Monday, 24 June 2019

PERJALANAN SPIRITUAL IMAM AL-GHAZALI







PERJALANAN SPIRITUAL IMAM AL-GHAZALI

AL-GHAZALI awalnya adalah orang yang sangat percaya diri--kalau gak dibilang angkuh--atas semua kemampuannya dalam ilmu hadits, fiqh, filsafat dan sains. Sangat kaya dan terpandang. Belum pernah kalah debat satu kali pun.

Suatu hari ia dirampok. Yang ia pertahankan mati-matian hanya buku-bukunya, beratus-ratus ribu halaman. Perampok heran. Ketika ditanya kenapa ia mempertahankan buku, perampok bilang, "jadi yang perlu aku lakukan untuk menghapus ilmumu, hanyalah dengan mengambil buku-bukumu?" sebelum akhirnya ia membiarkan buku-buku Al-Ghazali

Al-Ghazali tersentak. Sejak itu ia hafalkan semua bukunya luar kepala. Ini berlanjut terus sampai semua bukti, gejala dan metode saintifik dan filsafat yang mungkin dipelajari sudah dia hafalkan.

Tapi ketika ia sadar bahwa semua metode sains yang ada untuk membuktikan kebenaran sudah ia coba, ia sadar bahwa ia hanya 'hafal' segalanya, tapi ia belum juga 'memahami', atau meng-'experience' kebenaran-kebenaran yang ia ajarkan itu.

Ia sangat takut kalau ia mati, ia dibakar di neraka, karena sekedar 'ngomong doang'...

adiknya, yang seorang sufi dan tak peduli dengan ketenaran atau kedudukan, selalu memperingatkannya tentang hal yang sama.

Di sini ia shock, sampai sakit. Mulailah ia mengembara. Menempuh eksperimen 'saintifik'-nya yang terakhir sebelum mati: ia harus buktikan sendiri apakah semua pencerahan yang diajarkannya (dikutipnya) itu benar-benar bisa dia alami sendiri. Dia pamit ke semua orang bilang mau pergi haji ke mekkah naik keledai, tapi sebenarnya dia 'kabur' ke damaskus, mengembara.

Dan, dia berhasil--melalui penyucian batin. Pengembaraannya dari baghdad ke damaskus, dan sepanjang jalan dituntun Allah ke guru-guru penyucian batin, 'cukup' selama 10 tahun (saja, hidup mengembara di padang pasir dengan keledai--untuk level seorang menteri agama di Baghdad) untuk orang sekualitas Al-Ghazali. Beberapa bulan terakhir ia lewatkan dalam kamar di menara sebuah masjid.

Dan dia bersaksi, bahwa semua hafalannya itu ternyata gak ada seujung kuku dibanding dengan ilmu yang dia peroleh melalui metode terakhir itu...

Setelah itu, ia sungguh-sungguh naik haji, kemudian ia pun pulang kembali ke Baghdad. Kembali mengajar agama. Tapi, kali ini dengan kesadaran yang berbeda.

Suatu hari, seusai shalat subuh, ia panggil adiknya, minta dibawakan kain kafan.

"Hari Senin sudah tiba," katanya. Lalu minta ditinggal. Ia berseru, "Ya Rabb, aku taat, dengan senang hati."

Beberapa saat kemudian, adiknya kembali, dan Al-Ghazali sudah mengenakan kain kafannya sendiri, sudah mandi, terbaring wafat di tempat tidur. Di sampingnya ada satu buku saja, ditulis tangan. Buku penyucian jiwa.

Di dalamnya ada kertas untuk adiknya.

Puisi ini ditemukan oleh adik Imam Al-Ghazali, di sebuah Senin pagi setelah matahari terbit, ketika Sang Imam tiba-tiba berkata, "Ya Rabb, aku taat, dengan senang hati," dan meminta adiknya meninggalkannya setelah minta dibawakan kain kafan.

Ketika adiknya datang kembali, ia menemukan Sang Imam telah mengenakan sendiri kain kafannya, terbaring wafat di tempat tidur. Di sisi beliau ada puisi ini, ditulis tangan, terselip dalam naskah buku karyanya.

Katakan pada para sahabatku
waktu mereka lihat jenazahku
atau pada yang sedang menangis
dan sedih meratapi kepergianku

Jangan kau kira bahwa jasad itu aku
Demi Allah, itu bukan aku, bukan aku
aku adalah jiwa
jasad itu hanya cangkangnya

Itu cuma rumahku, dan bajuku,
selama suatu waktu

aku adalah permata,
tersembunyi dalam sebuah kotak pusaka
yang terbuat dari debu tanah:
diciptakan sebagai sebuah masjid bagiku
Aku mutiara yang meninggalkan kerangnya
Aku ini seekor burung,
dan jasad ini adalah sangkarnya

Rumah itu,
tempatku menjejak sebelum terbang
kini kutinggalkan
sebagai tanda syukurku kepada Tuhan,
Dia yang oleh-Nya aku kini dibebaskan

Sejak dulu telah Dia buatkan untukku
sebuah tempat di langit tinggi
sampai hari ini, hari kematianku, namun
aku tetap hidup dan berjalan diantara kalian
aku kini dalam Al-Haqq,
setelah bangkit dan pergi dari kuburnya:
pakaiannya.

Hari ini aku bicara dengan para nabi dan wali
tanpa hijab, tanpa penghalang
aku menyaksikan-Nya,
wajahku ke wajah-Nya
kubaca Lauh Mahfudz, disana
kulihat semua yang telah tiada,
yang ada, dan yang akan ada

Biarkan rumahku runtuh karena usang,
biarkan sangkarku tergeletak di tanah
kuburkan semua, lupakan
lemparkan kotak pusaka ke mana saja
itu hanya sebuah tanda kenangan

baringkan jubahku ke samping
menghadap kiblat,
ia hanya pakaian luarku
taruh semua dalam kuburan, lupakan
aku telah melangkah, meneruskan perjalanan
meninggalkan kalian dibelakang
aku bukan penghuni tempat kalian tinggal:
sejak dulu negeri kalian tak pernah
bisa membuatku betah dan nyaman

Jangan mengira kematian adalah mati, tidak
mati adalah sesungguh-sungguhnya kehidupan:
kehidupan yang melampaui apapun
yang pernah kita impikan di dunia ini
dunia yang di dalamnya kita tertidur

Kematian pun hanyalah tidur
namun tidur dengan hidup yang panjang
Jangan takut ketika maut datang menyingkap malam
itu cuma saatnya berangkat
dari rumah-rumah yang telah dirahmati

Inginkan hanya ampunan dan rahmat Rabb kalian!
syukuri pemberian-Nya, lalu
masukilah kematian dengan aman
tanpa takut dan kekhawatiran

Aku sekarang, adalah kalian kelak
sebab aku dan kalian tak berbeda:
jiwa-jiwa insan yang diutus dari Tuhan
dengan jasad-jasad yang disusun sepadan
baik dan buruk, itulah kita, insan

Kutinggalkan pesan ini untuk kalian: aku bahagia
semoga rahmat dan berkah Allah
selamanya tercurah pada kalian.

~ Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad Al-Ghazali ~

(terjemahan oleh Herry Mardian)

[*] Qur'an Al-An'aam [6] : 122, "Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?"

JEJAK SEJARAH MURSYID THORIQOH AT-TIJANI SYEKH MUHAMMAD BIN YUSUF

  "Jejak Histori Syekh Muhammad bin Yusuf sukodono - Ampel Surabaya, abahny a KH Ubaid dan KH Zaid, salah satu pembawa Thoriqoh At-Tija...