RAUDHATUT THALIBIN WA UMDATUS SALIKIN
Karya
Imam Ghazali
Muqaddimah
Segala Puji Bagi Allah, yang telah membakar kekasih ('Auliya')Nya dengan api cinta-Nya yang telah memenuhi cita dan spirit mereka dengan kerinduan bertemu dan menyaksikan-Nya. Mereka yang mempesonakan pandangan hatinya pada KeMahaindahan hadirat-Nya, sehingga mereka menjadi sulaman RuhWishal yang memabukkan jiwanya, sementara hati mereka berada dalam kebimbangan cinta yang melebur pada keagungan dan kewibawaanNya. Sampai mereka tiada memandang apapun dalam dua keadaan, kecuali hanyalah Dia. Apabila matahati mereka tersentuh oleh rupa, maka senantiasa rupa itu dikaitkan dengan yang Maha Perupa.
Refleksi I
Ketahuilah bahwa terputusnya hubungan antara makhluk dengan Allah yang Maha Haq adalah karena faktor keterpakuan sikap mereka pada makhluk dan pada diri mereka serta fokus mereka pada perbuatannya sendiri. Penyimpangan mereka dari akidah yang benar disebabkan mereka telah menyalahi fitrah yang atasnya jiwa manusia diciptakan. Selain itu, karena mereka teramat cinta terhadap pangkat, harta, dunia, kekuasaan , syahwat, panjang angan-angan, menunda amal, kikir, emosional, ujub, makanan, minuman dan pakaian yang buruk serta kerusakan dunia mereka dan dominasi syahwat atas hati mereka. Juga karena mereka meninggalkan dan mengabaikan perjuangan melawan hawa nafsu, maka jiwa tersebut bergelimang syahwat dan kecerobohan, bergaya dihadapan manusia, serta membusanai diri dengan sifat-sifat tercela seperti dendam, dengki, hasad, kebodohan, pamer dan kemunafikan. Termasuk juga jenis perusak hubungan dengan Allah adalah mendukung anggota badan untuk taat kepada selain Allah, seperti mata, pendengaran, lidah, tangan dan kaki (padahal semua itu akan dimintai pertanggungjawaban), malas, tidak sensitif, lalai dan sikap lainnya yang menjauhkan dari Allah SWT.
Ketahuilah bahwa terputusnya hubungan antara makhluk dengan Allah yang Maha Haq adalah karena faktor keterpakuan sikap mereka pada makhluk dan pada diri mereka serta fokus mereka pada perbuatannya sendiri. Penyimpangan mereka dari akidah yang benar disebabkan mereka telah menyalahi fitrah yang atasnya jiwa manusia diciptakan. Selain itu, karena mereka teramat cinta terhadap pangkat, harta, dunia, kekuasaan , syahwat, panjang angan-angan, menunda amal, kikir, emosional, ujub, makanan, minuman dan pakaian yang buruk serta kerusakan dunia mereka dan dominasi syahwat atas hati mereka. Juga karena mereka meninggalkan dan mengabaikan perjuangan melawan hawa nafsu, maka jiwa tersebut bergelimang syahwat dan kecerobohan, bergaya dihadapan manusia, serta membusanai diri dengan sifat-sifat tercela seperti dendam, dengki, hasad, kebodohan, pamer dan kemunafikan. Termasuk juga jenis perusak hubungan dengan Allah adalah mendukung anggota badan untuk taat kepada selain Allah, seperti mata, pendengaran, lidah, tangan dan kaki (padahal semua itu akan dimintai pertanggungjawaban), malas, tidak sensitif, lalai dan sikap lainnya yang menjauhkan dari Allah SWT.
Selain
al-Haq Semua Terhalang dari-Nya
Ketahuilah,
keterpakuan terhadap makhluk dan diri sendiri akan menghalangi seseorang
dari kebenaran. Dan menganggap perbuatan sebagai hasil usaha kita merupakan
perbuatan syirik. Sebab, perbuatan seorang hamba dari segi penciptaan dan
sumbernya berasal dari Allah SWT, namun dari segi usaha ia berasal dari hamba
itu, sehingga ia patut diberi pahala atas ketaatannya dan disiksa atas maksiat
yang dilakukannya. Maka ketika seorang hamba berhubungan dengan sesuatu yang di
situ ada kekuasaan Tuhan, maka itu disebut kasab (upaya). Inilah yang menjadi
keyakinan Ahlussunnah.
Maka potensi seorang hamba adalah pada saat melakukan suatu perbuatan, bukan sebelumnya. Ketika seorang hamba melakukan suatu perbuatan, lalu Allah menciptakan kemampuan baginya untuk melaksanakannya, maka itu disebut usaha (kasab). Orang yang menisbatkan kehendak dan usaha kepada dirinya sendiri adalah penganut paham Qadariyah. Sedangkan orang yang meyakini keduanya smasekali tidak berasal dari dirinya adalah penganut Jabariyah. Adapun orang yang menisbatkan kehendak kepada Allah dan usaha kepada hamba, maka ia seorang Sunni yang sufi dan lurus.
Sedangkan penyimpangan dari akidah yang benar, maka itu disebabkan oleh dominasi hawa nafs atas hati. Sebagian ulam berkata : “Tidak jarang suatu kaum diselamatkan oleh akidahnya, padahal amal mereka sangat minim. Tidak jarang pula suatu kaum celaka oleh akidahnya, padahal amal mereka sangat banyak.
Cinta jabatan, harta dan dunia merupakan racun yang mematikan. Sedangkan syahwat dapat menyebabkan takabbur dan terlena dengan dunia. Keduanya merupakan perusak agama. Panjang angan-angan menjadi penghalang untuk melakukan amal baik dan merintangi kebenaran. Sementara menunda-nunda amal merupakan godaan setan yang paling besar. Adapun kikir, mudah marah, mengagumi diri (‘ujub) termasuk penyakit yang membinasakan.
Makanan yang buruk dapat menggelapkan hati, mengeraskan hati dan menjauhkan dari Allah. Sedangkan makanan yang baik dapat menjadikan hati bersinar, mewariskan sikap lembut dan mendekatkan kepada Allah.
Allah
SWT berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang
baik-baik dari rezeki yang Kami berikan kepada kalian.” (QS. 2: 172).
Yang
dimaksud dengan makanan yang baik adalah makanan halal. Bersihkanlah makanan,
minuman dan kenapa kamu tidak bangun malam dan puasa di siang hari? Makanan
yang baik merupakan prinsip utama dalam perjalanan hidup seseorang. Meski
seorang hamba mendirikan shalat malam, itu tidak bermanfaat baginya jika ia
tidak memperhatikan apa yang masuk ke dalam perutnya. Orang yang paling cepat
melewati jembatan di akhirat kelak adalah orang yang paling wara’ ketika di
dunia.
Allah
SWT. berkata : “Wahai hamba-Ku, berlaparlah, pasti engkau melihat-Ku.
Bersikaplah wara’, pasti engkau mengenal-Ku. Bersihkanlah jiwamu, pasti engkau
akan sampai kepada-Ku.”
Allah
SWT. berkata : “Aku sangat malu menyiksa orang-orang yang wara’.”
Sebagian
tokoh agama berkata : “Hendaklah kamu memiliki ilmu, senantiasa lapar, rendah
hati dan banyak puasa. Sesungguhnya ilmu adalah cahaya yang dapat dipakai menerangi
hati dan lapar adalah hikmah.”
Abu
Yazid al-Busthami berkata : “Tidaklah aku lapar (puasa) sehari karena Allah,
melainkan aku menemukan satu bab hikmah dalam hatiku yang sebelumnya belum
pernah aku temukan.”
Rendah
hati dapat menimbulkan ketenangan dan keselamatan. Puasa merupakan sifat
shamadaniyyah (sifat kemandirian Allah) yang tiada bandingannya. Sebagaimana
firman Allah :
“Tiada sesuatu pun yang seperti-Nya.
Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat ”
(QS. 42:11).
Orang
yang membusanai diri dengan sifat tersebut, ia akan meraup ilmu, makrifat dan
musyahadah. Itulah sebabnya Allah SWT berfirman : ”Semua amal anak Adam adalah
miliknya, kecuali puasa, ia milik-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.”
Sedangkan
sibuk dengan dunia dan terdominasi hati oleh syahwat dapat menimbulkan berbagai
sifat tercela. Tidak ada harapan sedikitpun dapat dekat dengan Allah, selagi
sifat-sifat buruk tersebut tidak diganti dengan sifat-sifat terpuji. Utsman bin
Affan RA berkata : “Jika hati bersih, ia tidak akan kenyang dari membaca
al-Qur’an, sebab dengan kebersihan hati, ia akan bertemu dengan Sang Pembicara
bukan yang lain-Nya.”
Ketahuilah
bahwa selain al-Haq akan menjadi hijab dari-Nya. Kalau bukan karena kegelapan
alam dunia, telah tampak cahaya ghaib. Jika tidak ada petaka diri, hijab-hijab
akan terbuka. Jika tidak ada rintangan-rintangan itu, akan tersingkaplah
bebagai hakikat. Kalau bukan karena cacat hati kita, akan tampak kekuasaan
Allah. Jika tidak ada tamak, cinta akan mengakar. Kalau bukan karena jatah
duniawi, akan terbakar jiwa orang-orang yang rindu.jika hijab tersingkap, maka
sebab-sebab tersebut akan menghilang, rintangan-rintangan akan sirna karena
terputusnya keterkaitan ini.
Sebagian
kaum ‘Arifin berkata : “Jika Allah menghendaki keburukan bagi seorang hamba,
akan Dia tutup bagi hamba itu pintu amal dan Dia buka baginya pintu kemalasan.”
Bahwa
seorang hamba tidak akan sampai kepada tingkat kedekatan, kecuali dia telah
mampu memutus enam rintangan :
Pertama,
mencegah anggota badan dari menyalahi syariat.
Kedua,
mencegah diri dari kebiasaannya yang buruk sehari-hari.
Ketiga,
mencegah hati dari kebodohan manusiawi.
Keempat,
mencegah sirr dari kotoran-kotoran tabiat/perilaku.
Kelima,
mencegah ruh dari kabut-kabut inderawi.
Keenam,
mencegah akal dari khayalan-khayalan kosong.
Apabila
mampu menghadapi rintangan pertama, maka ia akan meraih luapan-luapan hikmah
hati.
Dari
rintangan kedua, ia akan mampu menerawang rahasia-rahasia ilmu laduni.
Dari
rintangan ketiga, akan tampak keajaiban-keajaiban alam munajat malakuti.
Dari
rintangan keempat, ia akan menyaksikan kilauan cahaya-cahaya kedekatan.
Dari
rintangan kelima, ia akan bisa menerawang kesaksian cinta.
Dari
rintangan keenam, ia akan mampu terjun ke dalam taman hadirat kesucian.
Pada
saat demikian, ia akan gaib dari kelembutn insani yang ia saksikan dari
ketebalan inderawi. Jika Dia menghendaki mengistimewakannya secara khusus, mka
ia akan diberi minum dari sumur cinta dengan minuman yang apabila ia
meneguknya, ia akan bertambah haus, rindu akan cita rasa, mengharap kedekatan,
bergetar dalam ketenangan. Jika kemabukan ini menetap dalam diri seorang hamba
tersebut, maka ia akan terkesima. Maka di sini ia akan menjadi murid. Bila
ketersimaan telah menetap pada diri hamba itu, maka Dia akan mengambil hamba
itu dari dirinya, dan melucuti hamba itu dari dirinya sendiri. Maka hamba
tersebut menjadi terlucuti dan tertarik. Di saat itulah seorang hamba akan
menjadi yang dicari (murad). Jika zat hamba itu telah fana, sifat-sifatnya
telah hilang, ia kan terlebur dalam keabadian-Nya, serta diri hamba itu sudah
lenyap dari dirinya sendiri, secara total diri hamba itu tercerabut dari
dirinya sendiri –dengan-Ku ia mendengar dan dengan-Ku ia melihat- Dia (rabb)
akan menjadi Sang Pengurus dan Tuanmu.
Jika
hamba tersebut berkata, maka ia berkata dengan pengucapan-Nya.
Jika
ia melihat maka ia melihat dengan cahaya-Nya.
Jika
ia bergerak, maka ia bergerak dengan kuasa-Nya.
Jika
ia memukul, maka ia akan memukul dengan limpahan kekuasaan-Nya.
Kalau
sudah seperti itu, dualisme seorang hamba menghilang dan kejelasan menempat
padanya. Jika pijakan hamba tersebut telah kokoh dan sirr hamba tersebut
bersemanyam kuat di saat dia terhanyut, hamba tersebut berkata, “Dia!”
Jika
perasaan rindu telah menguasai diri seorang hamba, batas keseimbangan
terlewatkan dari batas kekukuhan, dia akan berkata, “Engkau!”
Dalam
keadaan yang pertama telah menetap pada seorang hamba, sedangkan pada keadaan
kedua ia terwarnai (berlebur dengan-Nya), pada saat itu, sangat sulit untuk
mengukur rumusan kalimat ini.
Pasal
1 : Prinsip-prinsip Agama Islam
Bahwa
dua kalimat syahadat, secara sederhana mengandung penetapan dan penegasan
tentang Zat Allah, penetapan sifat-sifat-Nya, penetapan tindakan-tindakan-Nya,
penetapan kebenaran Rasulullah SAW dan penetapan bahwa keimanan dibangun di
atas 4 (empat) pilar, yaitu :
Pertama,
makrifat kepada Zat Allah. Rukun pertama berdiri di atas sepuluh prinsip, yaitu
mengetahui bahwa Allah itu ada, terdahulu, abadi, dan bukan jauhar (esensi),
fisik, maupun ‘aradh (aksiden). Allah tidak dikhususkan pada arah tertentu dan
tidak pula menetap pada suatu tempat. Dia Maha melihat dan Dia Maha Esa.
Kedua,
makrifat pada sifat-sifat Allah. Rukun kedua berdiri di atas sepuluh prinsip,
yaitu mengetahui bahwa Allah itu bersifat hidup, mengetahui, kuasa,
berkehendak, mendengar, melihat dan berfirman. Allah selalu benar dalam
perkatan-Nya, suci dari campur tangan segala yang baru. Sifat-sifat Allah
adalah Qadim.
Ketiga,
makrifat terhadap tindakan-tindakan Allah. Rukun ketiga berdiri di atas sepuluh
prinsip, yaitu bahwa seluruh tindakan makhluk diciptakan untuk dan oleh Allah,
namun kasab (upaya) secara praktis dilakukan oleh makhluk. Allah memberikan
kemuliaan kepada makhluk dengan akhlak. Allah berhak mmberikan beban kewajiban dan
larangan sesuai dengan kemampuan makhluk. Allah juga yang membuat sakit seorang
hamba yang sehat. Allah tidak wajib menjaga maslahat. Bagi-Nya tidak ada yang
wajib, kecuali dengan keterangan syariat. Diutusnya para nabi hanya bersifat
wewenang begitu pula dengan kenabian Nabi Muhammad SAW merupakan ketetapan yang
dikuatkan dengan mukjizat.
Keempat,
makrifat terhadap hal-hal yang bersifat sam’iyyah (ketentuan agama yang
berdasar pada keterangan dalil, bukan pada penyaksian secara nyata dan kasat
mata). Rukun keempat berdiri di atas sepuluh prinsip, yaitu mengenai
berkumpulnya manusia di Hari Akhirat, dibangunkan lagi dari kematian, siksa
kubur, pertanyaan malaikat munkar dan nakir, perhitungan amal, jembatan,
penciptaan surga, dan neraka serta hukum-hukum kepemimpinan.
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh. Maaf dimana saya bisa dapatkan terjemah kitab Umdatus Salik? Jazakallah
ReplyDeleteAssalamualaikum warahmatullah wabarakatuh. Maaf dimana saya bisa dapatkan terjemah kitab Umdatus Salik? Jazakallah
ReplyDeleteWaalaikum sala warahmatullahi wabarakatuh, terjemah kitab Raudhatut Thalibin Wa Umdatus Salikin bisa anda dapatkan di Toko Buku Togamas atau Toko Kitab di daerah Ampel Surabaya
DeleteJazakallah wa ahsanal jazaa ustadz
ReplyDelete