MAKNA WALYATALATTHAF
AYAT ALQUR'AN BERWARNA MERAH & TEBAL
"WALYATALATTAF" Tulisan yang biasanya ditulis dengan tinta merah dalam Al Qur'an. Sebagai penanda pertengahan Al Qur'an.
WALYATALATTAF yang bermakna LEMAH LEMBUT ayat ke 19 di Surat Al Kahfi.
Tetapi tulisan berwarna merah ini sudah jarang kita jumpai di dalam Al Qur'an. Cetakan Al Qur'an Timur Tengah sebahagian besar WALYATALATTAF dicetak dengan warna hitam .
Di Indonesia sebahagian besar dulunya WALYATALATTAF ditulis dengan tinta warna merah tetapi di Indonesia pun penulisan WALYATALATTAF sudah mulai dicetak berwarna hitam Tebal.
Tahukan saudaraku semuanya kenapa WALYATALATTAF dicetak warna merah ... ??? Ketika Utsman bin Affan ra terbunuh, simbahan darahnya mengenai mus'ab Al Qur'an tepat pada tulisan WALYATALATTAF. Maka penulisan WALYATALATTAF ditulis dengan warna merah untuk mengenang kematian Utsman bin Affan ra
Walyatalaththaf berasal dari kata latif yang berarti halus dan lemah lembut. Sebuah karakter atau perangai/akhlak. Umat islam harus memiliki perangai yang penuh dengan kelemah lembutan baik kepada siapa saja. Di dalam asmaul husna pun tercantum kata latif, al hakamu al adlul latif. Memberikan hukum yang adil dan penuh kelembutan. Persoalan perbedaan pemahaman dalam kehidupan beragama semestinya bisa terselesaikan dengan mengedepankan karakter latif ini. Bukan dengan kekasaran dan emosi. semua masalah bisa dikomunikasikan apapun itu.
Kalimat “walyatalaththof” artinya ‘hendaknya bersikap lembut’. Kalimat ini dicetak tebal dengan warna merah karena menurut sebagian kalangan, kata ini merupakan bagian tepat “tengah Alquran”, sehingga dalam Alquran cetakan Indonesia, kalimat tersebut diberi tanda khusus. Namun, ciri semacam ini tidak kami temukan dalam Alquran cetakan Timur Tengah. Bisa jadi, warna merah dengan cetak tebal hanyalah inisiatif percetakan Alquran di tempat kita, sebagai penanda bahwa itu adalah bagian paling tengah dalam Alquran.
Allahu a’lam.
(QS. al kahfi :19)
Sumber : #alanumedia
BERBAGI DALAM SEGALA HAL UNTUK MENGGAPAI RIDHO ROBBUL IZZATI DAN MENGHIDUPKAN SUNNAH RASULULLAH SAW SUPAYA DAPAT MENCAPAI DERAJAT INSAN KAMIL
Monday, 7 October 2019
Thursday, 3 October 2019
HARGAI ORANG MU'MIN YANG BEKERJA
HARGAI ORANG MUKMIN YANG BEKERJA
Alkisah, Sahabat Muadz bin Jabal usai makmum Nabi lalu pulang, kemudian di kampungnya beliau jadi imam. Berarti shalatnya shalat iadah, mengulang.
Shalat iadah itu boleh meskipun asar, karena ada sebab. Shalat bakda asar itu tidak boleh, kecuali ada sebab, termasuk sebab itu adalah iadah.
Banyak yang shalat makmum Muadz itu, orang yang untanya ditinggal di pematang, di kebun, digembalakan. Ada yang terburu suatu urusan, tapi Muadz baca Qurannya lama. Saking lamanya, ada orang yang mufaaraqah (keluar barisan shalat). Muadz masih shalat, didahului. Misalnya, Muadz membaca Surat al-Baqarah didahului dengan baca Qulhu (al-Ikhlas), otomatis tertinggal, terus selesai.
Sahabat Muadz ini pede sekali, sampai beliau berkata: apa kamu melihat, yang dilakukan orang itu munafik - mengomentari si A'rabi (yang keluar barisan) tadi itu - Karena dia shalat sama saya, terus bubar sebelum saya selesai, itu munafik.
Itu munafik, kata Muadz. Walhasil, terus orang Badui tadi lapor Nabi, Muadz dipanggil. Kata Imam Bukhari, Nabi tak pernah semarah itu. Muadz ditegur oleh Nabi, dimarahi. ''Afattaanun anta ya Muadz 3x," sampai tiga kali, Kamu itu tukang fitnah. Kamu itu tukang merusak agama. inna minkum munaafirin, katanya, di antara kalian mengajak agama tapi menjadikan orang lari dari agama, yaitu karena ketika shalat kelamaan. Jangan kelamaan. Kalau kelamaan orang tidak suka shalat. Itu hadits sahih: inna minkum munaffirin.
Akhirnya Muadz berharap, "aku sampai ingin islam saat ini, sebelum tak islam". Maksudnya, "baru sekarang ini aku tahu rasanya dimaki-maki Nabi sampai begini". Artinya begini: ketika Muadz bilang A'rabi salah, ternyata yang salah Muadz.
Jangan-jangan kalau kita mengaji hari senin, waktunya orang ke kantor, orang kerja, macam-macam, jam 9 siang, masyarakat tidak mau mengaji, Allah membenarkan yang tidak mau mengaji. Karena ini ada syariat pengangguran massal.
Kamu tidak bisa mengomentari: orang kok diajak mengaji (tak mau). Jika Nabi masih hidup, mungkin kita yang disalahkan karena munaffirin, waktu orang cari uang kok diajak mengaji.
Disarikan dari ceramah KH. Bahauddin Nursalim (Gus Baha')
Alkisah, Sahabat Muadz bin Jabal usai makmum Nabi lalu pulang, kemudian di kampungnya beliau jadi imam. Berarti shalatnya shalat iadah, mengulang.
Shalat iadah itu boleh meskipun asar, karena ada sebab. Shalat bakda asar itu tidak boleh, kecuali ada sebab, termasuk sebab itu adalah iadah.
Banyak yang shalat makmum Muadz itu, orang yang untanya ditinggal di pematang, di kebun, digembalakan. Ada yang terburu suatu urusan, tapi Muadz baca Qurannya lama. Saking lamanya, ada orang yang mufaaraqah (keluar barisan shalat). Muadz masih shalat, didahului. Misalnya, Muadz membaca Surat al-Baqarah didahului dengan baca Qulhu (al-Ikhlas), otomatis tertinggal, terus selesai.
Sahabat Muadz ini pede sekali, sampai beliau berkata: apa kamu melihat, yang dilakukan orang itu munafik - mengomentari si A'rabi (yang keluar barisan) tadi itu - Karena dia shalat sama saya, terus bubar sebelum saya selesai, itu munafik.
Itu munafik, kata Muadz. Walhasil, terus orang Badui tadi lapor Nabi, Muadz dipanggil. Kata Imam Bukhari, Nabi tak pernah semarah itu. Muadz ditegur oleh Nabi, dimarahi. ''Afattaanun anta ya Muadz 3x," sampai tiga kali, Kamu itu tukang fitnah. Kamu itu tukang merusak agama. inna minkum munaafirin, katanya, di antara kalian mengajak agama tapi menjadikan orang lari dari agama, yaitu karena ketika shalat kelamaan. Jangan kelamaan. Kalau kelamaan orang tidak suka shalat. Itu hadits sahih: inna minkum munaffirin.
Akhirnya Muadz berharap, "aku sampai ingin islam saat ini, sebelum tak islam". Maksudnya, "baru sekarang ini aku tahu rasanya dimaki-maki Nabi sampai begini". Artinya begini: ketika Muadz bilang A'rabi salah, ternyata yang salah Muadz.
Jangan-jangan kalau kita mengaji hari senin, waktunya orang ke kantor, orang kerja, macam-macam, jam 9 siang, masyarakat tidak mau mengaji, Allah membenarkan yang tidak mau mengaji. Karena ini ada syariat pengangguran massal.
Kamu tidak bisa mengomentari: orang kok diajak mengaji (tak mau). Jika Nabi masih hidup, mungkin kita yang disalahkan karena munaffirin, waktu orang cari uang kok diajak mengaji.
Disarikan dari ceramah KH. Bahauddin Nursalim (Gus Baha')
Subscribe to:
Posts (Atom)
JEJAK SEJARAH MURSYID THORIQOH AT-TIJANI SYEKH MUHAMMAD BIN YUSUF
"Jejak Histori Syekh Muhammad bin Yusuf sukodono - Ampel Surabaya, abahny a KH Ubaid dan KH Zaid, salah satu pembawa Thoriqoh At-Tija...
-
Terjemahan Kitab Al Anwaarul Bahiyyah Min Israa' Wa Mi'raaj Khoiril Bariyyah Karya As-Sayyid Muhammad bin Alawy Al Hasany RA. ...
-
TERJEMAH KITAB WASHIYATUL MUSHTHOFA Karya Sayyidil Abdul Wahhab Asy-Sya’roni بسم الله الرحمن الرحيم Bismillahirrohmanirrohim ...
-
Doa Menempati Rumah Baru Doa Kali ini akan dibahas tentang bacaan doa menempati rumah baru. Doa ini bisa diamalkan saat anda memasuk...