelembutan. Persoalan perbedaan pemahaman dalam kehidupan beragama semestinya bisa terselesaikan dengan mengedepankan karakter latif ini. Bukan dengan kekasaran dan emosi. semua masalah bisa dikomunikasikan apapun itu.

Kalimat “walyatalaththof” artinya ‘hendaknya bersikap lembut’. Kalimat ini dicetak tebal dengan warna merah karena menurut sebagian kalangan, kata ini merupakan bagian tepat “tengah Alquran”, sehingga dalam Alquran cetakan Indonesia, kalimat tersebut diberi tanda khusus. Namun, ciri semacam ini tidak kami temukan dalam Alquran cetakan Timur Tengah. Bisa jadi, warna merah dengan cetak tebal hanyalah inisiatif percetakan Alquran di tempat kita, sebagai penanda bahwa itu adalah bagian paling tengah dalam Alquran.

Allahu a’lam.
(QS. al kahfi :19)
Sumber : #alanumedia

Thursday 3 October 2019

HARGAI ORANG MU'MIN YANG BEKERJA

HARGAI ORANG MUKMIN YANG BEKERJA

Alkisah, Sahabat Muadz bin Jabal usai makmum Nabi lalu pulang, kemudian di kampungnya beliau jadi imam. Berarti shalatnya shalat iadah, mengulang.

Shalat iadah itu boleh meskipun asar, karena ada sebab. Shalat bakda asar itu tidak boleh, kecuali ada sebab, termasuk sebab itu adalah iadah.

Banyak yang shalat makmum Muadz itu, orang yang untanya ditinggal di pematang, di kebun, digembalakan. Ada yang terburu suatu urusan, tapi Muadz baca Qurannya lama. Saking lamanya, ada orang yang mufaaraqah (keluar barisan shalat). Muadz masih shalat, didahului. Misalnya, Muadz membaca Surat al-Baqarah didahului dengan baca Qulhu (al-Ikhlas), otomatis tertinggal, terus selesai.

Sahabat Muadz ini pede sekali, sampai beliau berkata: apa kamu melihat, yang dilakukan orang itu munafik - mengomentari si A'rabi (yang keluar barisan) tadi itu - Karena dia shalat sama saya, terus bubar sebelum saya selesai, itu munafik.

Itu munafik, kata Muadz. Walhasil, terus orang Badui tadi lapor Nabi, Muadz dipanggil. Kata Imam Bukhari, Nabi tak pernah semarah itu. Muadz ditegur oleh Nabi, dimarahi. ''Afattaanun anta ya Muadz 3x," sampai tiga kali, Kamu itu tukang fitnah. Kamu itu tukang merusak agama. inna minkum munaafirin, katanya, di antara kalian mengajak agama tapi menjadikan orang lari dari agama, yaitu karena ketika shalat kelamaan. Jangan kelamaan. Kalau kelamaan orang tidak suka shalat. Itu hadits sahih: inna minkum munaffirin.

Akhirnya Muadz berharap, "aku sampai ingin islam saat ini, sebelum tak islam". Maksudnya, "baru sekarang ini aku tahu rasanya dimaki-maki Nabi sampai begini". Artinya begini: ketika Muadz bilang A'rabi salah, ternyata yang salah Muadz.

Jangan-jangan kalau kita mengaji hari senin, waktunya orang ke kantor, orang kerja, macam-macam, jam 9 siang, masyarakat tidak mau mengaji, Allah membenarkan yang tidak mau mengaji. Karena ini ada syariat pengangguran massal.

Kamu tidak bisa mengomentari: orang kok diajak mengaji (tak mau). Jika Nabi masih hidup, mungkin kita yang disalahkan karena munaffirin, waktu orang cari uang kok diajak mengaji.

Disarikan dari ceramah KH. Bahauddin Nursalim (Gus Baha')

Thursday 26 September 2019

WASIAT IMAM AL-GHAZALI

WASIAT IMAM AL-GHAZALI



Imam Ghozali terbangun pada dini hari dan sebagaimana biasanya melakukan shalat dan kemudian beliau bertanya pada adiknya, “Hari apakah sekarang ini?”
Adiknya pun menjawab, “Hari senin.”
Beliau kemudian memintanya untuk mengambilkan sajadah putihnya, beliau menciumnya, menebarkannya dan kemudian berbaring diatasnya sambil berkata lirih, “Ya Allah, hamba mematuhi perintahMu,”… dan beliau pun menghembuskan nafas terakhirnya. (14 Jumadil Akhir tahun 505 H )
Di bawah bantalnya mereka menemukan bait-bait berikut, ditulis oleh Al-Ghazali ra. barangkali pada malam sebelumnya. :
“Katakan pada para sahabatku, ketika mereka melihatku mati.
Menangis untukku dan berduka bagiku.
Janganlah mengira bahwa jasad yang kau lihat ini adalah aku.
Dengan nama Allah, kukatakan padamu, ini bukanlah aku.
Aku adalah jiwa, sedangkan ini hanyalah seonggok daging
Ini hanyalah rumah dan pakaian ku sementara waktu.
Aku adalah harta karun, jimat yang tersembunyi.
Dibentuk oleh debu, yang menjadi singgasanaku.
Aku adalah mutiara, yang telah meninggalkan rumahnya.
Aku adalah burung, dan badan ini hanyalah sangkar ku.
Dan kini aku lanjut terbang dan badan ini kutinggal sbg kenangan.
Puji Tuhan, yang telah membebaskan aku
Dan menyiapkan aku tempat di surga tertinggi,
Hingga hari ini , aku sebelumnya mati, meskipun hidup diantara mu.
Kini aku hidup dalam kebenaran, dan pakaian kubur ku telah ditanggalkan.
Kini aku berbicara dengan para malaikat diatas,
Tanpa hijab, aku bertemu muka dengan Tuhanku.
Aku melihat Lauh Mahfuz, dan didalamnya ku membaca
Apa yang telah, sedang dan akan terjadi.
Biarlah rumahku runtuh, baringkan sangkarku di tanah,
Buanglah sang jimat, itu hanyalah sebuah kenang2an, tidak lebih.
Sampingkan jubahku, itu hanyalah baju luar ku,
Letakkan semua itu dalam kubur, biarkanlah terlupakan
Aku telah melanjutkan perjalananku dan kalian semua tertinggal.
Rumah kalian bukanlah tempat ku lagi.
Janganlah berpikir bahwa mati adalah kematian, tidak, itu adalah kehidupan,
Kehidupan yang melampaui semua mimpi kita disini,
Di kehidupan ini, kita diberikan tidur,
Kematian adalah tidur, tidur yang diperpanjang
Janganlah takut ketika mati itu mendekat,
Itu hanyalah keberangkatan menuju rumah yang terberkati ini
Ingatlah akan ampunan dan cinta Tuhanmu,
Bersyukurlah pada KaruniaNya dan datanglah tanpa takut.
Aku yang sekarang ini, kau pun dapat menjadi
Karena aku tahu kau dan aku adalah sama
Jiwa-jiwa yang datang dari Tuhannya
Badan badan yang berasal sama
Baik atapun jahat, semua adalah milik kita
Aku sampaikan pada kalian sekarang pesan yang menggembirakan
Semoga kedamaian dan kegembiraan Allah menjadi milikmu selamanya.”

Tuesday 24 September 2019

KEUTAMAAN MANDI SEBELUM SHUBUH

KEUTAMAAN MANDI SEBELUM SUBUH

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan bunyi kokok ayam jantan di waktu malam, sebagai penanda kebaikan, dgn datangnya Malaikat dan kita dianjurkan berdoa. Ini bagian dari keistimewaan ayam.
Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan,
وللديك خصيصة ليست لغيره من معرفة الوقت الليلي فإنه يقسط أصواته فيها تقسيطا لا يكاد يتفاوت ويوالي صياحه قبل الفجر وبعده لا يكاد يخطئ سواء أطال الليل أم قصر ومن ثم أفتى بعض الشافعية باعتماد الديك المجرب في الوقت
Ayam jantan memiliki keistimewaan yg tidak dimiliki binatang lain, yaitu mengetahui perubahan waktu di malam hari. Dia berkokok di waktu yg tepat dan tidak pernah ketinggalan. Dia berkokok sebelum subuh dan sesudah subuh, hampir tidak pernah meleset. Baik malamnya panjang atau pendek. Karena itulah, sebagian syafiiyah mefatwakan untuk mengacu kepada ayam jantan yg sudah terbukti, dalam menentukan waktu. (Fathul Bari, 6/353).
Sabda beliau, ‘ayam mengingatkan (orang) untuk shalat’ bukan maksudnya dia bersuara, ‘shalat..shalat..’ atau ‘waktunya shalat…’ namun maknanya bahwa kebiasaan ayam berkokok ketika terbit fajar dan ketika tergelincir matahari. Fitrah yg Allah berikan kepadanya. (kitab Fathul Bari, 6/353).
Doa Ketika Dengar Ayam Berkokok
Kokok ayam adalah suara yg paling disukai Allah Swt. Suara kokok ayam menandai turunnya malaikat membawa rahmat-Nya. Ketika berkokok, konon ayam mengucapkan, “Lâ ilâha illallâh”. Karenanya doa ini dianjurkan untuk dibaca saat ayam berkokok.
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
Lâ ilâha illallâh. Allâhumma innî as’aluka min fadhlika.
Artinya, “Tiada tuhan yang disembah selain Allah. Hai Tuhanku, aku meminta kepada-Mu sebagian dari kemurahan-Mu,” (Lihat Sayid Utsman bin Yahya, kitab Maslakul Akhyar, Cetakan Al-‘Aidrus, Jakarta).
-------
Sedang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam setiap pagi hari memanjatkan doa untuk umatnya.
اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا
“Ya Allah berikanlah berkah kepada umatku di pagi hari mereka.” (HR. Tirmidzi).
Artinya, pagi bukan saatnya untuk berleyeh2, apalagi kembali pulas mendengkur. Oleh sebab itu, mesti ada niat dan ikhtiyar kuat dlm diri agar kita tdk termasuk umat Islam yg kehilangan berkah, justru di awal suatu hari bermula.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.”
------
Manfaat Mandi Sebelum Subuh
Keistimewaan mandi fajar yaitu mandi pada pagi hari sebelum adzan subuh yg banyak sekali orang tidak mengetahuinya. Sebenarnya banyak sekali kelakuan di saat2 tertentu dalam islam, namun kita tidak mengetahui bahwa itu banyak khasiat dan manfaatnya bagi kita. Diantaranya ialah Mandi diwaktu terbit fajar (sekitar pukul 4 pagi) waktu istimewa.
Para Nabi dan Rasul adalah manusia mulia yg senantiasa menghidupkan waktu sepertiga malam sampai fajar. Untuk itu mereka adalah manusia yg paling sehat dibanding umatnya. Keteladanan ini diikuti para tabiin, tabiut tabiin dan salafush shalih. Mereka meraih kesehatan dengan banyak mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, dan Insya Allah termasuk kebiasaan mandi dikala fajar.
Syaikh Dr. Abdul Hamid Dayyat dari Universitas Kairo, Mesir menjelaskan maanfat kesehatan yg diperoleh orang dgn bangun pagi banyak sekali. Diantaranya, gas O3 diudara sangat melimpah saat fajar, kemudian berkurang sedikit demi sedikit, hinnga habis ketika matahari terbenam. Gas O3 mempunyai pengaruh yg positif pada urat saraf, mengaktifkan kerja otak dan tulang. Ketika seseorang menghirup udara fajar yg dinamakan udara pagi, dia merasakan kenikmatan dan kesegaran tiada taranya diwaktu manapun, baik siang atau malam.
Bagi kalian yg senantiasa melakukan mandi fajar dgn kontinyu/istiqamah/rutin, akan mendapatkan beberapa faedahnya antara lain :
1.Tidak terkena penyakit Ain (sakit, demam,pilek dan lain sebagainya).
2.Tidak akan terkena sihir, guna2, santet baik dari Jin maupun ulah manusia.
3.Badan akan sehat selalu.
4.Wajahnya bercahaya.
5.Doanya mudah dikabulkan Allah SWT.
6.Sukar di do’akan jahat oleh orang lain (seperti di sumpahi, maka akan berbalik kepada yg menyumpahinya).
7.Mengawetkan daya tahan mata, tidak mudah rabun.
8.Belum lagi khasiat lainnya
(Keistimewaan mandi fajar ini saya kutip dari kitab Al-Fawaa-id Fish-shilaati Wal-Awaad-id, karya : Al-Allamah Asy-Syekh Syihabuddin Ahmad bin Abdul Lathif Asy-Syarajy Al-Yamany)
--------
Hasil penelitian yg dirilis oleh situs informasi dan konsultasi kesehatan, www.doktersehat.com, menyatakan ada 3 waktu yg seharusnya dihindari kebiasaan seseorang untuk mandi, Berbahaya!! Bahkan bisa menyebabkan kematian mendadak. Simak penjelasannya di bawah ini.
1. Jangan Mandi 30 Menit Setelah Shalat Ashar
Pada waktu tersebut kondisi darah dalam tubuh sedang panas, sehingga jika kita memaksakan diri untuk mandi, maka bisa mengakibatkan rasa lelah dan letih yg berlebihan.
2. Jangan Mandi Setelah Maghrib
Pada waktu maghrib antara pukul 18.00 – 19.00 juga dilarang, dikarenakan kondisi jantung kita pada waktu itu sangat melemah. Selain itu, mandi pada waktu tersebut juga meningkatkan resiko penyakit paru-paru basah.
3. Jangan Mandi Setelah Waktu Isya Sampai Jam 12 Malam
Setelah waktu isya, merupakan waktu dimana jantung kita butuh beristirahat. Mandi pada saat itu akan menyebabkan kerusakan jantung permanen jika kita lakukan secara terus menerus. Selain itu, mandi pada waktu setelah isya bisa mengakibatkan penyakit reumatik.
Jika anda memang tak memiliki waktu yg tepat untuk mandi, berikut ini adalah waktu alternatif yg dianjurkan untuk mandi.
Waktu yg direkomendasikan ini sudah pasti mengandung manfaat untuk tubuh.
1. Mandi di Waktu Subuh atau Sebelum Subuh
Mandi sebelum subuh sangat dianjurkan, karena mengandung ozon dalam air lebih tinggi sehingga membuat badan lebih segar dan lebih awet muda. Rasululah selalu melakukan mandi sebelum subuh, karena mandi di waktu ini akan menguatkan daya tahan tubuh.
2. Mandi di Waktu Ashar
Mandi pada waktu ashar atau sekitar pukul 15.00 akan membuat tubuh anda lebih segar. Selain itu, mandi pada waktu ashar juga mampu meningkatkan kekebalan tubuh sehingga tidak akan mudah terkena penyakit. Demikian, silahkan di share ke yang lain agar bermanfaat.
Manfaat Mandi Di Sepertiga Akhir Malam
Mandi di sepertiga akhir malam sebelum memulai rangkaian qiyamullail. Jika ditinjau dari kesehatan dan penelitian kesehatan ternyata memiliki manfaat yg sangat besar. Mandi yang biasa kita lakukan pada pagi hari memang memiliki pengaruh besar untuk memulai aktifitas setelah tubuh menyisakan lelah setelah berjam2 tidur di malam hari. Rasa kantuk tentunya tak mudah hilang hanya dgn berwudlu atau cuci muka. Tubuh akan terasa segar dan bersemangat untuk memulai aktivitas setelah mendapat siraman air dingin menyegarkan.
Semoga Bermanfaat. Amin...
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ...

Wednesday 18 September 2019

NASEHAT HADROTUS SYEKH HASYIM ASY'ARI DALAM MEMILIH GURU PANUTAN

Nasehat Hadrotussyekh Hasyim Asy'ari Dalam Memilih Guru/Panutan.



Menyampaikan keharusan untuk berhati-hati dalam mengambil ilmu (agama).
Tidak boleh mengambilnya dari orang yang bukan ahlinya.
Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa Imam Malik ra berkata,
“Jangan mengambil ilmu dari pelaku bid’ah.
Jangan mengambilnya dari orang yang tidak diketahui siapa gurunya.
Dan jangan mengambilnya dari orang yang berdusta tentang ucapan manusia, kendati tidak berdusta tentang ucapan Rasulullah SAW.”
Ibnu Sirin rahimahullah menceritakan:
هذَا اْلعِلْمُ دِيْنٌ, فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ
Artinya: “Ilmu (hadis) ini adalah agama. Jadi, telitilah dari siapa kamu mengambil agamamu.”
Ad Dailami meriwayatkan dari Ibnu Umar ra secara marfu’ yang menyatakan:
اْلعِلْمُ دِيْـنٌ , وَالصَّلاَةُ دِيْـنٌ , فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ هذَا اْلعِلْمَ , وكَيْفَ تُصَلُّوْنَ هذِهِ فَإِنَّكُمْ تُسْأَلُوْنَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ , فَلاَ تَرووهُ اِلاَّ عَمَّنْ تَحَقَّقَتْ أَهْلِيَّــتَهُ بِأْنْ يَكُوْنَ مِنَ اْلعُدُوْلِ الثِّقَــاتِ الْمُتَّقِيْنَ
Artinya:
“Ilmu adalah agama.
Dan shalat adalah agama.
Jadi, telitilah dari siapa kamu mengambil ilmu ini. Dan bagaimana kamu menunaikan shalat ini, karena kamu akan ditanya pada Hari Kiamat.
Jadi, jangan meriwayatkannya selain dari orang yang telah teruji keahliannya sebagai orang yang adil, terpercaya dan mumpuni.”
Dalam kitab Shahihnya, Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
سَيَكُونُ فِى آخِرِ أُمَّتِى أُنَاسٌ يُحَدِّثُونَكُمْ مَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ وَلاَ آبَاؤُكُمْ فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ
Artinya: “Pada akhir umatku akan ada orang-orang yang menceritakan kepada kalian sesuatu yang belum pernah kalian dengar sendiri dan belum pernah didengar oleh bapak-bapak kalian.
Maka waspadalah kalian terhadap mereka.”
Dalam Shahih Muslim juga disebutkan bahwa Abu Hurairah ra menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
يَكُونُ فِى آخِرِ الزَّمَانِ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ يَأْتُونَكُمْ مِنَ الأَحَادِيثِ بِمَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ وَلاَ آبَاؤُكُمْ فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ لاَ يُضِلُّونَكُمْ وَلاَ يَفْتِنُونَكُمْ.
Artinya: “Pada akhir zaman kelak akan ada dajjal-dajjal pendusta yang datang kepada kalian dengan membawa hadis-hadis yang belum pernah kalian dengar sendiri dan belum pernah didengar oleh bapak-bapak kalian.
Maka waspadalah kalian terhadap mereka.
Jangan sampai mereka menyesatkan dan menimpakan fitnah kepada kalian.”
Masih dalam kitab yang sama juga disebutkan bahwa Amr bin Ash ra berkata, “Sesungguhnya di dalam lautan terdapat setan-setan yang terpenjara. Mereka diikat oleh Sulaiman bin Daud ra.
Tidak lama lagi setan-setan itu akan keluar lalu membaca Al Qur’an di depan manusia.”
An Nawawi rahimahullah berkata, “Maksudnya mereka membaca sesuatu yang bukan Al Qur’an tetapi mereka mengatakan bahwa itu adalah Al Qur’an untuk memperdaya orang-orang awam.”
Ath Thabrani meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Darda’ ra yang menyatakan:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الأَئِمَّةُ الْمُضِلُّونَ
Artinya:“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terhadap umatku adalah pemimpin-pemimpin yang menyesatkan.”
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis dari Umar ra yang menyatakan:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِى كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمُ اللِّسَانِ
Artinya:“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terhadap umatku adalah setiap orang munafik yang pintar berbicara.”
Al Munawi rahimahullah mengatakan, “Maksudnya, memiliki banyak ilmu retorika, tetapi tidak memiliki ilmu tentang masalah hati dan sedikit beramal.
Dia menjadikan ilmunya sebagai profesi untuk mencari makan dan sebagai kebanggaan untuk mengangkat status sosialnya.
Dia mengajak orang lain ke jalan Allah SWT., tetapi dia sendiri malah menjauh.”
Ath Thabrani meriwayatkan sebuah hadis dari Ali ra yang menyatakan:
إِنِّي لاَ أَتَخَوَّفُ عَلَى أُمَّتِيْ مُؤْمِنًاً وَلاَ مُشْرِكًاً ، فَأَمَّا الْمُؤمِنُ فَيَحْجِزُهُ إِيْمَانُهُ ، وَأَمَّا الْمُشْرِكُ فَيَقْمَعُهُ كُفْرُهُ ، وَلَكِنْ أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ مُنَافِقًاً عَالِمَ اللِّسَانِ يَقُولُ مَا تعْرِفُونَ وَيَعْمَلُ مَا تُنْكِرُونَ
Artinya:“Sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan umatku dari ancaman orang mukmin dan orang musyrik. Adapun orang mukmin, imannya akan mencegahnya.
Sedangkan orang musyrik, kekafirannya akan menghalanginya.
Akan tetapi aku mengkhawatirkan kalian dari ancaman orang munafik yang pintar berbicara.
Dia mengatakan apa yang kalian nilai makruf (baik) dan mengerjakan apa yang kalian nilai munkar (buruk).”
Ziyad bin Hudair rahimahullah mengatakan,
“Umar bin Khaththab ra pernah bertanya kepadaku:
‘Apakah kamu tahu apa yang akan menghancurkan Islam?’
Aku menjawab: ‘Tidak’.
Lalu dia berkata: ‘Islam akan dihancurkan oleh kekeliruan orang yang alim (berilmu), perdebatan orang munafik yang menggunakan Al-Qur’an, dan keputusan pemimpin-pemimpin yang menyesatkan’.
Demikian pernyataan Hadratussyaikh mengutip hadis dan qaul ulama tentang keharusan berhati-hati dalam mengambil ilmu (agama), karena kredibilitas guru menentukan kualitas keilmuan dan keabsahan dalam berdalil.
Salah berguru, akan mengakibatkan kerancuan keilmuan.
Untuk mari kita cerdas dalam memilih guru.
Tentu semua guru adalah mulia, tetapi setiap mereka mempunyai spesialisasi yang berbeda-beda menurut keilmuan yang dipelajari dan didalami.
Bukankah kita ketika ingin belajar fikih kepada yang memang kredibel di bidang fikih?
Seperti itulah bagaimana ulama-ulama dan para kiai dahulu belajar, ketika ingin belajar suatu disiplin keilmuan mendatangi guru yang dianggal faktual di bidang tersebut.
Semoga bermanfaat.
Sumber: Kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari

Saturday 14 September 2019

HAKIKAT ZIKIR MENURUT SYEKH ABDUL QODIR JAELANI

HAKIKAT ZIKIR MENURUT
SYEIKH ABDUL QADIR AL JILANI

Syeikh Abdul Qadir Al Jilani berkata, diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda :
"Maukah kuceritakan kepadamu tentang amalmu terbaik dan paling bersih dalam pandangan Allah swt, serta orang yang tertinggi darjatnya di antaramu, yang lebih baik dari menyedekahkan emas dan perak serta memerangi musuh-musuhmu dan memotong leher mereka, dan mereka juga memotong lehermu? Para sahabat bertanya, Apakah itu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Dzikir kepada Allah swt."
(Riwayat Baihaqi)

Rasulullah saw bersabda :
"Yang paling utama aku ucapkan, aku dan ucapan para Nabi sebelumku adalah 'Laa Ilaaha Illallaah'. Setiap Maqam Zikir ada syarat martabat tertentu, baik zikir bersuara (Jahr) maupun yang tersembunyi (Khafi).
Bermula adalah Zikir Lisan, kemudian Zikir Jiwa (Nafs), kemudian Zikir Qalbu, lalu Zikir Roh, kemudian Zikir Sirr (Rahsia Roh), kemudian Zikir Rahsia (Khafi), lalu Zikir Paling Rahasia (Akhfal Khafi).
Zikir Lisan adalah zikir, di mana dengan zikir itu mengingatkan qalbu yang lalai pada ingat Allah Taala.
Zikir Jiwa (Nafs) adalah zikir yang terdengar oleh huruf maupun suara, tetapi terdengar oleh rasa dan gerak-gerik dalam batin.
Zikir Qalbu adalah aktiviti qalbu dengan segala apa yang tersembunyi di dalamnya dari pancaran Kemaha-agungan dan Kemaha-indahanNya.
Zikir Roh, tersimpul pada penyaksian Cahaya-Cahaya Tajalli Sifat.
Zikir Sirr, adalah fokusnya ketersingkapan rahsia-rahsia Ilahiyah.
Zikir Khafi adalah menyelaraskan Cahaya-Cahaya Kemahaindahan Zat Ahadiyah di tempat yang benar.
Sedangkan Zikir Akhfal Khafi adalah memandang pada Hakikat Haqqul Yaqin, dan tak ada yang nampak kecuali hanya Allah Taala, sebagaimana firmanNya :
"Maka sesungguhnya Dia Maha Tahu yang rahsia dan yang lebih tersembunyi." (Thaha : 7).
Perlu diketahui, di sana ada sisi Roh lain yang lebih lembut dibanding roh roh yang ada yang disebut dengan 'Thiflul Maani', iaitu suatu kelembutan yang memotivasi seluruh gerak menuju kepada Allah swt. Para Ulama Sufi menegaskan, Roh ini tidak bersemai pada setiap orang namun lebih bersemai pada kalangan Khusus, sebagaimana firman Allah Taala:
"Allah mempertemukan Roh dari perintahNya pada orang yang dikehendaki dari kalangan hamba-hambaNya." (Ghafir: 15)
Roh tersebut yang berganding secara lazim dengan Alam Qudrat dan Musyahadah di Alam Hakikat, sehingga sama sekali tidak berpaling kepada selain Allah swt, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw:
"Dunia itu haram bagi Ahli Akhirat, dan Akhirat itu haram bagi Ahli Dunia, dan keduanya haram bagi Ahlullah." (Ad-Daylamy)
Sedangkan Jalan Wushul kepada Allah Taala, melalui peneladanan jejak secara fisik di jalan yang lurus melalui Hukum Syariat, baik malam maupun siang. Sedangkan di satu sisi, harus melakukan zikir kepada Allah Taala, sebagai keharusan yang mesti dilakukan oleh Para Pencari, sebagaimana firmanNya:
"Iaitu orang-orang yang berzikir kepada Allah baik ketika berdiri dan ketika duduk dan ketika tidur, dan bertafakur." (Ali Imran: 191)
Yang dimaksudkan dengan berdiri adalah zikir di siang hari, dan makna duduk adalah zikir di malam hari. Begitu pula ketika dalam tidur, dalam suasana tergenggam Ilahi, terhamparkan keleluasaan jiwanya, ketika sehat, sakit, kaya, miskin, mulia dan abadi, dan sebagainya.
Wallahu a'lam.

Thursday 8 August 2019

TANYA JAWAB SEPUTAR QURBAN

Tanya Jawab Seputar Qurban Pertanyaan 1: 
Apakah boleh si pemotong qurban untuk mengambil bagian kaki dan kepala qurban itu ?
Jawaban:
Yang dimaksud si pemotong qurban dalam hal ini tentu adalah orang yang diwakilkan untuk memotong atau menyembelihnya bukan pemilik qurban itu sendiri. 
Jika si pemotong diberikan kaki dan kepala atau kulit sebagai upah pemotongan, maka hukumnya tidak boleh. Karena dengan demikian berarti bagian itu dijual. Sedang orang yang menjual bagian qurbannya maka tidak ada udhiyah / qurban baginya, atau dengan kata lain tidak sah qurbannya. Adapun memberikan si pemotong kepala dan kaki atau kulit tadi sebagai shadaqah atau hadiah yang tidak dikaitkan dengan pemotongan, sedang upahnya dibayar tersendiri dan ditanggung yang berqurban, maka boleh dan tidak ada larangan padanya. Dalam kitab Busyral Karim (II/128) disebutkan, "Tidak boleh menjual sedikitpun bagian dari qurban dan tidak boleh memberikan si pemotong bagian qurban sebagai upahnya walaupun kulit. Tetapi ongkos atau upah pemotongan itu ditanggung oleh orang yang berqurban". Oleh karena itu sebaiknya bagi panitia Qurban, selain menerima qurban juga memberitahukan bahwa orang yang berqurban harus membayar upah pemotongannya.

Pertanyaan 2 :
Bolehkah orang yang sudah menerima daging qurban kemudian menjualnya kepada orang lain?. Jawaban: 
Bagi orang yang berqurban, tidak boleh menjual sedikitpun bagian dari qurbannya. Adapun orang yang menerima qurban, jika dia adalah faqir miskin maka setelah qurban itu berada di tangannya jadilah itu haknya seperti daging biasa. Oleh karenanya boleh orang yang faqir atau miskin tadi menjualnya, tetapi harus dijual kepada orang islam. Adapun orang kaya, jika mereka dikirimi atau diberikan qurban, maka dia hanya boleh mempergunakan daging tadi sebagai makanan atau jamuan atau disedekahkan kepada orang lain. Tidak boleh dia menjualnya. (Busyral Karim II/128)

Pertanyaan 3 : 
Yang diharamkan untuk makan daging qurban/aqiqah yang wajib atau nadzar, apakah khusus bagi orang yang qurban/aqiqah saja, ataukah juga keluarganya yang masih wajib dinafkahi? 
Jawaban: Yang diharamkan adalah orang yang qurban/aqiqah wajib atau nadzar dan juga orang yang wajib dinafkahinya, termasuk anak dan isterinya. Referensi: Al Baajuri II/300

Pertanyaan 4 : 
Daging qurban wajib setelah diterima oleh yang berhak kemudian diberikan kembali kepada orang yang qurban, apakah orang yang qurban tidak boleh memakan daging tersebut? 
Jawaban: 
Boleh karena daging itu sudah dimiliki oleh orang yang berhak tadi, dan setelah dimilikinya maka dia berhak menggunakan daging itu untuk apapun. Jadi jika diberikan lagi kepada orang yang berkurban maka boleh-boleh saja dan boleh memakannya, karena sekarang daging itu sudah tidak menjadi daging kurban lagi, tetapi menjadi daging hibbah atau shodaqah. Referensi : Al Baajuri II/302

Pertanyaan 5 : 
Apakah dibolehkan memindahkan hewan qurban dari daerahnya orang yang berqurban ke daerah lain? Jawaban: 
Boleh, baik hewan tersebut sudah disembelih atau belum. Referensi: Kifaayatul Akhyar II/242, Itsmidul ‘Ainain hal.78

Pertanyaan 6 :
Bolehkah menjual tanduk dan kikil (teracak, jawa) dari hewan qurban wajib untuk ongkos orang yang mengurusinya? 
Jawaban:
Tidak boleh, sekalipun dari hewan qurban sunnah. Referensi: Al Baajuri II/311, I’anatuth Thalibin II/333

Pertanyaan 7 :
Bolehkah aqiqah untuk salah seorang anak sekaligus diniati sebagai qurbannya anak tersebut? Jawaban: 
Kalau aqiqah dan qurbannya itu sama-sama sunnah dan kambingnya satu, dalam hal ini ada perbedaan pendapat, menurut imam Ibnu Hajar Al Haitami tidak boleh sedangkan imam Ar Romli mengatakan boleh. Begitu pula jika kambingnya dua atau lebih tapi diniati sekaligus, artinya tidak ditentukan mana yang untuk aqiqah dan mana yang untuk qurban, maka juga khilaf antara ulama seperti diatas. Tapi kalau kambingnya dua atau lebih dan masing-masing ditentukan, mana yang untuk aqiqah dan mana yang untuk qurban maka sah/ boleh, tidak ada khilaf antara ulama. Referensi: Al Baajuri II/304, Al Qulyubi IV/255, Itsmidul ‘Ainain hal.77

Pertanyaan 8 :
Bolehkah kulit kambing kurban dimiliki (diambil) oleh sebagian orang dari panitia kurban, yang juga mereka telah memperoleh pembagian dagingnya? 
Jawaban :
 Boleh kulit kambing diberikan kepada mereka, dalam hal ini yang dilarang baik dalam kurban wajib atau sunnah, adalah menjual sebagian daging atau kulit kurban atau menjadikan kulit atau kikilnya sebagai upah (ongkos) bagi yang mengurusi penyembelihan. Referensi: Al Baajuri II/302

Sunday 4 August 2019

RANGKAIAN IBADAH HAJI DARI AWAL HINGGA AKHIR

Rangkaian Ibadah Haji dari Awal hingga Akhir


Foto: Salah satu suasana thawaf pada Haji 2019

Ibadah  Hajim merupakan rukun Islam sesuai. Ibadah yang memulai sekali ini memulai kompilasi jemaah pindah Tanah Suci dari tempat-tempat yang telah ditentukan Syariat, atau dikenal dengan Miqat.Setelah pindah Miqat, jemaah harus memakai pakaian ihram kemudian pindah kalimat Talbiyah.
Sebagian jemaah boleh berniat ibadah haji saja, dan ini disebut Haji Ifrad. Atau jemaah berniat melaksanakan haji dan umrah secara bersamaan, atau dikenal Haji Qiran.Jemaah juga bisa mendahulukan niat umrah dari ibadah haji, yang dikenal dengan Haji Tamattuk. Haji ini dilakukan dengan memakai ihram dari miqat dengan niat umrah pada musim haji, setelah tahallul, memakai ihram lagi dengan niat haji pada hari Tarawiah (8 Zulhijah). Bagi yang melaksanakan haji Tamattuk diwajibkan membayar bendungan.
Jemaah pindah rangkaian ibadah di daerah tempat-tempat suci, mulai dari Masjidil Haram di Mekah hingga bukit Arafah, dengan melintasi Mina dan Muzdalifah. Setelah tiba di Mekah, jemaah melakukan Thawaf Qudum (Thawafatang) dengan tujuh kali perebutan Ka'bah.
Di hari kedelapan Dzulhijjah atau lebih dikenal Hari Tarwiyah, jemaah meninggalkan Mekah menuju Mina, yang berjarak enam kilomter. Jemaah menginap di Mina hingga hari Arafah (9 Dzulhijjah) kemudian kembali ke penginapan di hari-hari Tasyriq.
Setelah matahari terbit di hari ke-9 Dzulhijjah, para tamu Allah naik ke bukit Arafah untuk melaksankan Wukuf hingga Matahari naik.Mereka menjamak salat qashar Shalat Zuhur dan Ashar saat Wukuf.
Luas bukit Arafah lebih dari 10 kilometer persegi dan terletak 10 kilometer dari Mina.
Kemudian jemaah menuju Muzdalifah yang terletak tujuh kilometer dari Arafah setelah selesai melaksanakan Wukuf malam itu juga. Mereka melaksanakan Salat Maghrib dan Isya jamak dan qashar.Kemudian jemaah mengumpulkan kerikil untuk melempar jumrah di Mina esok dibawa dan jemaah diselesaikan di situ sampai hari berikutnya, 10 Dzulhijjah.
Pada hari kesepuluh Dzulhijjah atau Hari Raya Idul Adha, jemaah kembali ke Mina untuk melempar kerikil di hari pertama melempar Jumrah Aqabah Al-Kubra.
Di Mekah, jemaah melaksanakan Thawaf Ifadha tujuh putaran. Jika jemaah telah melaksanakan Sa'i antara Safa dan Marwa tujuh kali setelah Thawaf Ifadha.
Selanjutnya jemaah melalui hari-hari Tasyriq di Mina dan melempar jumrah selama tiga hari; lempar jumrah kecil, sedang dan besar. Jika beberapa dari mereka berhasil pada hari kedua, maka tidak ada dosa yang dibatalkan.
Thawaf Wada 'merupakan rangkaian terakhir dari ibadah haji. Jemaah pulang Ka'bah sebelum pulang negara masing-masing.
Sumber: Al-Jazeera 

JEJAK SEJARAH MURSYID THORIQOH AT-TIJANI SYEKH MUHAMMAD BIN YUSUF

  "Jejak Histori Syekh Muhammad bin Yusuf sukodono - Ampel Surabaya, abahny a KH Ubaid dan KH Zaid, salah satu pembawa Thoriqoh At-Tija...