Friday 6 March 2020

KISAH MUADZIN YANG MURTAD DEMI WANITA

Dalam kitabnya yang berjudul “At-Tadzkirah”, Imam Qurthubi menceritakan sebuah kisah tentang seorang muadzin yang senang beribadah dan bercahayakan ketaatan kepada Allah.
Suatu hari ia menaiki menara seperti biasanya untuk mengumandangkan adzan. Kebetulan di bawah menara tersebut terdapat rumah seorang Nashrani dzimmi. Ia pun melihat ke rumah tersebut, lantas ia melihat puteri pemilik rumah itu. Ia terpesona kepadanya, lalu tidak jadi adzan. la turun menemuinya dan masuk ke rumahnya.
Wanita itu bertanya kepadanya: “Ada urusan apa engkau ke sini?”.
Ia menjawab: “Aku menginginkanmu”. Wanita itu bertanya lagi: “Untuk apa?”.
Ia menjawab: “Engkau telah merampas hatiku dan telah mengambil segenap jiwaku”.
Wanita itu berkata: “Aku tidak ingin menjawabmu dengan main-main”.
Ia menjawab: “Aku ingin menikahimu”.
Wanita itu menjawab: “Bagaimana mungkin, kamu seorang muslim sedangkan aku seorang Nashrani. Ayahku pasti tidak akan mau menikahkanku denganmu”.
Ia pun berkata: “Aku akan masuk agama Nashrani”.
Wanita itu berkata: “Jika engkau melakukan hal itu, maka aku siap menikah denganmu”.
Maka kemudian ia pun memeluk agama Nashrani dan menikah dengan wanita itu. Ia tinggal bersama mereka di rumah itu.
Di pertengahan hari, ia naik ke atas atap rumah itu, lalu terjatuh dan meninggal. Tidaklah ia meninggal dalam keadaan muslim, tidak juga ia dapat tinggal bersama wanita tersebut.
Sumber: Kisah-Kisah Su’ul Khotimah, Manshur bin Nashir al-’Awaji, penerbit Darussunnah.

SETAN TERUS MENGGODA MANUSIA SAMPAI AJAL MENJEMPUT

Ketika diusir oleh Allah, dan dicap sebagai pembangkang, dia bersumpah di hadapan Allah – dengan semangat hasad kepada Adam dan keturunannya –,
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ، ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ ، وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ ، وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (QS. al-A’raf: 16 – 17)
Dalam hadis dari Abu Said al-Khuri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّيْطَانَ قَالَ: وَعِزَّتِكَ يَا رَبِّ، لَا أَبْرَحُ أُغْوِي عِبَادَكَ مَا دَامَتْ أَرْوَاحُهُمْ فِي أَجْسَادِهِمْ، قَالَ الرَّبُّ: وَعِزَّتِي وَجَلَالِي لَا أَزَالُ أَغْفِرُ لَهُمْ مَا اسْتَغْفَرُونِي
Iblis bersumpah, demi keagungan-Mu ya Rab, aku tidak akan pernah berhenti untuk menyesatkan hamba-hamba-Mu, selama ruh mereka masih dikandung jasad. Allah berfirman, “Demi keagungan dan kumuliaan-Ku, Aku akan senantiasa memberikan ampunan untuk mereka, selama mereka memohon ampun kepada-Ku.” (HR. Ahmad 11237 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Atas sumpah ini, iblis dan bala tentaranya sangat antusias untuk menyesatkan manusia. Terutama di suasana-suasana genting, ketika manusia di posisi sangat labil.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ أَحَدَكُمْ عِنْدَ كُلِّ شَىْءٍ مِنْ شَأْنِهِ
Sesungguhnya setan mendatangi kalian dalam segala urusan kalian. (HR. Muslim 5423).
Setan Mendatangi Manusia Ketika Sakaratul Maut
Itulah detik-detik yang paling menentukan nasib manusia di akhirat. Karena semua amal dinilai berdasarkan ujungnya. Di saat itulah, setan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Bisa jadi, dia akan mendatangi manusia ketika kematian. Karena itu, salah satu doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau memohon perlindungan kepada Allah, agar tidak disesatkan setan ketika kematian.
Dalam salah satu doanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,
وَأَعُوذُ بِكَ أَن يَتَخَبَّطَنِي الشَّيطَانُ عِندَ المَوتِ
Aku berlindung kepada-Mu agar tidak disesatkan setan ketika kematian. (HR. Ahmad 8667, Abu Daud 1554 dan dishahihkan al-Albani)
Al-Khathabi menjelaskan hadis di atas, dengan menyebutkan beberapa bentuk gangguan setan ketika mendekati kematian,
استعاذته عليه الصلاة والسلام من تخبط الشيطان عند الموت ، هو أن يستولي عليه الشيطان عند مفارقته الدنيا ، فيضله ويحول بينه وبين التوبة ، أو يعوقه عن إصلاح شأنه والخروج من مظلمة تكون قِبَله ، أو يؤيسه من رحمة الله تعالى ، أو يكره الموت ويتأسف على حياة الدنيا ، فلا يرضى بما قضاه الله من الفناء ، والنقلة إلى دار الآخرة ، فيختم له بسوء ، ويلقى الله وهو ساخط عليه .
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari disesatkan setan ketika kematian, bentuknya adalah setan mengganggunya ketika dia hendak meninggal dunia. Lalu setan menyesatkannya, sehingga menghalangi dia untuk bertaubat, atau menutupi dirinya sehingga tidak mau memperbaiki urusannya atau memohon maaf dari kedzaliman yang pernah dia lakukan. Atau membuat dia merasa putus asa dari rahmat Allah. atau membuat dia benci dengan kematian dan merasa sedih meninggalkan hartanya, sehingga dia tidak ridha dengan keputusan Allah berupa kematian, dan menuju akhirat. Sehingga dia akhiri hidupnya dengan keburukan, lalu dia bertemu Allah dalam kondisi Dia murka kepada-Nya
Kemudian, al-Khithabi menegaskan,
وقد روي أن الشيطان لا يكون في حال أشد على ابن ادم منه في حال الموت ، يقول لأعوانه : دونكم هذا ، فإنه إن فاتكم اليوم لم تلحقوه بعد اليوم .
Diriwayatkan bahwa tidak ada kesempatan yang lebih diperhatikan setan untuk menyesatkan manusia, selain ketika kematiannya. Dia akan mengundang rekan-rekannya, “Kumpul di sini, jika kalian tidak bisa menyesatkannya pada hari ini, kalian tidak lagi bisa menggodanya selamanya.” (Aunul Ma’bud, 4/287).
Di sana ada beberapa kejadian yang dialami para ulama, ketika proses kematiannya, setan berusaha untuk menggodanya.
Diantaranya Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah
Diceritakan oleh Abdullah putra Imam Ahmad,
Aku menghadiri proses meninggalnya bapakku, Ahmad. Aku membawa selembar kain untuk mengikat jenggot beliau. Beliau kadang pingsan dan sadar lagi. Lalu beliau berisyarat dengan tangannya, sambil berkata, “Tidak, menjauh…. Tidak, menjauh…” beliau lakukan hal itu berulang kali. Maka aku tanyakan ke beliau, “Wahai ayahanda, apa yang Anda lihat? Beliau menjawab,
إن الشيطان قائم بحذائي عاض على أنامله يقول: يا أحمد فُتَّنِي، وَأَنـاَ أَقُولُ: لَا بُعْدٌ لَا بُعْدٌ
“Sesungguhnya setan berdiri di sampingku sambil menggingit jarinya, dia mengatakan, ‘Wahai Ahmad, aku kehilangan dirimu (tidak sanggup menyesatkanmu).  Aku katakan: “Tidak, masih jauh…. Tidak, masih jauh….” (Tadzkirah Al-Qurthubi, Hal. 186)
Maksud cerita ini, setan hendak menyesatkan Imam Ahmad dengan cara memuji Imam Ahmad. Setan mengaku menyerah di hadapan Imam Ahmad, agar beliau menjadi ujub terhadap diri sendiri dan bangga terhadap kehebatannya. Tapi beliau sadar, ini adalah tipuan. Beliau tolak dengan tegas: “Tidak, saya masih jauh, tidak seperti yang kamu sampaikan….” tidak bisa kita bayangkan, andaikan ujian semacam ini menimpa tokoh agama atau orang awam di sekitar kita…
Termasuk juga, kejadian yang pernah dialami salah satu ulama Kordoba. Seperti yang diceritakan Imam al-Qurthubi,
“Saya mendengar guru kami, Abu Abbas Ahmad bin Umar di daerah perbatasan Iskandariyah bercerita: ‘Saya menjenguk saudara guruku, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad di daerah Kordoba. Ketika itu beliau sedang sekarat. Ada yang mentalqin beliau: ucapkan: Laa ilaaha illallaah…
Tapi orang ini malah menjawab: Tidak… Tidak… Setelah beliau sadar, beliau bercerita: ‘Ada dua setan mendatangiku, satu di sebelah kanan dan satunya di sebelah kiri. Yang satu menyarankan: Matilah dengan memeluk Yahudi, karena itu adalah agama terbaik. Satunya berkata: Matilah memeluk Nasrani, karena itu adalah agama terbaik’. Lalu aku jawab: Tidak… Tidak…” (Tadzkirah al-Qurthubi, Hal. 187)
Memang tidak semua orang mengalaminya. Ada yang mengalami kejadian demikian dan ada yang tidak mengalami.  Namun setidaknya ini menjadi peringatan bagi kita akan betapa mencekamnya sakaratul maut. Karena yang menentukan status manusia adalah ujung hidupnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا
“Nilai amal, dintentukan keadaan akhirnya.” (HR. Bukhari 6493, Ibn Hibban 339 dan yang lainnya)
Semoga Allah menyelamatkan kita dari semua tipu daya setan.
اللَّهُمَّ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku di atas agama-Mu.
Allahu a’lam.

KISAH SEORANG MUJAHID HAFIDZ YANG MURTAD

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitabnya Al-Bidayah wa An-Nihayah (11/74):
وفيها  (278 هـ)  توفي عبدة بن عبد الرحيم قبحه الله
ذكر ابن الجوزي أن هذا الشقي كان من المجاهدين كثيرا في بلاد الروم، فلما كان في بعض الغزوات والمسلون محاصروا بلدة من بلاد الروم إذ نظر إلى امرأة من نساء الروم في ذلك الحصن فهويها فراسلها ما السبيل إلى الوصول إليك ؟ فقالت أن تتنصر وتصعد إلي، فأجابها إلى ذلك، فلما راع المسلمين إلا وهو عندها، فاغتم المسلمون بسبب ذلك غما شديدا، وشق عليهم مشقة عظيمة، فلما كان بعد مدة مروا عليه وهو مع تلك المرأة في ذلك الحصن فقالوا: يا فلان ما فعل قرآنك ؟ ما فعل علمك ؟ ما فعل صيامك ؟ ما فعل جهادك ؟ ما فعلت صلاتك ؟ فقال: اعلموا أني أنسيت القرآن كله إلا قوله (ربما يود الذين كفروا لو كانوا مسلمين ذرهم يأكلوا ويتمتعوا ويلهيهم الامل فسوف يعلمون)  الحجر: 3
 “Pada tahun (278H), telah wafat Abdah bin Abdurrahim –semoga Allah memburukkannya-, telah disebutkan oleh Ibnul Jauzy bahwa orang malang ini dulunya termasuk dari seorang lelaki yang sering berjihad di negeri Romawi, ketika dalam beberapa peperangan dan pada waktu itu kaum muslim mengepung sebuah daerah dari kekuasan Romawi, lelaki sang mujahid yang terkena godaan ini memandang kepada seorang wanita dari bangsa Romawi di benteng tersebut, maka akhirnya lelaki ini menginginkan wanita tersebut, lalu ia menyurati wanita tersebut; “Bagaimana agar aku bisa sampai kepadamu?”, wanita ini menjawab: “Kamu masuk ke dalam agama Nashrani lalu kamu naik menemuiku”, lalu lelaki ini menerima ajakan tersebut”, maka ketika kaum muslim mengepung malah dia berada bersama wanita tersebut, kejadian itu sangat menyakitkan dan memberatkan kaum muslim, setelah beberapa waktu berlalu, kaum muslim melewati benteng tersebut dan si lelaki ini sedang bersama wanita tersebut di benteng itu, mereka (kaum muslim) bertanya kepada lelaki tersebut: “Wahai Fulan, Apa yang telah Al-Qur’an lakukan terhadapmu?, apa yang telah dikerjakan oleh ilmumu terhadapmu? Apa yang telah dikerjakan puasamu terhadapmu? Apa yang telah dikerjakan oleh jihadmu terhadapmu? Apa yang telah diperbuat shalatmu terhadapmu?”, lelaki ini menjawab: “Ketahuilah kalian semuanya, sesungguhnya aku telah lupa Al-Qur’an kecuali Firman-Nya:
Artinya: “Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)”. (QS. Al Hijr: 2-3).

JEJAK SEJARAH MURSYID THORIQOH AT-TIJANI SYEKH MUHAMMAD BIN YUSUF

  "Jejak Histori Syekh Muhammad bin Yusuf sukodono - Ampel Surabaya, abahny a KH Ubaid dan KH Zaid, salah satu pembawa Thoriqoh At-Tija...