Friday 29 December 2017

LIRIK QOSIDAH ROQQOTA AINA

Lirik Qosidah

Roqqota Aina - رقت عيناي شوقا




Qosidah ini berasal dari Album Mahaer Zain, sangat menyentuh nan indah.

Lantunan sholawat ini sangat indah dan syahdu untuk didendangkan dan didengarkan..

Berikut teks lantunan puji-pujian rosulullah ini:

رقت عيناي شوقا ولطيبة ذرفت عشقا
فأتيت إلي حبيبي فأهدأ يا قلب ورفقا
صلي على محمد
السلام عليك يا يارسول الله
السلام عليك يا حبيبي يا نبي الله يا رسول الله

قلب بالحق تعلق
وبغار حراء تألق
يبكي يسأل خالقه فأته الوحي فأشرق
أقرأ اقرأ يا محمد
السلام عليك يا يارسول الله
السلام عليك يا حبيبي يا نبي الله
السلام عليك يا يارسول الله
السلام عليك يا حبيبي يا نبي الله يا رسول الله

يا طيبة جئتك صمتا لرسول الله محبا
بالروضة سكنت روحي
وجوار الهادي محمد
يا طيبة جئتك صمتا لرسول الله محبا
بالروضة سكنت روحي وجوار الهادي محمد
السلام عليك يا يارسول الله
السلام عليك يا حبيبي يا نبي الله
السلام عليك يا يارسول الله
السلام عليك يا حبيبي يا نبي الله
يارسول الله

Roqqota Aina

Raqqat ‘ainaya shawqan, wa li Taibata tharafat ‘ishqan
Fa’ataytu ila habibi, fahda’ ya qalbu wa rifqan
Shalli ‘ala Muhammad.
Assalamu alayka ya Ya RasuulAllah
Assalamu alayka ya habibii Yaa Nabiyya Allah
Yaa RasuulAllah
Kedua Mataku penuh akan kerinduan
Dan meneteskan air mata karena hilang Taiba
Aku datang menuju kekasihku
Ketentraman, Sanubariku, dan menjadi lemah lembut !
Bersholawatlah pada Muhammad
Semoga diberikan keselamatan atasmu Wahai Utusan Allah
Semoga diberikan keselamatan atasmu duhai kekasihku

Qalbun bil Haqqi ta’allaq, wa bi ghari hira’a ta’allaq
Yabki yas’alu khaliqahu, fa’atahul wahyu fa’ashraq
Iqra’ iqra’ ya Muhammad.
Assalamu alayka ya Ya Rasool Allah
Assalamu alayka ya habibi Ya Nabiyya Allah
Hati yang melekat pada Kebenaran Mutlak-(Allah)
Dan yang mulai bersinar dalam gua Hira
Menangis dan meminta Pencipta-Nya,
maka ketika wahyu datang kepadanya, dia bersinar
Baca, Wahai Muhammad, baca!
Semoga diberikan keselamatan atasmu Wahai Utusan Allah
Semoga diberikan keselamatan atasmu duhai kekasihku

Ya Taibatu ji’tuki sabba, li rasoulillahi muhibba
Birrawdhati sakanat rouhi, wa jiwaril hadi Muhammad
Assalamu alayka ya Ya Rasool Allah
Assalamu alayka ya habibi Ya Nabiyya Allah
 O Taiba (Madinah) aku datangmu yg sakit dari kerinduan
Penuh cinta untuk Rasulullah Jiwaku menetap di Rawdha (makam Nabi)
Dan tinggallah kami dengan Petunjuk Muhammad
Semoga diberikan keselamatan atasmu Wahai Utusan Allah
Semoga diberikan keselamatan atasmu duhai kekasihku

Friday 15 December 2017

DIALOG RASULULLAH SAW DENGAN MALAIKAT JIBRIL

Dialog Rosululloh Dengan Malaikat Jibril.
Oleh: Habib Umar bin Hafidz

Pernah Nabi Muhammad saw bertanya kepada malaikat Jibril as. : "Apakah engkau pernah tertawa wahai Jibril..??? ”
Malaikat Jibril menjawab :
“ Ya ”
Nabi Muhammad saw bertanya lagi,:
“ Kapan ? ”
Berkata malaikat Jibril:
“ Ketika manusia mencari sesuatu didunia sedangkan sesuatu itu tidak ada di dunia.
Sejak manusia mulai diciptakan sampai wafatnya, ia mencari sesuatu yang tidak pernah diciptakan didunia."
Nabi Muhammad saw merasa heran dan bertanya :
"Apakah sesuatu yang dicari manusia sedangkan hal tersebut tidak pernah diciptakan didunia..?!" قال جبرائيل: الراحه.

Berkata malaikat Jibril;
“ KETENANGAN ”

Sesungguhnya Allah tidak menciptakan ketenangan di dunia tetapi Allah menciptakannya di akhirat"

Semua Mencari Ketenangan... Anak kecil berkata :
"Andai aku sudah dewasa.?"
Pemuda berkata :
"Andai saja aku kembali kecil"
Orang tua berkata :
"Andai saja masa muda kembali lagi"
Orang yang telah menikah berkata :
"Andai saja aku kembali pada masa lajang (jomblo)"
Dan orang yang lajang (jomblo) berkata :
"Andai saja aku telah menikah"(Andai saja aku laku)
Orang yang tidak memiliki anak berkata :
"Andai saja aku punya anak walau hanya satu anak saja"
Orang yang memiliki banyak anak berkata :
"Andai aku tidak memiliki banyak anak"
Orang yang telah menikah dengan satu perempuan meng-inginkan :
"Andai aku bisa menikah lagi"
Andai.. Andai.. Andai.. Semua andai-andai diatas dalam rangka memburu & mencari #Ketenangan
Semua mencari ketenangan.
Akan tetapi tidak ada yang namanya ketenangan didunia ini.

Maka wajib bagi kita untuk merasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah tentukan untuk kita.
Dan kita wajib bersyukur atas hal tersebut.

Dan perlu diketahui..
Sesungguhnya ketenangan ada didalam ibadah kepadaNya serta taat kepadaNya.

Sebagai jembatan kita dalam menapaki perjalanan untuk mendapatkan makna
KETENANGAN hakiki yaitu di akhirat.
Menangislah atas (kekurangan) dirimu.

فمن ترك قراءة القرآن ثلاثة أيام منْ غير عذر سمى هاجرا

Maka barangsiapa yang meninggalkan membaca al-qur'an 3 hari tanpa udzur
Dialah yang dikatakan orang menjauh dari Ketenangan..wallahu a'lam

Saturday 9 December 2017

KISAH SAHABAT RASULULLAH JULAIBIB DAN PENGANTIN PEREMPUAN

Kisah Sahabat Rasulullah Julaibib dan Pengantin Perempuan
Wanita shalihah adalah seorang wanita yang tahan memegang bara ...
Jika datang perintah dari syariat kepada salah seorang mereka, dia taat, terima, dan tunduk. Dia tidak menyanggah, tidak membangkang, ataupun mencari alasan untuk tidak menerima-nya. 
Perhatikanlah cerita gadis suci nan mulia ini! Cerita tentang seorang pengantin wanita...
Adalah seorang laki-laki dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bernama Julaibib. Wajahnya tidak begitu menarik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menawarinya menikah. Dia berkata (tidak percaya), "Kalau begitu, Anda menganggapku tidak laku?"

Beliau bersabda, "Tetapi kamu di sisi Allah bukan tidak laku." [
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa terus mencari kesempatan untuk menikahkan Julaibib...

Hingga suatu hari, seorang laki-laki dari Anshar datang menawarkan putrinya yang janda kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar beliau menikahinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, "Ya. Wahai fulan! Nikahkan aku dengan putrimu."
"Ya, dan sungguh itu suatu kenikmatan, wahai Rasulullah," 
katanya riang.

Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, "Sesungguhnya aku tidak menginginkannya untuk diriku..."
"Lalu, untuk siapa?" tanyanya.
Beliau menjawab, "Untuk Julaibib..."
Ia terperanjat, "Julaibib, wahai Rasulullah?!! Biarkan aku meminta pendapat ibunya...."

Laki-laki itu pun pulang kepada istrinya seraya berkata, "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melamar putrimu."
Dia menjawab, "Ya, dan itu suatu kenikmatan..."
"Menjadi istri Rasulullah!" tambahnya girang.
Dia berkata lagi, "Sesungguhnya beliau tidak menginginkannya untuk diri beliau."
"Lalu, untuk siapa?" tanyanya.
"Beliau menginginkannya untuk Julaibib," jawabnya.

Dia berkata, "Aku siap memberikan leherku untuk Julaibib... ! Tidak. Demi Allah! Aku tidak akan menikahkan putriku dengan Julaibib. Padahal, kita telah menolak lamaran si fulan dan si fulan..." katanya lagi.

Sang bapak pun sedih karena hal itu, dan ketika hendak beranjak menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba wanita itu berteriak memanggil ayahnya dari kamarnya, "Siapa yang melamarku kepada kalian?"
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam," jawab keduanya.
Dia berkata, "Apakah kalian akan menolak perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?"
"Bawa aku menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh, beliau tidak akan menyia-nyiakanku," lanjutnya.
Sang bapak pun pergi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, seraya berkata, "Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, terserah Anda. Nikahkanlah dia dengan Julaibib."

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menikahkannya dengan Julaibib, serta mendoakannya,
ا
اَللَّهُمَّ صُبَّ عَلَيْهِمَا الْخَيْرَ صَبًّا وَلَا تَجْعَلْ عَيْشَهُمَا كَدًّا كَدًّا

"Ya Allah! Limpahkan kepada keduanya kebaikan, dan jangan jadikan kehidupan mereka susah."

Tidak selang beberapa hari pernikahannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dalam peperangan, dan Julaibib ikut serta bersama beliau. Setelah peperangan usai, dan manusia mulai saling mencari satu sama lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada mereka, "Apakah kalian kehilangan seseorang?" Mereka menjawab, "Kami kehilangan fulan dan fulan..." 

Kemudian beliau bertanya lagi, "Apakah kalian kehilangan seseorang?" Mereka menjawab, "Kami kehilangan si fulan dan si fulan..." 

Kemudian beliau bertanya lagi, "Apakah kalian kehilangan seseorang?" Mereka menjawab, "Kami kehilangan fulan dan fulan..."
Beliau bersabda, "Akan tetapi aku kehilangan Julaibib."

Mereka pun mencari dan memeriksanya di antara orang-orang yang terbunuh. Tetapi mereka tidak menemukannya di arena pertempuran. Terakhir, mereka menemukannya di sebuah tempat yang tidak jauh, di sisi tujuh orang dari orang-orang musyrik. Dia telah membunuh mereka, kemudian mereka membunuhnya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri memandangi mayatnya, lalu berkata,"Dia membunuh tujuh orang lalu mereka membunuhnya. Dia membunuh tujuh orang lalu mereka membunuhnya. Dia dari golonganku dan aku dari golongannya."
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membopongnya di atas kedua lengannya dan memerintahkan mereka agar menggali tanah untuk menguburnya.

Anas bertutur, "Kami pun menggali kubur, sementara Julaibib radhiallahu ‘anhu tidak memiliki alas kecuali kedua lengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga ia digalikan dan diletakkan di liang lahatnya."
Anas radhiallahu ‘anhu berkata, "Demi Allah! Tidak ada di tengah-tengah orang Anshar yang lebih banyak berinfak daripada istrinya. Kemudian, para tokoh pun berlomba melamarnya setelah Julaibib..."
Benarlah, "Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepadaNya, mereka itu adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (An-Nur: 52).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah bersabda, sebagaimana dalam ash-Shahih, "Setiap umatku akan masuk surga kecuali yang enggan." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah yang engan itu?" Beliau bersabda, "Barangsiapa taat kepadaku, maka ia masuk surga, dan barangsiapa mendurhakaiku berarti ia telah enggan." 
Di nukil dari, "90 Kisah Malam Pertama" karya Abdul Muththalib Hamd Utsman, edisi terjemah cet. Pustaka Darul Haq Jakarta 

Wednesday 22 November 2017

TERJEMAH KITAB MINHAJUL ABIDIN

TERJEMAH KITAB MINHAJUL ABIDIN



Pada kesempatan kali ini AlFaqir upload terjemah Kitab Minhajul Abidin karangan iman Al Ghazali yang di terjemahkan oleh KH. Abdulah Bin Nuh dari sekian banyak buku terjemah yang telah beredar dan saya punya. karena menurut saya terjemah ini lah yang paling menyentuh dan meresap di hati saya, dan merupakan buku terjemah koleksi saya.
semoga buku terjemah ini dapat bermanfaat bagi saya dan para pembaca yang mencari atau menempuh jalan sufi namun terbentur masalah bahasa.
Terjemah Kitab Minhajul ‘Abidin
Karya : Imam Al Ghazali
Diterjemahkan oleh (K.H.R. Abdullah bin Nuh)
الحمد لله الملك الحكـيم, الجواد الكريم العزيز الرحــيم الذى خلق الانسان فى احسن تقويم وفطر السماوات بقدرته ودبرالامور بحكمته وما خلق الجن والانس الا لعبادته فالطريق اليه واضح للقاصدين ز والد ليل عليه لائح للناظرين ولكن الله يضل من يشاء ويهد من يشاء وهو اعلم بالمهتدين والصلاة والسلام على سيد المرسلين وعلى اله الابرارالطيبين الطا هرين وسلم وعظم الىيوم الدين
Segala puji tetap bagi Allah SWT. Yang penuh Hikmah, Pemurah, Mulia, Penyayang , Tuhan yang menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, d an yang menciptakan langit dengan Kudrat-Nya, Mengatur segala urusan dengan Hikmat-Nya, dan tiada Ia menciptakan jin dan manusia melainkan untuk ibadah kepada-Nya.
Jadi, jalan kepada-Nya jelas bagi siapa yang bermaksud, begitu pula bukti yang menunjuk kepada-Nya bagi siapa yang berfikir, namun Allah jua menyesatkan siapa yang ditakdirkan-Nya sesat, dan Ia Pula memberi hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya, karena Ia lebih tahu akan orang –orang yang beroleh hidayah.
Semoga sholawat serta salam melimpah atas penghulu segala Rosul beserta keluarganya yang baik-baik lagi suci, semoga Alah SWT. Menyelamatkan dan memuliakan mereka hingga hari pembalasan.

Ketahuilah, saudara-saudaraku semoga Allah membahagiakan anda dan aku dengan keridloan-Nya, bahwa ibadah itu adalah buah dari ilmu, faedah dari umur, hasil usaha dari hamba-hamba Allah yang kuat-kuat, berang berharga dari para aulia, jalan yang ditempuh oleh mereka yang bertaqwa, bagian untuk mereka yang mulia. Tujuan dari orang-orang yang berhimmah, syiar dari golongan terhormat, pekerjaan dari orang-orang yang berani berkata jujur, pilihan dari mereka yang waspada, jalan menuju surga.
Allah SWT. Berfirman:
واناربكم فاعبـدون
“ dan Aku Tuhan kamu sekalian, berbaktilah kepada-Ku”

Dalam firman Allah SWT. lainnya
ان هذا كان لكم جزاء وكان سعيكم مشكورا
“ ini adalah ganjaran bagi kamu, atas usaha kamu yang bersyukur”
hal ibadah telah cukup kami pikirkan, telah pula kami teliti jalanya dari awal hingga tujuan akhirnya yang diidam-idamkan oleh para penempuhnya. Ternyata suatu jalan yang amat sukar, banyak tanjakan-tanjakan (pendakian-pendakiannya), sangat payah, dan jauh perjalanannya, besar bahayanya, tidak sedikit pula halangan dan rintangannya, samar dimana tempat celaka dan akan binasa, banyak lawan dan penyamun, sedikit teman dan penolongnya.
Memang seharusnya begitu, sebab ibadah itu ialah jalan ke surga, jadi semua ini sesuai dengan sabda Rosulullah SAW.

الا وان الجنة حــفـت با لمكاره وان النار حـفـت بالشهوات
“ Perhatikanlah surga itu dikepung oleh segala macam kesukaran sedangkan neraka dikelilingi oleh segala hal yang menarik.”
Rosulullah bersabda pula,:

الاوانالجنةحجـن بربوة الاوان النار سهـل بشهـوة
“ Perhatikan jalan kesorga itu penuh rintangan dan menanjak sedangkan jalan keneraka itu mudah dan rata.”
Semua itu ditambah dengan kenyataan bahwa manusia itu lemah, sedangkan jaman sudah payah, urusan agama mundur, kesempatan kurang, banyak tugas, umur pendek , penguji amat teliti, ajal dekat, perjalanan jauh, taat satu-satunya jadi bekal, karena itu harus taat, tidak dapat tiada.

Namun waktu telah berlalu, tak dapat dipanggil kembali, pendeknya siapa yang taat, dialah yang beruntung, bahagia selama-lamanya. Tetapi siapa yang tidak mau taat, maka rugi dan celakalah dia.
Kalau begitu soalnya sulit dan bahayanya besar, karena itulah maka jarang sekali orang yang memilih jalan ini, diantara yang telah memillihnyapun jarang sekali yang benar-benar menempuhnya.

Diantara yang menempuhnya juga jarang pula yang sampai kepada tujuannya dan berhasil mencapai apa yang dikejarnya. Mereka yang berhasil itulah orang-orang mulia pilihan Allah SWT. Untuk ma’rifat dan mahabbah kepada-Nya. Diberinya taufik dan pemeliharaan terhadap mereka, dan disampaikan-Nya dengan penuh karunia kepada keridloan-Nya.

Kita bermohon semoga Allah SWT. Memasukan kita ke dalam golongan yang beruntung dengan memperoleh rahmat-Nya.
Oleh karena kami lihat jalan ke arah ini begitu keadaannya, kami pun berpikir dan merenungkan bagai mana cara menampuhnya, alat dan perlangkapan apa yang diperlukan si penempuhnya, dengan ilmu dan amal, mudah-mudahan saja ia dapat menempuhnya dengan taufik Ilahi dalam keadan selamat, tidak terhenti dalam tahapan-tahapannya sehingga patah disitu dan masuk golongan yang celaka binasa, na’uzubillah.

Itulah sebabnya maka kami berusaha menyusun beberapa kitab tentang jalan kearah itu dan cara menempuhnya, seperti antara lain kitab Ihya, Al Qurbah dsb, akan tetapi , kitab-kitab tersebut banyak mengandung soal-soal yang halus, mendalam sekali, sukar untuk dimengerti oleh kebanyakan orang, sehingga akhirnya mereka benci dan mencela, mengecam apa saja yang mereka belum paham dalam-kitab-kitab tersebut.
Namaun kita tidak harus heran, karena kitab mana yang lebih mulia dan lebih baik dari Al Qur’an, tetapi kitab suci tersebut masih saja dicela oleh orang-orang yang tidak mau menerima, mereka katakan hanya dongengan-dongengan kuno belaka.
Zainal Abidin, Ali bin Ali bin Abu Tholib r. a pernah berkata:
“Diantara ilmu-ilmuku, johar mutu manikamnya kusembuyikan, agar tiada terlihat orang yang tidak mampu, karena akhirnya ia akan tersesat."

Hal ini memang telah dipesankan oleh Abu Hasan kepada Husain dan Hasan. Karena terkadang ada johar ilmu yang kalau dibuka tabirnya pasti ada orang yang akan menuduh aku musyrik, dan menghalalkan jiwaku untuk dibunuh, karena dikiranya perbuatan keji itu suatu amal yang baik.”
Keadaan seperti itu menuntut para ulama agar memandang mereka dengan rasa belas kasih, tidak berbantah-bantahan.
Karena itu, lalu aku bermohon kepada Allah Swt. Minta diberi-Nya taufik agat dapat menyusun sebuah kitab yang cocok bagi mereka. Permohonanku itu diluluskan-Nya, diilhami-Nya sehingga dapat mengarang sebuah kitab dengan suatu susunan yang indah, belum pernah kudapat dalam karangan-karanganku sebelumnya, kitab baru itu, ialah (kitab minhajul A’bidin) yang kusajikan sekarang ini.

Adapun hamba Allah itu bila mulai bangun dan ingat untuk ibadah, ia tajarrud dengan membulatkan hati menempuh jalan ibadah, mula-mula ialah karena ada suatu lintasan dihatinya yang suci. Itu adalah pemberian dari Allah Swt. Dengan taufik yang khusus dari Dia, dan ini adalah yang dimaksud dengan firman Allah :

افمن شرح صدره للاسلام فهو على نور من ربه
“apakah orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah untuk menerima Islam, ia dikarunia Allah dengan suatu nur (apakah dia itu lebih baik atau tidak?)

dan telah diisyaratkan pula hal tadi oleh Rosulullah Saw. dalam Sabda beliau :

ان النور اذا دخل القـلب انفسح وانشرح
“ Nur itu apabila sudah masuk dihati manusia, menjadi lapang dan menjadi lega hatinya.”

Disini ada yang bertanya kepada Rosulullah :

يارسول االله هل لذلك من علامة يعرف بها
“ Ya Rosulullah, ! apa yang seperti itu ada tandanya sampai bisa diketahui tanda itu?” jawab beliau:
قال:التجافى غن دار الغرور والانابة الى دار الخـلـود والاستـعـداد للموت قبـل نزول الموت
“ Ada tandanya, yaitu menjauhkan diri dari negri palsu (dunia) dan kembali ke negri kelanggengan serta bersiap untuk mati sebelum mati.”

Apabila hal ini terlintas di hati seseorang maka mula-mula ia akan berkata (kepada dirinya) :
“ Oh ! aku sekarang merasa bahwa diriku ini dikaruniai dengan bermacam-macam kenikmatan oleh Allah, seperti nikmat hidup, nikmat mempunyai sifat kudrat (kekuasan) bisa berbuat apa-apa, bisa berfikir, bisa bicara, dan hal yang mullia lainnya, dan ada padaku kenikmatan, kesenangan, disamping selamatnya aku dari bermacam-maccam ujian dan musibah, banyak musibah yang terhindar dari aku dan aku tahu seemua ini ada pemberinya yang menuntut supaya aku bersyukur kepada-Nya, dan berhidmat kepadanya, dan apabila aku lalai, lupa, tidak bersyukur dan tidak berhidmat, pasti dia akan hilangkan nikmat-Nya dan pasti aku diberi hukkuman dan balasan, dan dia sudah mengutus kepadaku seorang Rosul ( namanya : Muhammad Saw.) dia menndukung rosul itu dan menguatkannya dengan mu’jizat yang luar biasa, diluar kemampuan mannusia..

Rosul itu memberitakan kepadaku bahwa aku hanya mempunyai satu Tuhan yang Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Hidup, Maha Berkehendak, Berbicara, Menyurh, Melarang dan Kuasa Menghukum apabila aku durhaka kepada-Nya dan Ia akan mamberi ganjaran apabila aku taat kepada-Nya, Dia tahu segala rahasiaku, dan tahu apa saja yang terlintas dipikiranku, dan Dia sudah menjanjikan sesuatu, dan Dia telah memerintahkan agar aku taat pada hukum-hukum syari’at.
Apabila seseorang sudah berkata begitu dihatinya dia itu faham bahwa ini mungkin, tidak mustahil, ia dengar berita-berita dari Rosulullah S.A.W (melalui ulama-ulama yang menyampaikan kepadanya) Ia berkata dihatinya :
“ ini mungkin, tidak mustahil, tidak ada kemustahilan bagi yang demikian itu dalam akal, sepintas lalu saja sudah bisa dimengerti. “
disini dia kuatir tentang nasib dirinya karena rasa takut.
Ini namanya lintasan hati yang membawanya takut tetapi engkau sudah mengerti sekarang engkau terikat.

Untuk memutuskan diri daripadanya, tidak ada alasan, apalagi unutk berayal-ayalan, sehingga mendorong dia dengan keras untuk berfikir tetapi berusaha dan mencari jalan keselamatan, bagaimana? Dia ketakutan, bagaimana supaya merasa aman dari apa yang sudah masuk dihatinya atau yang sudah didengar oleh telinganya sendiri?
Tidak ada jalan lain lagi dihadapannya selain dengan otaknya yang sehat, memikirkan dan mencari bukti.

Mula-mula terhadap adanya buatan yang menunjukan adanya si pembuat, adanya alam semesta, ini juga buatan, yang menunjukan adanya si pembuat, yaitu Allah SWT. Agar ada baginya ilmu yakin dan tidak syak wasangka lagi akan hal-hal yang ghaib. Benar, Allah itu tidak dapat dilihat, tetapi bukti akan perbuatannya, yaitu alam semesta yang indah dan unik, yang menandakan adanya Allah.
Disini dia akan yakin bahwa memeng dia mempunyai Tuhan yang memerintah dan melarangnya.
Inilah tanjakan yang pertama, pendakian yang pertama, yang dihadapinya dalam perjalanan ibadah. Yaitu tanjakan ILMU & MA’RIFAT.

Agar diketahui, ibadah tanpa ilmu dan ma’rifat tidak ada artinya. Agar dalam urusan ini ia tahu betul, apa yang dilakukannya, kemudian dia menempuh tanjakan ini, tidak dapat tiada, harus menempuhnya, kalau tidak, dia akan celaka, mau tidak mau harus menempuh tanjakan ini, artinya ia harus belajar (mengaji), supaya bisa beribadah, menempuh jalan ini dengan sebaik-baiknya, memikirkan buktinya, dan merenungkan sepenuhnya.

Dengan belajar (mengaji), bertanya kepada guru para ulama tentang akhirat, kepada petunjuk-petunjuk jalan, dian-dian (lampu-lampu) umat. Pemimpin para imam, dan mintalah faedah dan doa dari beliau-beliau itu, mudah-mudahan Allah SWT. Memberi taufik-Nya.
Dengan minta bantuan Allah, dia akan menempuh tanjakan ini dengan taufik dari Allah SWT.
Setelah dia cukup mengaji, berhasillah baginya ilmu yakin.
Mengetahui tentang hal-hal yang ghoib, maka tahu adanya Allah, adanya Rosulullah, adanya sorga, adanya neraka, adanya hisab, adanya nusyur, adanya wukuf fil mahsyar, dll. Dia yang menciptakan dirinya, dan sekarang ia tahu bahwa tuhan itu menyuruh bersyukur, menyuruh khidmat dan taat lahir batin.
Dan Tuhan menyuruh dia supaya berhati-hati, jangan sampai kufur, jangan melakukan bermacam-macam maksiat, dan Dia SWT. Sudah menetapkan akan adanya ganjaran yang kekal kalau ia taat kepada-Nya, dan akan ada pula hkukuman yang kekal kalau ia durhaka dan berpaling dari pada-Nya. Dan pada saat itu ia didorong oleh pengetahuan ini dan oleh keyakinannya akan yang ghaib itu, didorong untuk menyingsingkan lengan baju untuk berhidmat, melakukan ibadah dengan sepenuh hatinya. Yaitu beribadah memperhambakan diri kepada yang memberi nikmat ini, yaitu Allah SWT. Yang ia cari-cari selama ini, sekarang sudah ketemu.
Tetapi dia belum tahu bagai mana caranya beribadah?
Kini dia telah mengenal Tuhan, kemudian bagaimanakah cara beribadahnya? Apa yang diperlukan untuk berhidmat kepada-Nya dengan lahir batin itu?
Sesudah tamat ilmu tauhid, maka ia belajar ilmu Fikih, bagaimana berwudhu, shalat, dsb. Yaitu fardu beserta dengansyarat lahir bathinnya. Sesudah ia mendapatkan seperlunya ilmu tentang yang yang fardu, tentang ibadah, maka sekarang ia bangun untuk benar-benar mulai beribadah, dan bekerja melakukan ibadah.
Akan tetapi, kemudian ia berfikir dan melihat, dan tiba-tiba ia insyaf bahwa ia banyak dosa, banyak kesalahan dan maksiat.
“ Wah ! aku ini orang yang berdosa dalam kehidupanku yang sudah lalu”.

Memang manusia itu insyaf mau beribadah, dan terus berfikir “ bagaimana aku beribadah, sedangkan aku masih melakukan dosa? Bagaimana aku beribadah sambil durhaka? Betapa berat aku ini berlumur dengan kedurhakaan.
Dengan demikian aku harus bertaubat dulu, membersihkan diri dari maksiat, dan menyesal agar diampuni dosa-dosaku oleh Allah dan membebaskanku dari belenggu dosa-dosa itu , supaya Dia SWT. Membersihkan diriku dari kotoran-kotoran dosa, setelah itu baru aku baik untuk berhidmat dan dekat dihamparan Allah.
Disini ia berhadapan dengan tanjakan TAUBAT susah juga unuk menempuhnya, tidak dapat tiada ia harus menempuh tanjakan taubat ini, agar ia sampai kepada yang dimaksud daripada ibadah itu.
Diamulai taubat, melakukan taubat sebagai mana mestinya dan menurut syarat-syarat sampai akhirnya ia dapat menempuhnya.
Setelah dia berhasil taubat secara benar, dan selesai pada tanjakan ini, maka ia merasa rindu untuk melakukan ibadah, untuk memulai ibadah. tetapi kemudian ia berfikir lagi, merenungkan lagi, dan tiba-tiba disekitarnya ada halangan-halangan (penghalan-penghalang) yang mengepung dirinya. Menghalanginya dari apa yang dimaksudnya, yaitu ibadah. Ia melihat, merenungkan, macam apa halangan-halangan itu?
Akhirnya dapat disimpulkan halangan-halangan itu ada empat macam:
1. Dunia
2. Makhluk
3. Syaitan
4. Nafsu
ia tidak dapat tiada, harus menolak halangan-halangan itu dan menjauhkannya, menyingkirkannya, kalau tidak demikian tidak akan tercapai tujuan ibadah itu.
Disini ia dihadapkan pada tanjakan baru namanya tanjakan PENGHALANG
Ia harus menempuh tahapan ini dengan empat jalan, masing-masing :
1. Tajarud ‘anidun’ya (membulatkan hati, sampai tidak bisa ditipu oleh dunia)
2. Memelihara diri supaya tidak bisa disesatkan oleh mahluk 
(sebab kebanyakan mahluk suka menyesatkan)
3. Memaklumkan perang terhadap syaitan 
(sebab kalau tidak diperangi, syaitan akan terus saja menghalangi)
4. Menaklukan hawa nafsu kita sendiri.
Menaklukan nafsu ini yang paling susah, sebab tidak bisa dikikis habis sama sekali, sampai terpisah sama sekali dari nafsu, hal ini tidak bisa. Sebab nafsu itu ada gunanya, hanya jangan sampai ia mengalahkan kita tidak bisa seorang itu menundukan nafsunya sama sekali, malah ini berbahaya, kita jangan menekan nafsu itu sampai mati, ini yang paling susah, mati jangan, sampai menguasaipun jangan.

Tidak bisa dikikis sama sekali tidak bisa, kalau orang mengikis habis nafsunya sama sekali, celakalah dia, jadi dia bukan manusia.
Kalau syaitan bisa dikalahkan sama sekali, bahkan saitannya Rosulullah SAW, Sudah masuk islam. Kita juga harus mampu mengalahkan syaitan itu, tetapi hawa nafsu atau diri kita tidak harus ditumpas sama sekali
Sebab, diri kita adalahh kendaraan kita (alat kita), namun tidak akan ada harapan bahwa nafsu kita akan mendorong kita kepada kebaikan, kalau dibiarkan, nafsu akan mendorong, hanya kepada kejahatan saja.
Karena itu untuk menyiasati diri kita sendiri paling susah, jangan diharap bahwa nafsu akan mufakat dengan kita untuk beribadah dan menghadap dengan sebulat hati kita kepada ibadah, sebab nafsu itu memang tabiatnya tidak baik, hanya ingin berbuat apa-apa yang melupakan kita kepada Allah SWT.
Menurutkan nafsu semata akan membawa kita kepada apa yang membuat kita lupa kepada Allah SWT, kalau begitu perlu ia (hamba Allah) mengendalikan nafsunya, dengan alat kendali yang namanya TAQWA

Supaya tetap nafsu itu hidup baginya, tidak mati, tapi tunduk, yaitu dengan kendali, seperti mengendalikan kuda binal. Jadi seseorang itu bisa menggunakan nafsunya untuk kebaikan, kemaslahatan dan untuk kebenaran, dikendalikan jangan sampai jatuh ketempat-tempat celaka, tempat-tempat yang merusak.
Kalau begitu ia sekarang mulai menempuh tanjakan ini dengan meminta tolong kepada Allah SWT. Supaya dapat menempuh tanjakan yang terjal ini. setelah ia menempuh tanjakan atau penghalang ini, ia kembali kepada ibadah, tetapi tiba-tiba kelihatan lagi ada rintangan-rintangan yang lain.
Kalau tadi ada penghalang yang tetap. Maka sekarang ia menghadapi rintangan-rintangan yang terkadang datang dan terkadang menghilang, hal ini akan membingungkan hatinya untuk sepenuhnya menuju tujuannya, yaitu beribadah sebagaimana mestinya.
Ia merenungkan macam apakah halangan-halangan itu? Setelah lama merenungkan …oh ! ia tahu ada empat rintangan ialah :
1. Rizki
Dirinya sendiri, menagih dengan pertanyaan. Bagaimana makananku? Pakaianku? Mana untuk anak-anakku? Mana untuk keluargaku? Mana?
Inilah rintangannya, dan dirinya berkat begini “
“Harus ada bekal bagiku! Harus ada apa-apa yang menguatkan diriku! Aku harus tajarud ‘aniddun’ya, sekarang aku sudah membulatkan hati aku sudah tidak dapat digoda lagi oleh dunia, mana rizkiku?
Aku sudah menjaga diri supaya jangan ditipu oleh mahluk-mahluk sekarang aku harus berhati-hati terhadap mahluk kalau begitu bagaimana tenaga dan bekalku itu? Itu tagihan nafsunya (dirinya)sendiri.

Rintangan yang kedua ialah:
2. Bahaya-bahaya
macam-macam bahaya yang ia takutkan, ia takut ini dan mengharapkan itu, takut-takut kalau tidak jadi.
Ia ingin anu, anu, anu, takut kalau-kalau tidak ada.
Ia takut anu, anu,anu, takut kalau –kalau ada.
Ia tidak tahu apa yang baik baginya dalam hal ini, dan apa yang jelek baginya, ia hanya meraba-raba saja, sebab akibat-akibat dari segala sesuatu itu samar sifatnya, dan apa akibat-akibatnya? Hatinya bimbang, mungkin dia jatuh kepada kerusakan datau kepada tempat kecelakaan.

Rintangan yang ketiga adalah:
3. Macam-macam kesusahan
musiba-musibah yang datang kepadanya bermacam-macam dari tiap segi (tiap sudut).
Apalagi sekarang ia sudah berterkad untuk menjadi seorang yang lain dari yang lain, tidak sama dengan mahluk yang lain, mau beribadah, sedang orang lain tidak mau beribadah. Apalagi ia sudah bertekad pula utnuk berperang melawan syaitan dan syaitan juga tidak akan diam, syaitan bersedia untuk melawannya.
Dan ia sudah bertekad untuk melawan nafsu, sedangkan nafsu juga sudah siap untuk merobohkannya.
Berapa banyak kepayahan yang dihadapinya. Berapa banyak kebingungan dan ke sedihan yang melintang dijalannya, berapa banyak musibah yang menyambutnya, ini juga harus dipikirkannya.

Dan yang keempat diantara rintangan-rintangan itu adalah
4. Macam-macam takdir dari Allah
ada yang manis, ada yang pahit, sedangkan nafsu cepat saja berkeluh kesah , “wah bagaimana ini? Demikian cepatnya nafsu tergoda.
Maka disini ia menghadapi tanjakan lagi “ RINTANGAN EMPAT”
ia harus menempuhnya dengan dengan empat macam alat :
1. Tawakal kepada Allah SWT.
Dalam hal rizki, harus tawakal dan menyerah kepada Allah SWT. (ditampat bahaya kita serahkan kepada Allah SWT. Seperti, kata seorang yang beriman diantar penghuni keraton firaun :”aku serahkan urusanku kepada Allah”, yaitu sewaktu ia diancam oleh fir’aun akan dibunuh)
2. Pasrah sepenuhnya kepada Allah mengenai apa yang dikhawatirkan.
3. sabar berkenaan dengan datangnya berbagai bencana
4. Ridho ketika menghadapi ketentuan (qodlo)Allah.
Dan dengan penuh kesabaran, ketika ujian itu menimpa dirinya, ia menerimanya dengan penuh kesabaran dia tetap tahan dan rido, sama waktu datang takdir dari Allah dia rido.
“takdir saya terima dengan ikhtiar dan berjuang, saya terima takdir ini”
jadi ia mulai juga menempuh tanjakan ini dengan izin Allah SWT. Dan dengan kebaikan bimbingan dari Allah SWT.

Sudah ia selesai menempuh tanjakan yang baru ini, yakni tanjakan rintangan yang keempat, kembali ia beribadah, ia berfikir pula. Tiba-tiba dirinya lesu, malas, tidak giat dan tidak terdorong kepada kebaikan sebagaimana mestinya. Nafsunya cenderung kepada lalai dan senang-senang saja istirahat, nganggur dan maunya tidak bekerja.
Malah cenderung kepada kejahatan dan kepada hal-hal yang tidak ada gunanya dan kearah bencana dan kebodohan. Jadi disini ia perlu pendamping yang membawanya kepada kebaikan, kepada taat dan membuat ia giat kembali untuk kebaikan, karena ada yang menegur nafsunya supaya jangan berbuat jahat dan durhaka.
Penahanan atau penegur itu ialah HARAPAN dan TAKUT .
Harapan itu ialah harapan ganjaran yang besar dari Allah SWT. Ini adalah pengiring yang dapat membangkitkan kepada Taat menggerakan dirinya untuk benar-benar giat.
Adapun takut itu ialah takut kepada hukuman Allah yang pedih, yang diancamkan oleh Allah.

Ancaman itu berupa penegur, penolak dari segala maksiat, menjauhkannya dari perbuatan tersebut, mencegahnya dari berbuat maksiat, inilah tanjakan pendorong yang menyambut dia disini.
Jadi ia perlu menempuh dengan dua alat HARAPAN dan TAKUT maka ia mulai menempuh tajakan in dengan taufik dari Allah SWT. Akhirnya ia dapat menempuhnya dengan selamat.

Setelah ia menempuh tanjakan pendorong ini ia kembali kepada ibadah. Disini ia sudah tidak melihat lagi penghalang dan perintang, bahkan menemukan pendorong dan pengajak, karena itu giatlah ia beribadah, dilakukan secara sebenar-benarnya, dengan penuh rindu dan gemar melakukannya.
Dan ia terus-menerus beribadah .
Tetapi kemudia ia melihat, berfikir, dan tiba-tiba terlihat olehnya bahwa ibadah yang susah payah ia lakukan, ada dua hama,
Sewaktu-waktu ia berpura-pura dengan taatnya agar dilihat oleh manusia, berarti riya, dan kadang-kadang ia tidak berbuat demikian, bahkan mencerca dirinya sendiri supaya jangan riya, tetapi kemudia ia terkena penyakit sombong(ujub), kesombongannya itu merusak ibadahnya, merugikan dia, menghancurkannya.
Disini ia dihadapkan kepada suatu tanjakan baru, namanya tanjakan PANCACAD, pembuat cacad.
Jadi ia terpaksa menempuhnya dengan IKHLAS dan DZKIRUL MINNAH (Selalu ingat bahwa semua kenikmatan yang didapatkan adalah atas karunia Allah SWT), ikhlas itu lawannya riya, dzikrul minah itu lawannya ujub.
Ikhlas artinya memurnikan ibadah, dzikkrul minah ialah ingat akan jasa Tuhan, jadi tidak sombong dan takabur.
Ia mulai menempuh tanjakan ini dengan ijin dari Allah, dengan dengan kesungguhan hati, dengan hati-hati dan waspada, dengan peliharaan dari Allah SWT. Serta bimbingannya.

Ketika ia sudah melalui tanjakan yang baru ini berhasilah ia beribadah sebagaimana mestinya, sebagaimana patutnya, sehat selamat dari gangguan wabah.
Akan tetapi ia berpikir lagi, tiba-tiba ia melihat dirinya sedang tenggelam dalam lautan kenikmatan dan jasa dari Allah SWT. Dan kebaikan-kebaikan-Nya, dari banyaknya yang dikaruniakan Allah kepadanya, yaitu diberi taufiq dan pemeliharaan serta macam-macam penguat dan pendukung, dihormati, dimuliakan, akhirnya ia kuatir kalau ia lupa berterimakasih, sehingga akibatnya, ia jatuh kedalam kufur, lupa bersyukur, sebab kalau jatuh ke jurang lupa , berarti dia jatuh dari martabat yang tinggi, yaitu martabat khadam yang khusus untuk Allah SWT. Dan hilang daripadanya nikmat-nikmat yang mulia itu.

Maka disini ia dihadapkan kepada tanjakan baru dan terakhir, namanya: tanjakan PUJI dan SYUKUR.
Tetapi ia sadar unuk menempuh tanjakan ini dengan sedapat mungkin, yaitu dengan memperbanyak puji dan syukur atas nikmat-nikmat daripada-Nya yang banyak itu.
Setelah ia menempuh tanjakan yang terakhir ini dan kemudia, ia turun kedataran, tiba-tiba ia bertemu dengan maksud dan keinginannya, yang berada di depannya, ia melangkah sedikit kedepan, tibalah ia kedataran karunia dan padang rindu serta halaman mahabbah.Kemudian ia masuk kedalam taman keridoan, kebun-kebun kecintaan dan kehangatan hati, sampai dihamparan kegembiraan, dekat martabat, tempat munajat, beroleh pakaian kehormatan dan kemuliaan. Jadi ia merasa nikmat dalam keadaan seperti ini, selama hidupnya dan sisa umurnya, badannya masih didunia, tetapi hatinya sudah diakhirat.
Ia menunggu dari hari ke hari pembawa surat, sampai ia bosan terhadap mahluk, benci terhadap dunia, rindu ingin cepat pulang.

Rindunya penuh pada alamul a’la (masyarakat yang tertinggi),Tiba-tiba datanglah utusan-utusan pembawa amanat dari Robul ‘Alamin kepadanya datang dengan segala yang menyenagkan, dengan wewangian dan berita yang menggembirakan, keridoan dari Allah, dari Tuhan yang rido tidak murka, jadi mereka itu (para malaikat) memindahkan dia dalam keadaan senang dan gembira penuh dengan kehangatan, dari negri yang pana, yang menggoda, kehadirat keTuhanan dan tempat taman firdaus. Dirinya yang lemah dan berfikir itu memperoleh kenikmatan yang kekal dan kerajaan yang besar. Ia menemukan disana nikmat karunia dari tuhannya, yaitu Allah SWT. Yang Rahim, yang Pemurah. Yaitu kelemah lembutan, kesayangan dan sambutan, pemberian nikmat, pemberian kemuliaan, dan apa yang tak terkatakan lagi, tidak pernah dilihat, tidak bisa digambarkan, tiap hari terus bertambah sampai selama-lamanya.

Besar nian kebahagiaan ini, tinggi nian kerajaan ini, bahagia nian hamba Allah ini, manusia yang mahmud (terpuji) ini, baik sekali tempat kembalinya.
Kita bermohon kepada Allah yang Baik, yang Rahim, agar dia memberikan aku dan kamu sekalian kenikmatan yang besar karunia yang agung, tidak sukar bagi Allah SWT. Berbuat yang demikian itu. Kita mohon supaya kita jangan dijadikan orang yang termasuk golongan yang tidak ada nasib bagi yang demikian itu, hanya mendengar saja dan pengetauan saja dan melamun saja tanpa mendapatkan manfaat, dan kita mohon supaya Dia jangan mambuat ilmu yang ita kaji sekarang ini, hanya jadi hujah yang merugikan kita kelak diyaumul kiyamah, dan kita mohon Dia memberi taufik kepada kita sekalian untuk mengamalkan yang demikian itu dan melakukannya sebagaimana mestinya, sebagaimana yang diridloi oleh –Nya.
Sesungguhnya dia jua yang memberi rahmat dan dia jua yang Pemurah.
Nah, inilah isi kitab yang diilhamkan Allah kepadaku unutk menerangkan jalan ibadah itu sekarang, ketahuilah dengan taufiq dari Allah bahwa jumlah semuanya ini ada 7 tanjakan :
1. Tanjakan Ilmu dan Ma’rifat
2. Tanjakan Taubat
3. Tanjakan Halangan
4. Tanjakan Rintangan
5. Tanjakan Pendorong
6. Tanjakan Pencacad
7. Tanjakan Puji dan Syukur
Dan dengan tamatnya tanjakan-tanjakan ini, maka tamatlah kitab minhajul abidin ini.
Sekarang akan aku jelaskan tanjakan-tanjakan ini dengan keterangan-keterangan singkat yang mengandung makna-makna penting. Masing-masing akan diterangkan dalam babnya tersendiri, Insya Allah.
Allah jua yang memberi taufiq dan membimbing kita dengan karuniaNya
Wallahu ‘alam bishowab.
AQOBAH I
ILMU DAN MA’RIFAT
Aku mulai berkata dengan taufiq dari Allah S.W.T. : Wahai Orang-orang, yang ingin lepas dari bahaya dan ingin beribadah yang murni terhadap Tuhan, semoga Allah memberi taufiq kepadamu, tetapi sebelum- nya harus memiliki ilmu dahulu.
Sebab ibadah itu percuma kalau tanpa ilmu, sebab ilmu itu adalah poros­nya, segala sesuatu berputar disekitarnya.
Ketahuilah ! bahwa ilmu dan ibadah itu adalah dua permata. Untuk ilmu dan ibadah itulah maka terjadi semua apa-apa yang engkau lihat dan dengar itu, hanya untuk ilmu dan ibadah.
Apa yang engkau lihat dan dengar itu, yaitu kitab-kitab yang dikarang oleh ulama-ulama, ajaran dari guru-guru, nasihat dari penasehat-penasehat, pikiran dari para pemikir, itu semuanya demi untuk ilmu dan ibadah.
Dan karena untuk ilmu dan ibadah juga maka kitab-kitab suci itu diturunkan oleh Allah S.W.T., dan semua Rasul-rasul diutus hanya untuk ilmu dan bahkan lebih dari itu langit dan bumi diciptakan Tuhan hanya untuk ilmu dan ibadah, dan begitu pula semua apa yang ada di langit dan di bumi, semua mahluk yang hidup dan yang tidak hidup.
Sekarang renungkanlah dua ayat dalam kitab suci Allah S.W.T. (Al-Qur’an).
Yang satu  diantara dua ayat itu adalah:
“Allah yang menciptakan tujuh langit dan tujuh bumi, seperti langit, turun berkali-kali perintah Allah antara langit dan bumi, supaya engkau memperoleh ilmu, supaya kamu sekalian mempunyai ilmu, bahwa Allah itu kuasa atas segala sesuatu dan bahwa Allah sudah berilmu, sudah mengetahui segala sesuatu yang meliputi ilmu itu untuk segala sesuatu”.
Dengan tafakur tentang langit dan bumi, kita berharap akan memperoleh ilmu itu nanti.
Dengan satu ayat ini sebagai dalil, sudah cukup untuk diketahui bahwa ilmu itu memang mulia.
Terutama ilmu Tauhid, sebab mengenai Allah S.W.T. dan asma-Nya dan sifat-Nya dll.-Nya.
Ayat yang kedua yang harus kita renungkan itu ialah Firman Allah S.W.T.:
“Aku menciptakan jin dan manusia tak lain hanya untuk beribadah kepada-Ku”.
jadi ini menunjukkan kemuliaannya ibadah. Cukup dengan ayat yang ini sebagai petunjuk bahwa ibadah itu mulia, dan bahwa kita harus dengan dawam beribadah. Besar nian dua hal yang dimaksud dari penciptaan dunia dan akhirat, yaitu ilmu dan ibadah. Jadi wajib bagi tiap-tiap hamba untuk memperhatikan ilmu dan ibadah saja, yang lainnya batil (Dalam ilmu dan ibadah sudah masuk semua apa-apa yang membuat maju dunia dan akhirat).
Pembangunan, melaksanakan kemakmuran, kalau karena Allah, termasuk ibadah. Jadi cukup dengan perkataan ilmu dan ibadah telah mencakup semua kebahagiaan dunia dan akhirat, yang sehat, bukan kemajuan yang jahat, tapi kemajuan yang sehat. Cukup dengan ilmu dan ibadah, jangan kita mengerjakan yang lain, melainkan hanya ilmu dan ibadah.
Walaupun untuk membuat jalan, membuat kebun dan apa saja, masuk dalam ibadah kalau diniatkan supaya dunia ini menjadi ladang (sawah) bagi akhirat. Dengan demikian setiap orang itu jangan mengerjakan sesuatu melainkan ilmu dan. ibadah saja.
jangan kita mempergunakan otak kita melainkan untuk ilmu dar ibadah, dipusatkan sekarang ini perhatian kita kepada ilmu dan ibadah, kalau sudah terpusat, maka jadi kuat, dan kalau sudah kuat jadi berhasil.
Jangan banyak berfikir, satu saja sudah. ilmu dan ibadah, satukan saja, disitu ada konsentrasi disitu ada sukses.
Yang selain ilmu dan ibadah, batil, sesat, yang selain daripada ilmu dan ibadah, akan menghancurkan dunia.
Insya-Allah dunia ini akan hancur kalau tidak kembali kepada ilmu dan ibadah.
Tidak ada yang baik selain daripada ILMU dan IBADAH.
jika engkau telah mengetahui yang demikian itu, yakinlah bahwa ilmu adalah yang termulia dan utama diantara dua permata itu. Oleh karenanya Nabi S.A.W. bersabda :
“Kelebihan orang yang berilmu atas orang yang ibadah seperti kelebihanku atas orang yang terendah dari umatku." (Ini hadits hasan, sanadnya, dan diperkuat oleh yang lainnya, diriwayatkan oleh Al-Haris bin Abi Uzamah dari Abi Said Al-Hudri dan  dikutatkan oleh riwayat dari Turmudzi dari Abi Umainah).
dan bersabda Rosulullah S.A.W

“Sekali melihat kepada wajah orang yang berilmu, lebih suka bagiku dari pada ibadah satu tahun penuh puasa siangnya,penuh salat malam harinya (ini Fadilahnya ilmu, tapi hanya bagi orang yang berilmu yang ilmunya diamalkan).
Rosulullah bersabda pula :

“Inginkah kamu sekalian tahu, siapa yang paling mulia diantara penghuni Surga ?’*.
jawab para sahabat : “Bahkan, kami ingin tahu ya Rosulullah”.
Sabda,Rosulullah S.A.W. : ” ialah Ulama-ulama , ahli ilmu dan umatku “
Sekarang  jelaslah bahwa ilmu itu permata, yang lebih mulia daripada ibadah, tapi ibadahpun tidak boleh tiada, harus dikerjakan dengan disertai ilmu. Jika demikian, ilmunya itu akan menjadi debu yang berhamburan ditiup angin, sebab ilmu ibarat pohon dan ibadah ibarat buah, yang menja­dikan pohon lebih mulia, karena pohon itu pokok, tapi manfaatnya ialah buahnya. Oleh karenanya maka tak dapat tiada bagi, manusia itu harus mempunyai keduanya, yakni ilmu dan ibadah.
Karena itu berkata Imam Al-Hasanul Basri
“Tuntutlah ilmu, tapi tidak melupakan ibadah, dan kerjakanlah ibadah, tapi tidak boleh lupa pada ilmu”.
oleh karena itu sudah jelas bahwa manusia itu harus memiliki kedua- duanya (ilmu dan ibadah), dan yang utama harus didahulukan ialah i1mu, sebab ia pokok dan petunjuk.
Bagaimana akan dapat beribadah jika tidak mengetahui cara-caranya.
Dan karena itu bersabda Rasulullah S.A.W. :
” Ilmu  itu imamnya amal., sedangkan amal makmumnya”.
Sebab-sebab yang menjadikan ilmu itu pokok dan harus didahulukan dari ibadah, didasarkan pada dua, perkara. Pertama, agar ibadah itu berhasil dan sehat, maka wajib bagimu mengenal dahulu siapa yang harus disembah. setelah itu baru engkau menyembah kepada-Nya. Bagaimana jadinya, apabila engkau :-menyembah yang engkau belum kenal dengan asma-Nya dan sifat-sifat zat-Nya, dan yang wajib bagi-Nya dan yang musta­hil dalam sifat-Nya, sebab terkadang engkau meng-iktikadkan sesuatu yang tidak layak bagi-Nya dan sifat-Nya. jika demikian, maka ibadahmu itu berhamburan seolah-olah sebagai debu ditiup angin.
Ada hikayat dua orang, yang seorang berilmu tapi tidak beribadah, dan yang seorang lagi beribadah tapi tidak berilmu.
Maka mereka dicoba oleh seseorang, sampai dimana jahatnya orang yang berilmu tapi tidak beribadah, dan jahatnya orang yang beribadah tanpa ilmu. Dia mendatangi keduanya dengan memakai pakaian yang hebat.
Kepada orang yang beribadah, ia berkata begini “Hai ! hamba-Ku aku sudah ampuni dosamu seluruhnya, sekarang kau tidak usah ibadah lagi”, maka jawab orang yang ibadah itu :
“Oh, itulah yang kuharapkan daripadamu ya Tuhanku”. Dikiranya orang itu Tuhannya, sebab ia tidak mengetahui sifat-sifat Tuhan.
Kemudian dia datang kepada orang yang berilmu yang sedang minum arak, dan berkata :
“Hai, kamu akan diampuni dosamu, ya
Maka ia menjawab : “Kurang ajar kau (lalu dicabutnya pedang) engkau kira aku tidak tahu Tuhan ? !”
Demikianlah bahwa orang yang berilmu itu tidak mudah tertipu syaitan, tapi sebaliknya orang yang tidak berilmu, mudah saja tertipu oleh syaitan).
Sudah jelas dan sudah pasti bahwa hamba Allah perlu memiliki ilmu dan melakukan ibadah, ilmu lebih utama didahulukan, artinya harus mengaii ilmunya dulu (ilmu ibadah). Sebab, ilmu itu pokok dan petunjuk jalan, oleh karenanya Rasulullah bersabda :
“Ilmu itu adalah pemimpin amal, sedangkan amal adalah yang dipimpin.
Kelanjutan Hadits ini, adalah sbb
“Diberikan ilmu itu olch Allah kepada orang-orang yang bahagia dan tidak diberikan kepada orang-orang yang celaka”. (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam kitab Al-Hilyah dan oleh Abu Thalib Al-Makki dalam kitabnya Qutul-qulub dan juga oleh AI-Chotib serta Ibnu Qoyyim, diriwayatkan sebagai Hadits yang mauquf, jadi hadits ini banyak jalannya).
Karenanya, ilmu yang menjadi pokok yang diikuti dan harus didahulu­kan sebelum ibadah; diharuskan karena berdasarkan dua sebab
Pertama : agar ibadahmu berhasil dan sehat. Tanpa ilmu, ibadahmu akan banyak hama-hamanya yang akan merusaknya.
Sebab, mula-mula engkau harus mengenal dahulu siapa yang disembah yaitu akan sifat-sifat dlan nama-namaNya, kemudian sesudah kenal baru menyernbah-Nya.
Tanpa mengetahui ini, dapat menyebabkan suul chotimah, karena salah memngitikadkan sifat-sifat Allah dan hal ini dapat menyebabkan ibadah­mu akan sia-sia belaka.
Dan kami sudah menerangkan bahaya yang tersernbunyi disini, bahaya-bahaya besar, yaitu dalam rangka menerangkan apa artinya suul-khotimh dari kitab Al-Khouf. yang terdapat dalam jumlah kitab-kitab yang dinamai lhya Ulumuddin.
Sekarang mari kita kupas kitab Ihya-Ulumuddin, supaya kita mengetahui
apa yang ditakutkan dengan suul-Khotimah.
Kita ambil singkat saja
Sebagian besar orang yang saleh-saleh sangat takut akan suul-chotimah.kaka ketahuilah sekarang, semoga Allah memberi engkau hidayat bahwa suul-chotimah itu ada dua tingkatan; masing-masing besar bahayanya. Tapi ada yang, lebih besar bahayanya diantara yang dua itu, yaitu hati kita diwaktu sakaratul-maut atau diwaktu payah menderita sakit dekat kepada sakaratulmaut dan sudah dlohir huru-haranya, datang di hati ke raagu-raguan, atau ketidak percayaan sama sekali terhadap Tuhan. Maka nyawanya dicabut dalam keadaan tidak beriman, tidak percaya kepada Allah S.W.T. atau dikuasal oleh keragu-raguan, naudzubillah.
Jadi yang menguasainya ialah keruwetan kufur yang menjadi tabir penghalang hatinya antara dia dengan Allah S.W.T. selama-lamanya.
Yana demikian itu akan menyebabkan dia terjatuh dari Allah selama- lamanya,dan adzab yang kekal yang terus-menerus tidak bisa terpisah, kekufuran, adzab ekufuran, jauh dari Allah S.W.T.
Tingkat yang kedua : yaitu hatinya dikuasai oleh kecintaan terhadap soal-soal dunia yang tidak ada, hubungannya dengan akhirat atau satu keinginan dari soal-soal duniawi yang selalu terbayang di hatinya, misalnya dia sedang, membangun sebuah rumah, dan hatinya masgul akan hal itu saja sehingga pada waktu sakaratulmaut, terbayang saja rumah yang belum selesai itu, ia tenggelam di dalamnya, hatinya penuh, sampai tidak ada tempat untuk yang, lain.
Bila kebetulan nyawanya dicabut dalam keadaan demikian, maka tidak ada tempat bagi Allah S.W.T. dihatinya.
Jadi hatinya tenggelam dalam keadaan demikian, kepalanya dijungkir­balikan  kepalanya kedunia dan kakinya ke Allah S.W.T.
Mukanya hanya melihat dunia saja, sedangkan punggungnya dikasihkan kepada Allah S.W.T.
Kalau muka sudah berpaling daripada Allah, datanglah tabir itu. Kalau tabir penghalang antara dia dengan Allah sudah turun, artinya sudah ada adzab itu. siksa sudah ada, tak dapat tiada.
Sebab api yang menyala-nyala itu, yang disebut dalam Al-Qur’an, hanya akan memakan orang-orang yang dihijab itu.
Adapun, orang mukmin yang sehat hatinya, jadi tidak tertambat oleh hubbud-dunya, dan menghadap kepada Allah S.W.T. yaitu yang disebut dalam firman Allah S.W.T. :
“Pada hari itu, hari manusia meninggalkan dunia, tidak ada gunanya uang dan anak-anak. Yane selamat hanyalah orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang sehat”, artinya sehat tidak ada penyakit hubbud­dunya. “.
Kepada orang itu, maka api neraka berkata “Boleh engkau liwat wahai orang mukmin, sebab nur yang ada dihati­mu itu sudah memadamkan nyala apiku”.
Ini diriwayatkan dalam hadits Ya’la bin Munabbih.
Kalau kebetulan dicabut nyawanya dalam keadaan tertarik oleh hubbud-dunya, dikuasai oleh hubbud-dunya (hubbud dunya itu cinta dunia yang  tidak ada. hubungannya dengan akhirat), ini sangat berbahaya sekali.
Sebab, manusia itu matinya bagaimana hidupnya, begitu hidupnya begitu pula matinya, juga begitu matinya begitu pula bangkitnya dari kubur, jadi keadaannya berantai.
Apabila engkau bertanya : “Apa yang menyebabkan suul khotimah itu ?”.
Maka jawabnya
Ketahuilah bahwa sebab-sebabnya banyak, tidak bisa diperinci satu persatu, tetapi bisa ditunjukkan pokok-pokoknya saja.
Adakalanya karena mati dalam keragu-raguan dan dalam keadaan terhijab.
Sebab-sebabnya bisa disingkatkan menjadi 2 sebab.
Pertama :
Seseorang bisa jadi suul-khotimah, padahal dia itu seorang yang waro’, zuhud dan saleh.
Mengapa sampai demikian ? ? ?
Karena didalam iktikadnya ada bid’ah, bertentangan dengan iktikad yang ditekadkan oleh Rasulullah S.A.W., sahabat dan tabi’in.
la memang rajin salatnya, rajin membaca Al-Qur’an, sampai kata Rasulullah (tentang khawarij itu) : “Membaca AI-Qur’an lebih rajin dari kamu (para sahabat) dan salatnya lebih rajin daripada kamu; sampai masing‑masing jidatnya ada hitamnya, tetapi mereka membaca Al-Qur’an tidak sampai kelubuk hatinya dan salatnya tidak diterima oleh Allah S.W.T.”.
Oleh karena itu iktikad bid’ah didalam hati adalah sangat berbahaya, seperti mengiktikadkan apa-apa yang nantinya dapat menyesatkan dia kepada kepercayaan bahwa Allah seperti makhluk.
mlisalnya : betul-betul duduk didalam Aras.j, padahal Allah itu laisa, kamislihi syai’un.
Kelak apabila pintu hijab itu telah terbuka, maka dapatlah diketahui bahwa Allah itu tidaklah sebagaimana yang kulukiskan dalam hati, akhir­nya nanti akan ingkar kepada Allah.
Nah dikala itu ia akan mati dalam suul-chotimah. Kelak kalau orang sudah sakaratulmaut dan terbuka hijab, baru menyadari bahwa urusan ini demikianlah sebenarnya.
Kalau tidak sama dengan apa yang ditekadkan dihatinya, dia akan bingung.
Nah, dalam keadaan begitu dia matinya dalam soul-chotiniah, meskipun amal-amalannya baik, naudzubillah.
Maka yang paling penting itu adalah iktikad.
Tiap-tiap orang yang salah iktikad karena pemikirannya sendiri atau karena ikut-ikutan pada orang lain, ia jatuh dalam bahaya ini.
Kesolihan dan kezuhudan serta tingkah laku yang baik, juga tidak mampu untuk menolak bahaya ini. Bahkan tidak ada yang akan menyelamatkan dirinya melainkan iktikad yang benar.
Karena itu perhatian leluhur kita kepada yang baik-baik karena didasari i’tikad baik.
Orang yang pikirannya sederhana adalah lebih selamat. sederhana, tidak berfikir secara mendalam, meskipun bisa dikatakan orang kurang ilmunya, tapi ia lebih selamat daripada orang yang berlagak mempunyai ilmu, tapi dasar iktikadnya tidak benar.
Orang yang sederhana itu, ialah orang yang beriman kepada Allah. kepada Rasul-Nya, kepada Akhirat, dan ini hanya garis besarnya saja. Nah inilah yang selamat.
Kalau kita tidak mempunyai waktu untuk memperdalam pengetahuan ilmu Tauhid, maka usahakan dan perjuangkan agar dalam garis besarnya kita tetap yakin dan percaya; seperti itu sudah selamat.
Cukup kalau didalam hatinya ia berkata :
“Ya saya beriman kepada Allah S.W.T., hakekatnya berserah diri kepada Allah, dan iman kepada akhirat dsb.nya, dalam garis besarnya saja.
Terus dia beribadah dan mencari rizki yang halal dan mencari pengetahuan yang berguna bagi masyarakat, sebetulnya itu lebih selamat bagi orang yang tidak sempat belajar secara mendalam.
Tapi iman yang hanya secara garis besarnya saja harus kuat; seperti petani-petani yang jauh dari kota dan orang-orang awam yang tidak berkecimpung dalam perdebatan yang tidak menentu.
Rasulullah suka memperingatakan, pada suatu waktu ada orang-orang yang sedang berdebat tentang takdir sampai berlangsung lama, melihat ini Rasulullah sampai merah padam wajahnya, lalu berpidato :
“Sesatnya orang-orang yang dulu itu, karena suka berdebat, antara lain tentang qodo dan qodar”.
Dan beliau bersabda :
“Orang-orang yang asalnya benar, tapi kemudian sesat, itu dimulai karena suka berbantah-bantahan”.
Berbantah-bantahan itu kadang-kadang memperebutkan hal-hal yang tidak ada gunanya.
Sabda Rasulullah SAW.
“Sebagian besar dari penghuni surga itu adalah orang-orang yang pikirannya sederhana saja”.
Tidak waswas, cukup dengan garis besarnya saja dalam hal iktikad.
Ini diriwajatkan oleh Imam Baihaqi dalam Sju’abil iman. Karena itu, maka leluhur kita suka melarang orang ngobrol; jangan suka ngutik-ngutik soal orang lain urus saja, kaji saja, soal bagaimana supaya ibadah sah, supaya kamu bisa mencari rizki yang halal.
Boleh saja kamu menjadi tukang sepatu, jadi petani, atau jadi dokter, pokoknya jangan ngutik-ngutik sesuatu, kalau bukan ahlinya.
Leluhur kita suka memberi nasihat demikian. Karena kasihan, gunanya belum tentu, tapi bahayanya sudah nampak.
Garis besarnya adalah sbb. :
Apa yang terdapat dalam Al-Qur’an saya percaya dan kalau ada ayat­-ayat Al-Qur’an yang saya tidak mengerti, saya serahkan kepada Allah S.W.T. dan apa yang dalam hadits saya percaya.
Bagi orang-orang awam yang bukan ahli, garis besarnya, cukup demikian, pokoknya kita jangan menyekutukan Tuhan dengan apa pun pegang saja laisa kamislihi syai’un.
Apa yang terlintas dihati, sebetulnya hanya buatan hati saja, tempo-tempo timbul was-was yang dilakukan oleh syaitan, maka tolaklah itu. Bagaimana Allah itu ? ? ? Wallhu a’lam.
karena leluhur kita suka melarang, jangan main tawil-tawilan diselingi dengan ayat AI-Qur’an, katanya agar dimengerti oleh pikiran yang sehat, akhirnya ketika dicocokkan dengan undang-undang alam, padahal teori itu berobah. Dulu ‘ada orang yang suka mencocokkan ayat-ayat AI-Qur’an dengan teori-teori ilmu fisika dsb.nya, akhirnya teori-teorinya itu berobah. Orang yang, berbuat seperti itu sudah mati dan tafsirannya hanya menjadi sampah belaka.
Sebab sudah ternyata toorinya itu bisa berobah, sedangkan dia sudah mendasarkan tafsirnya pada Al-Qur’an bagi teori-teori itu, lalu dibawanya mati, ini berbahaya sekali.
Karena itu, kita jangan mencoba-coba berani menafsirkan AI-Qur’an hanya was dasar pikiran raba-raba saja. Sebab ilmu pengetahuan, baik yang lama maupun yang modern, dasarnya hanya pengalaman dlan percobaan, hanya merupakan perhitungan saja.
Pada hakekatnya, mereka belum mengetahui, apa hakekatnya elektrisitet, demikian pula mereka belum mengetahui hakekatnya apa yang dinamakan e a t h e r.
Oleh karena itu, janganlah sekali-kali kita berani mendasarkan itikad yang,hanya didasarkan pada hasil perhitungan saja.
Sebaiknya kita mengetahuinya secara global saja, sebab hal itu ada yang melarang, agar pintunya jangan dibuka sama sekali.
Karena ada orang yang mendapat ilham dari Allah dengan dibersihkan hatinya dan inkisyaf (terbukanya hijab), sebelum mati sudah inkisyaf, nanti setiap orang iuga inkisyaf, meskipun bukan wali. Namun walipun tempo-tempo selagi hidup sudah inkisyaf.
Para Wali tahu akan adab kesopanan, mereka diam, karena tidak ada bahasa yang cukup untuk menerangkannya, seandainya hal ini dibahas, maka akan banyak sekali bahaya-bahayanya.
Tanjakan-tanjakannya sulit, akal lahir tidak mampu kalau dipakai untuk menyusun/mengoreksi sifat dan zat Allah S.W.T.
Dan didekatinya oleh arifin itu dengan rasa saja, tidak dengan akal lahir tapi dengan rasa bathin. Dan rasa bathin itu belum ada bahasanya, hanya tempo-tempo beliau-beliau itu mengadakan istilah untuk dipakai diantara beliau-beliau saja. Ini sebab yang pertama.
Sebab yang kedua bagi suul-khotimah itu, karena imannya saja yang lemah dan lemah iman itu banyak sebab-sebabnya, sebagian besar dari campur gaul. Kalau orang bercampur gaul dengan orang-orang yang lemah imannya, apalagi bergaul dengan orang yang suka -nengejek, maka akan makin lemah saja imannya. Dan juga dari bacaan-bacaan, kalau orang sudah gandrung membaca apa-apa yang bisa melemahkan iman, akhirnya orang itu jadi atheis, dan benar-benar kufur.
Kedua, sebab dari lemah iman itu ditambah oleh suatu istilah hatinya dikuasai oleh hubbud-dunya.
Sudah imannya lemah, dikuasai pula oleh hubbud-dunya. Mementingkan diri sendiri dalam soal-soal keduniawian itu artinya hubbud-dunya. Kalau iman sudah lemah, cinta kepada Allah juga jadi lemah, dan kuat cintanya kepada dunia yang berarti mementingkan diri sendiri dalam soal-soal keduniawian.
Akhirnya kalau sudah dikuasai betul-betul oleh hubbud dunya, tidak ada tempat untuk cinta. kepada Allah S.W.T.
Hanya itu saja yang terlintas dihati; oh, cinta kepada Allah, Allah Pencipta diriku.
Tapi pengakuan ini hanya merupakan hiasan bibir batin saja. Hal inilah yang menyebabkan dia terus menerus melampiaskan syahwatnya, sehingga hatinya menghitam dan membatu, bertumpuk-tumpuk kegelapan dosa itu dihatinya.
Imannya semakin lama, semakin padam; akhirnya hilang sama sekali dan jadilah ia kufur, hal ini sudah menjadi tabiat.
Firman Allah S.W.T. :
“Hati mereka itu sudah dicap, jadi mereka tidak bisa mengerti”.
Dosa mereka merupakan kotoran yang tidak bisa dibersihkan dari hatinya.
Kalau sudah datang sakarat, maka cinta mereka kepada dunia yang berarti mementingkan diri sendiri semakin kuat, sehingga cinta mereka kepada Allah semakin lemah, sebab mereka merasa berat dan sedih meninggalkan dunianya, karena keduniawian sudah menguasai diri mereka.
Setiap orang yang meninggalkan kecintaannya tentu akan merasa sedih. Lalu timbul dalam fikirannya :
“Kenapa Allah mencabut nyawaku
Kemudian berobah hati murninya, sehingga dia membenci takdir Allah. Kenapa Allah mematikan aku dan tidak memanjangkan umurku ?
Kalau matinya dalam keadaan demikian, maka ia mati dalam keadaan suul­chotimah, naudzubillah.
Demikianlah keterangan singkat dari Imam Gazaly dalam kitabnya lhya. Kemudian engkau wajib mengetahui, apa yang harus engkau kerjakan,yaitu : salat, puasa dll. menurut sebagaimana mestinya yang diperintahkan oleh Allah S.W.T. supaya engkau bisa memenuhi sepenuh mungkin, dan engkau juga harus mengetahui apa yang perlu dan wajib ditinggalkan, yaitu larangan-larangan dari Allah S.W.T. seperti : riya, udzub, dsb.nya; yaitu
sifat-sifat yang tercela yang nanti akan diterangkan dalam kitab ini, agar engkau bisa menjauhi sifat-sifat yang demikian.
Apabila tidak mengetahui apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan, maka tidak mungkin seseorang bisa melakukan taat yang belum dikenalnya.
Apakah taat itu, dan bagaimana cara mengerjakannya ?. Dan bagaimana engkau bisa menjauhi maksiyat yang engkau sendiri tidak mengetahui jenisnya ?bila seseorang tidak tabu bahwa berdusta itu haram, masa bisa ia meninggalkannuya!
Kira harus belajar apa yang wajib dan apa yang haram, supaya kita jangan jatuh kedalam kedurhakaan.
Jadi kita harus belajar, harus mengaji mengenai ibadah syar’i, seperti bersuci, mandi dan berwudu, salat, puasa dsb.nya karena inilah tugas- tugas keagamaan yang fardhu ‘ain hukumnya.
Tiap-tiap Muslim wajib mengkaji ilmu Fiqih, hukum-hukumnya dan syarat-syaratnya, agar dapat melakukannya dengan sebenar-benarnya.
Terkadang engkau terus-menerus melakukan sesuatu yang kau kira baik, bertahun-tahun lamanya, padahal sebenarnya merusak, dan engkau terus melakukan hal-hal yang merusak kesucianmu, salatmu, dstnya. (Sebab pernah ada orang dimesjid disuatu tempat ia tidak mengetahui bagaimana caranya sujud, bagaimana caranya menaruh tangan.
Sudah baik hatinya mau solat, tetapi belum belajarbagaimana caranya solat, solatnya itu tidak cocok dengan yang diajarkan oleh Rasulullah S.A.W.).
Sedang engkau sendiri tidak merasa salah, karena itu fardhu ‘ain harus dikaji, kemudian dilengkapi dengan sunat-sunat: sunat ‘ain yang biasa dikerjakan oleh tiap-tiap orang.
Terkadang ada sesuatu yang sulit (misalnya : dalam bepergian dengan kereta api, ini sulit, bagaimana salatnya ?, sedang engkau sendiri belum pernah mengaji dan pada waktu itu tidak seorang ulamapun untuk tempat bertanya. Oleh sebab itu kita harus mengaji, bagaimana salatnya. Kalau sedang berada didalam kapal, atau kita mau naik haji misalnya. Kalau dikapal haji, tentunya banyak ulama-ulama yang bisa kita tanya, tapi bagaimana kalau sedang berada didalam kereta api, sedangkan tidak ada ulama yang bisa kita tanya
Oleh sebab itu sekali lagi ditekankan, bahwa mengaji itu sangat penting. Demikian pula mengenai ibadah batin, inipun harus kita kaji. Sebagaimana ada ibadah lahir, juga ada ibadah batin, bidangnya ialah ilmu tasauf.
lbadah-ibadah seperti : salat, puasa, naik haji, mengeluarkan zakat; ini semua termasuk ibadah lahir.
Sedangkan ibadah batin diantaranya, kita tidak boleh takabbur.
Lawan takabbur ialah tawadu; dzikrul minnah lawannya udzub; kisorul­amal lawannya tulil-amal, semuanya ibadah batin. Hati kitaharus diisi dengan sifat-sifat yang baik.
Kalau kita tidak mengaji/tidak tahu, kadang-kadang kita melakukan iba­dah lahir saja, sedangkan hati kita tidak melakukan ibadah batin. Kedua-duanya harus dilakukan, agar tidak pincang. Ibadah batin itu ialah amal-amal yang dilakukan oleh hati.
Engkau harus mengetahui dan mengajinya.
(Saya rasa cukup dengan sekedar mengaji kitab Minhadjul-Abidin ini, dan untuk ibadah lahir saya rasa cukup kalau mengaji kitab Bidayatul­hidayah atau Fathul-Qorib).
Ibadah batin itu diantaranya ialah tawakkul (dalam bahasa kita tawakal dan dalam bahasa Arab tawakkul).
Tawakkul itu ialah percaya kepada Allah S.W.T. Dalam segala urusan yang kita khawatirkan, kita serahkan kepada Allah S.W.T.
Manusia itu tidak luput dari kekhawatiran, misalnya : kita berusaha mencari rizki yang halal tapi kita khawatir rugi dalam dagang kita atau sawah kita kena hama yang tidak diduga-duga. Nah kekuatiran itu, kita serahkan kepada Allah S.W.T.
(Nanti dengan panjang lebar akan diterangkan oleh Imam Ghazaly, dalam kitabnya Minhajul-Abidin dllnya yang akan saya kutip sekedarnya, Insya Allah).
Kita jangan menentang, kita harus rido menerima apa yang ditakdirkan oleh Allah S.W.T.
Bagaimana caranya ? nanti akan diterangkan.
Sabar, tahan uji, tahan derita, tahan payah dalam mengerjakan taat kepada Allah adalah sifat orang yang kuat batinnya, sebab arti sabar itu adalah tahan uji batin.
Taubat, bagaimana caranya taubat itu ? nanti Insya Allah akan diterangkan dalam kitab Minhadjul-Abidin dan diambil juga dari kitab-kitab lainnya yang sebagian besar karangan Imam Ghazali juga.
Ikhlas, meskipun ikhlas itu sudah masuk kedalam bahasa kita, tapi perlu juga diterangkan arti ikhlas yang sebenar-benarnya : yaitu meninggal­kan riya dalam amal, dllnya. Nanti semua akan diterangkan.
Engkau harus tahu apa yang dilarang mengenai pekerjaan hati, hati kita suka melakukan apa-apa yang dilarang oleh Allah S.W.T.
Kita harus tahu larangan-larangan batin itu, sebab kalau kita tidak men­jauhi larangan-larangan batin dan tidak melakukan kewajiban-kewajiban batin, apa artinya beragama Islam ?.
Jadi hati nantinya kosong; kalau hati jahat atau busuk, berarti kosong, sebab agama Islam bertugas membersihkan hati.
Kalau hati kita tidak bersih dan tidak saleh, apa artinya beragama Islam? Hanya diSunat dan membaca syahadat waktu menikah.
Salat juga dicampuri dengan riya dan udzub, apa artinya itu ?.
Tidak ada artinya sama sekali. Islam itu harus melakukan amal-amal batin dan menjauhi larangan-larangan batin.
Contoh larangan batin, seperti telah disebutkan tadi, ialah tidak rela ter­hadap takdir Allah S.W.T.
Saya, pernah membaca suatu cerita dalam bahasa Inggeris, ada orang yang kematian isteri dan anak-anaknya, akhirnya ia memaki-maki Tuhan. (orang itu keterlaluan, tidak rela menerima takdir Allah S.W.T. Perbuatan­iya itu merupakan dosa besar.
Amal artinya lupa bahwa kita akan mati, rasanya akan hidup terus. Itu amal dan bukan ‘amal.
Kalau ‘amal dengan ‘ain artinya perbuatan.
Kalau amal dengan hamzah artinya rasa tidak akan mati, itu dosa besar. Sebab kalau kita merasa tidak akan mati, semua ta’at itu akan diundur-undurkan saja.
Dan riya itu perbuatan pura-pura, hanya ingin dipuji oleh manusia dan tidak karena Allah S.W.T.
Dan kibir itu ialah merasa diri besar (sombong). Sebetulnya manusia itu tidak ada yang besar, kenapa ? Dan manusia tidak akan tahu bahwa dirinya besar, sebab ia tahu bahwa dirinya besar dan baik, nanti kalau umurnya sudah berakhir, matinya husnul-khotimah.
Kalau matinya husnul-chotimah, dia besar dan bahagia.
Kalau matinya suul-chotimah, meskipun orang itu, merasa dirinya besar didunia, namun sebetulnya ia hanya kerdil belaka.
Supaya engkau menjauhi semuanya itu.
Dalam Al-Qur’an dengan jelas nash dan ayat-ayat yang mewajibkan kita beribadah batin dan melarang maksiyat batin.
Ayat-ayat yang mengenai hukum lahir hanya ada beberapa ratus ayat, tapi yang mengenai ibadah batin itu hampir dari awal sampai akhir, juga dite­rangkan mengenai maksiyat-maksiyat batin. (Yang menentukan hukum lahir itu hanya :± 500 ayat).
Allah jelas menyuruh ibadah batin, menyuruh sabar; menyuruh tawak­kul, menyuruh rido bil qodo, menyuruh dzikrul-minnah, dllnya. (Kalau ibadah batin semacam itu dianjurkan oleh Al-Qur’an dan oleh Al-Hadits, apa artinya ke-Islaman kita, kalau kita masih bergunjing, masih membohong, masih suka durhaka terhadap ibu dan bapak, masih suka su’udzon terhadap Muslimin, apa artinya kita menjadi Muslim kalau begitu
Apa bedanya dengan orang yang jahat yang bukan Muslim ?. Misalnya dengan Abu jahal, apa bedanya ? Dia tahu bahwa Tuhan itu ada, tapi hatinya busuk. Iblis tahu bahwa Allah itu Maha Esa, tapi hatinya busuk. Jadi sangat penting sekali ibadah hati itu).
Dan Allah dengan jelas melarang lawan-lawan ibadah batin itu, yakni: maksiyat batin.
Begitu pula didalam Hadits, bahkan hadits yang mengenai ini, kebanyakan hadits mutawatir.
Firman Allah :

Kepada Allah jua kamu harts tawakkul, kalau betul-betul kamu itu beriman kepada Allah S.W.T.”.
(Tawakkul itu menunjukkan penuhnya iman. Jadi sama wajibnya dengan salat, puasa, naik haji dan zakat).
Allah S.W.T. berfirman :
“Kamu haus bersyukur kepada Allah, kalau memang engkau beriba­dah kepada Allah”.
(Jadi kalau kita tidak bersyukur, berarti kita tidak beribadah kepada Allah. S.W.T.)
Apakah syukur itu ?, hal ini akan diterangkan nanti. Untuk keterangan sepintas lalu saja, bersyukur itu ialah menggunakan nikmat dari Allah S.W.T. untuk ta’at kepada-Nya.
Diibaratkan sbb :.
Ayah kita memberi uang, kalau uang itu dipakai yang baik-baik yang disukai oleh ayah kita artinya kita bersyukur kepada ayah kita. Tetapi kalau uang itu dipakai untuk hat-hal yang tidak disukai oleh ayah kita itu berarti kita tidak bersyukur terhadap ayah kita.
Allah memberi kita akal untuk berfikir, lalu akal itu kita pergunakan untuk berfikir yang bukan-bukan, sampai akhirnya ingkar terhadap Allah S.W.T.. itu artinya kufur.
Seperti raja yang menghadiahkan pedang kepada prajuritnya yang berjasa, tapi setelah itu ia jadi berobah. Setelah diterimanya pedang itu dipakainya untuk menusuk dada raja, supaya raja itu tidak ada.
Ini juga sama halnya, Allah memberikan nikmat akal, kalau akal itu dipakai sampai mengatakan bahwa Allah S.W.T. tidak ada, ini bertarti bertentangan  sekali dengan syukur ).
Dan ‘Firman Allah S.W.T. :
“Sabarlah engkau, Haman sabarmu tidak mungkin  melainkcin dengan Allah”.
(Ini suatu tanda bahwa Allah menyuruh sabar, harus sabar, dan sabar itu artinya dengan Allah S.W.T)
“Hendaklah engkau ikhlas benar-benar kepada Allah”, Ini jelas menunjukkan bahwa ikhlas itu wajib.
Dalam Hadits Rasulullah S.A.W. bersabda
“Barangsiapa yang ikhlas benar-benar kepada Allah niscaya akanditunggung segala urusannya dan diberi rizki dari jalan yang tidak disangka-sangka”.
Dan banyak lagi ayat-ayat dan hadits-hadits yang seperti itu, seperti difirmankan Allah dalam memerintahkan salat dan puasa. Mengapa engkau hanya mau menerima perintah salat dan puasa, tetapi meninggalkan perintah­-perintah fardu seperti tersebut itu (Tawakkul sabar, dsb.) padahal yang memerintahkan satu jua ialah Allah; dan kitabNya, kitab itu jua yakni AI-Qur’an. Malah engkau telah melupakan yang fardu-fardu tersebut, sehingga engkau tidak mengetahui apa-apa dari yang fardu-fardu itu karena pengaruh anjuran dari orang-orang yang telah terpikat oleh dunia, yang terbalik pandangannya, sehingga : yang baik dipandang buruk, dan yang munkar dianggap balk.
Dan anjuran dari orang-orang yang telah meremehkan dan meninggal­kan ilmu yang manfaatnya dinamakan Allah dalam Al-Qur’an dengan nama Nur, dan Hikmah dan Huda, dan mengejar ilmu yang hanya menim­bulkan haram seperti ilmu berbantah-bantahan sebagai alat untuk mengejar kesenangan, duniawi, yang akhirnya pasti hancur.
Wahai orang-orang yang ingin petunjuk dan kebenaran, apakah tidak takut kamu akan termasuk golongan orang yang merusak sesuatu dari kewajiban-kewajiban tsb. hanya mementingkan salat, sunat dan puasa sunat tetapi tidak menghiraukan kewajiban-kewajiban tawakkul dsb. Jika derni­kian, pekerjaanmu tidak ada apa-apanya, bahkan terkadang kamu akan
hanyut tenggelam dalam maksiyat dari beberapa macam maksyiat seperti riya, takabbur dsbnya, yang kesemuanya menjadi sebab kamu masuk neraka.
Dan tidakkah kamu takut akan sia-sia amalmu walaupun berhati-hati sckali, karena apa-apa yang mubah engkau tinggalkan, dengan maksud untuk mendekatkan keridoan Allah, tapi hasilnya tidak tercapai, disebabkan engkau meninggalkan kewajiban tsb. (Tawakkul dsbnya).
Dan lebih parah lagi dari keburukan meninggalkan kewajiban-kewajiban dan mubah seperti yang tersebut itu, ialah jika engkau masuk perangkap angan-angan/lamunan, yang mendorongmu berkeinginan untuk hidup kekal, berkumpul dan berfoya-foya dengan duniawi, angan-angan itu intinya maksiyat. Karena kamu tidak mengetahui perbedaan antara Niat baik” dan “angan-angan”, sehingga kamu menyangka bahwa angan-angan itu ialah niat baik, karena keadaannya ada yang hampir bersarnaan.-
Dernikian pula kepanikan dan kegelisahan, disangka rendah hati dan ikhlas berdoa kepada Allah.
Riya dan sum’ah dipandang puji atau disangka sebagai ajakan kebaikan kepada manusia, selanjutnya maksiyat akan dianggap ta’at, dan menyangka bahwa ia banyak mendapat pahala, padahal bahagiannya hanya siksa.
jika demikian, maka kamu berada dalam kekefiran yang besar. dan kekosongan fikiran (goflah) yang buruk.
Setengah ulama mengatakan bahwa goflah itu timbul karena kurang ber­hati-hati dan kurang kesadaran.
Maka gurur dan Goflah adalah satu mushibah yang keji bagi yang beramal  tanpa ilmu.
Golongan-golongan yang tertipu oleh dirinya terbagi 4 bagian; masing-masing bagian bercabang-cabang menjadi beberapa kelompok pula. Imam Gazali dalamkitab Ihya – telah mengupas tentang hal ini dengan panjang lebar, dan disini akan diterangkan sedikit saja dengan ringkas.
Bagian pertama, ialah Ahli Ilmu.
Yang kena tertipu dari mereka ada beberapa macam, diantaranya : ialah yang hanya mementingkan ilmu-lahir dan akal sampai mendalam sekali, tapi melupakan Ilmu-Batin dan tidak memperhatikan dan meliharaan Batin. Mereka merasa bangga dengan ilmu-lahir dan ilmu-akal itu karena menyangka bahwa mereka sudah mendapatkan kedudukan dan pangkat disisi Allah, dan menyangka pula bahwa mereka sudah sampai kepada ilmu yang dapat membebaskan mereka dari siksa Allah, bahkan mereka, menyangka akan dapat memberi syafaat, dan tidak akan dituntut dosanya.
Yang demikian itu tertipu oleh dirinya sendiri karena Jika mereka insyaf tentu akan menyadari bahwa ilmu itu ada 2 macam
Pertarna : Iltnu Mu’amalah, kedua Ilmu Ma’rifah.
Ilmu Mu’amalah seperti, mengetahui mana yang halal dan mana yang haram, mengetahui mana akhlak yang baik dan mana yang buruk dan mengetahui pula cara-cara mengobati atau menjauhinya.
Mengetahui kesemuanya itu tidak akan ada harganya jika tidak disertai maksud untuk dilaksanakan/diamalkan.
Apa faedahnya bagi orang yang mengetahui benar-benar akan ilmu. bagaimana caranya beribadah, tetapi ia tidak mengerjakannya, tahu akan ilmu serta cara menjauhi ma’siyat, tetapi tidak menjauhinya, pandai tentang ilmu ahlaq tahu mana yang baik dan mana yang buruk, tapi kelakuanya bertolak belakang.
Firman Allah :
Sungguh beruntunglah orang-orang yang dapat mensucikan dirinya dart sifat-sifat yang tercela”.
Dan tidak mengfirmankan :
Yang artinya
"Beruntunglah orang-orang yang belajar cara-caranya membersihkan jiwa“.
Dalam hal ini syetan membujuk supaya orang jangan terbujuk oleh ayat ini dan berkata: Jangan engkau keliru, bahwa maksudmu itu ingin dekat kepada Tuhan dan ingin dapat ganjaran, maka dengan ilmu, semua itu akan tercapai. Ingatlah sabda Nabi dalam beberapa hadits yang menerang­kan dengan tegas bahwa keagungan seseorang yang berilmu itu sangat besar.C,
Jika keadaan orang itu lemah, kurang fikiran, gampang terbujuk, maka ia akan membenarkan apa saja yang dikemukakan oleh syetan dan tenteramlah hatinya dengan hanya mempunyai ilmu saja sehingga ia melupakan amal. Demikianlah g u r u r itu.
Tapi orang yang cerdik dan waspada, ia akan menjawab bujukan syetan itu, ia akan berkata sbb. : Wahai syetan, engkau hanya mengemukakan hadits-hadits yang menerangkan keagungan berilmu saja dan tidak mengingatkan kepadaku hadits yang menerangkan keburukan-keburukan orang yang Alim yang tidak mengamalkan ilmunya, yang telah disamakan derajatnya dengan anjing dan himar dan engkau tidak mengingatkan kepadaku hadits yang berbunyi :
Artinya :
“Siapa-siapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah amalnya, akan bertambah jauh dia dari Allah”.
Dan banyak lagi hadits-hadits yang seperti ini.
Mereka yang gurur itu hanya memperelok lahirnya saja tetapi melupa­kan batin  sedangkan sabda Nabi S.A.W. :
Artinya :
“Bahwasannya Allah tidak memandang akan rupa dan hartamu, tapi memandang akan hati dan amalmu”.
Mereka hanya menyiapkan amal lahir dan tidak memelihara hati, padahal hati itu adalah  yang pokok dan seseorang tidak akan selamat, kecuali menghadap kepada Allah dengan hati yang mulus.
Bagian kedua yang tertipu oleh dirinya adalah golongan ahli ibadah dan ahli beramal. Inipun banyak sekali ragamnya, diantaranya adalah golongan yang hanya mementingkan fadilah dan sunnah saja, tetapi mere­mehkan fardu, kadang-kadang mereka tenggelam sampai dalam sekali, mereka mengejar fadilah dan sunnah itu, sampai timbul pertentangan yang berlarut-larut, seperti ada orang yang waswas dalam berwudu. Mereka sangat keterlaluan dan berhati-hati sekali dalam memakai air, ingin yang sempurna sekali/fadilah, sehingga tidak tenteram hatinya dalam memper­gunakan air yang telah ditetapkan sucinya olch fatwa Syara’, dan menntakdir­kan ihtimal-ihtimal dalam bentuk najis, yang jauh ditakdirkan dekat. sehingga akhirnya ia bersusah payah mencari air dan terkadang luput mengerjakan yang fard
Ada lagi golongan yang waswas dalam salat. Syetan tidak mcin­biarkan dia untuk mendapatkan niat yang syah, malah terus mengacaukan­nya sampai ia tidak dapat berjamaah atau sampai keluar/habis waktu salat. Dan bila dapat melaksanakan niat, masih juga ia ragu-ragu dalam ‘hatinya, apakah niatnya itu sah atau tidak.
Ada lagi yang waswas dalam mengucapkan takbir sampai kadang­kadang merobah bunyinya, dan kewas-wasannya itu terus merembet kese­luruh pekerjaan salat, mulai dari takbir dan seterusnya, ia selalu ragu-ragu dalam hatinya. Mereka mengira, bahwa dengan bersusah payah dalamn niat dan sebagainya, ia sudah mendapatkan kelebihan dari orang lain. dan menyangka bahwa pekerjaannya itu dinilai baik oleh Allah, padahal yang demikian itu hanyalah gurur semata-mata.
Ada lagi sebagian, yang waswas dalam membacakan huruf-huruf Fatihah dan bacaan-bacaan lainnya, hatinya selalu tertuju pada pengamatan dan mengintai tasydid, perhatiannya khusus tertuju pada perbedaan bunyi
Perbedaan bunyi huruf Dho dengan dzo sehingga sampai lupa memperhatikan dan menjaga syarat-syarat dan rukun lainnya apa lagi memikirkan maknanya bacaan atau hikmah-hikmah dan asrornya shalat.
Inipun suatu kekeliruan (gurur) karena yang diperintahkan dalam bacaan itu ialah bunyi-bunyi huruf sebagaimana yang dipakai dalam berbicara bahasa Arab. tidak diberat-beratkan atau dilebih-lebihkan dari yang sernestinya.
Bagian ketiga yang terkena gurur itu adalah golongan ahli Tasawuf. gurur disini banyak pula macamnya, terutarna. ahli-ahli Tasawuf zaman sekarang. Kecuali yang dipelihara olch Allah. Diantaranya ialah yang mengaku bahwa dia telah merniliki ilmu ma’rifat dan telah dapat melihat Tuhan dengan mata hati dan telah melalui beberapa tingkatan dan ahwal dan lain istilah dalam ilmu tasawuf, mereka mengaku bahwa dirinya sudah dekat kepada Allah, padahal mereka itu hanya tahu nama saja, yang dapat mereka dengar dari lafadz-lafadz yang bisa menjadi keliru dan sesat.
.Mereka menyangaka bahwa yang demikian itu ilmu yang tertitnggi dari ummat yang awal dan yang akhir, mereka memandang kepada ahli-ahli Fakih dan ahli tafsir dan ahli-ahli hadits dan kepada golongan-golongan ulama, dengan pandangan rendah dan menghina, terutama sekali terhadap orang awam. Orang awam dalam pandangan mereka adalah seolah-olah binatang ternak saja. Oleh karena gururnya itulah yang mengakibatkan orang awam, yang menjadi petani telah meninggalkan sawahnya, mereka tidak mau lagi menggarapnya: sementara penenun meninggalkan pula tenunannya. Mereka hanya selalu mulazamah/menggauli sepanjang harinya, ahli-ahli tasauf gadungan itu dan mendengarkan kalimat-kalimat yang diucapkannya saja, yang tidak ada isinya samasekali, mengulang-ulangi kata-kata itu seolah-olah mengucapkan wahyu dari langit, dan rahasia-rahasia yang tersembunyi. dan meluncur lidahnya menghina ahli-ahli ibadah dan ahli-ahli ilmu.
Terhadap ahli ibadah ia mengatakan bahwa yang mengerjakan ibadah-ibadah itu, hanya membuat dirinya payah saja dan terhadap ahli ilmu mereka mengatakan bahwa yang membicarakan soal ilmu-ilmu itu, mereka terhijab/tertutup dari Allah.
Selanjutnya mereka mengaku bahwa hanya merekalah yang sudah sampai kepada Allah dan mendapatkan pangkat muqorrobin, padahal sebetulnya mereka dalam pandangan Allah termasuk golongan pujjar/lacut dan munafiq dan dalam pandangan orang-orang yang mempunyai hati yang cerdik, mereka itu termasuk golongan orang yang otaknya miring, dungu dan tertipu, tidak mempunyai ilmu sama-sekali, dalam Tauhid, Fiqih dan tasauf yang sebenarnya, mereka betul-betul tidak mempunyai didikan hati untuk mujahadah, dan tidak melakukan amal untuk sampai kepada keridoan Allah, dan hatinya melupakan zikir sehingga selalu menurutkan keinginan nafsu dan syahwat dan menerima perkataan yang sia-sia. Betapa hebatnya gurur ini
Dan ada lagi golongan yang menghabiskan waktunya dalam mujahadah/berjuang mendidik akhIak dan membersihkan diri dari celaan, akan tetapi terlalu mendalam, sehingga terus-terusan mereka mencari ke’aiban diri dan mengkaji tipuan-tipuannya, sehingga menjadi pekerjaan sehari-hari. Semua kelakuan, terlalu mendalam diteliti, ini ‘aib, itu buruk, dstnya; orang yang menghabiskan umurnya hanya untuk meneliti yang ‘aib-‘aib saja, sama halnya dengan seorang yang hanya mengingat-ingat dan menghitung-hitung saja bahaya-bahaya dalam menunaikan ibadah haji, yang akhirnya ia tidak jadi naik haji.
Bagian ke4, yang terkena gurur itu, ialah golongan hartawan, golongan yang banyak uang. Inipun banyak pula ragamnya, diantaranya ada segolongan yang sangat gemar bersedekah kepada fakir dan miskin, tapi dengan syarat diketahui oleh orang banyak.
Fakir miskin yang disukai olehnya ialah yang suka menceritakan kebaikan/ memuji sihartawan. itu. Mereka tidak suka bersedekah dengan diam-diam. Adapun bersedekah dihadapan orang lain dengan maksud untuk memberi contoh dan mengetuk hati orang lain supaya gemar bersedekah, hal itu baik. Dalam hal demikian yang menjadi soal ialah tujuan (niat) dalam hati/tujuan batin.
Ada lagi golongan yang sangat gemar membelanjakan hartanya untuk naik haji, mereka sangat sering pulang-pergi naik haji beberapa kali, padahal tetangganya banyak yang kelaparan. Oleh karenaya Ibnu Mas’ud telah berkata : Nanti pada akhir zaman akan banyak orang pergi haji dengan mudah sekali karena banyak rizkinya dari perdagangan dan lainnya. Akan tetapi sekembalinya dari haji, mereka hampa dari ganjaran, tak mendapat pahala, karena tetangga yang rapat dengan rumahnya yang mendapat kesukaran dan kesusahan tidak diperdulikannya, bahkan ditanyapun tidak. Duduknya hukum : menolong kesusahan tetangga yang dekat adalah wajib. dan naik haji yang kedua kali dan seterusnya hukumnya sunnah.
Ada lagi golongan yang banyak uang, mereka sangat repot menjaga dan menahan uangnya supaya tidak dibelanjakan karena sangat sayangnya kepada uang itu.
Dalam peribadatan, mereka memilih hanya ibadah yang dapat dikerjakan badan saja, tidak usah mengeluarkan uang, mereka repot mengerjakan banyak puasa sunat pada siang hari dan salat sunat pada malam hari dan sering-sering khatam membaca Al-Qur’an; akan tetapi mengeluarkan uang, untuk jihad, atau membantu keperluan yang dibutuhkan agama seperti amal jariah untuk mesjid atau madrasah atau rumah yatim dsbnya, mereka sangat kikir. Mereka itu gurur, karena meninggalkan amal yang lebih penting dan dibutuhkan.
Sebagian lagi gurur dari golongan orang awam, hartawan dan fakir, mereka meng-itikadkan bahwa bila hadir pada mailis zikir/ilmu sudah mencukupi kewajiban, mereka menjadikan hal ini sebagai adat kebiasaan yang tak dapat dipisahkan dan menyangka bahwa dengan hanya mendengar nasehat-nasehat saja, walaupun tidak mengamalkannya sudah tentu mendapat pahala dari Allah S.W.T. Inipun satu kekeliman pula (gurur), karena kebaikannya hadir pada majlis ilmu itu, dimaksudkan untuk membangkitkan minatnya untuk beramal.
Adapun yang dimaksud dengan Ma’rifat ialah bahwa orang harus mengenal 4 perkara

Mengenal dirinya 2. Mengenal Tuhannya 3. Mengenal dunia 4. Mengenal akhirat.
Arti mengenal diri ialah merasa bahwa ia seorang hamba Allah, yang rendah dan butuh.
Arti mengenal Tuhannya yaitu ia tahu benar dan yakin bahwa hanya Allah yang berhak dipertuhan, yang Agung dan yang Berkuasa.
Selanjutnya ia merasa pula bahwa didunia ini, ia sebagai pengembara yang Sedang menuju ketempat kembalinya yaitu Akhirat, dan ia asing akan syahwat kebinatangan.
Yang cocok dengan dirinya sebagai seorang manusia ialah mengenal Tunannya, tapi tidak akan tergambar perasaan ini, bila ia tidak mengenal dirinya dan tidak mengenal Tuhannya.

Oleh karena itu, hendaklah orang mencari pertolongan untuk sampai kesana dengan keterangan-keterangan yang ada. dalam “Kitabul, Mahabbah dan Syarh Ajaibul-qolb dan Kitab ttafakkur dan Syukur yang ada dalam Kitab, 1hya ‘Ulumuddin”. Disana banyak petunjuk-petunjuk tentang keadaan diri, dan keagungan Allah, dan setiap orang dapat mengambil peringatan bagi dirinya. Dan orang akan dapat mengenal dunia dan akhirat dengan keterangan yang ada dalam Kifabuzammid dunya (celaan dunia) dan kitab dzikril maut (ingat akan maut), juga dalam Ihya ‘Ulumuddin, agar jelas bagi setiap orang perbedaan dunia dengan akhirat.
Bilamana orang telah mengenal dirinya & Tuhannya dan mengenal pula akan dunia dan akhirat, tentu akan timbul dari hatinya cinta kepada Allah buah dari ma’rifat kepadaNya. Dengan mengetahui akhirat, akan timbul kegemaran/kangen akan (akhirat); dan dengan mengetahui dunia, tentu ia tidak akan terpikat olehnya, dan setelah itu, maka yang dianggap paling penting olehnya ialah semua yang dapat menyampaikan dia kepada keridoan dan rahmat Allah dan yang bermanfaat untuk dia nanti diakhirat.

Jika yang demikian telah melekat dalam kalbunya, tentu akan menjadi baik niatnya dalam segala urusan, niatnya dengan makan atau qodo hajat yaitu untuk membantu kelancarannya menempuh jalan akhirat, jadi niyatnya itu sah dan semua kekeliruan tertolak daripadanya, karena yang merusak niyatnya itu ialah gurur yang tumbuh dari cenderung kepada dunia, kemegahan dan harta.
Adapun yang dimaksud dengan ilmu ialah Ilmu untuk mengetahui cara-canya menempuh jalan kepada keridoan Allah, dan yang dapat mendekatkan orang kepada-Nya, dan apa-apa yang menjauhkan dia dari ..Allah S.W.T. Dan mengetahui pula musibah-musibah, pendakian-pendakian dan bahaya-bahaya dalam perjalanan itu, kesemuanya itu banyak diterangkan dalam kitab ini.
Selanjutnya, setelah keterangan-keterangan mengenai goflah dan gurur, maka ketahuilah pula mengenai amal-amal lahir seperti salat, puasa dsb.nya, itu semua ada hubungannya dengan amal batin yang akan memperbaiki atau merusak amal lahir, seperti : ikhlas; ikhlas dapat menjadikan baik amal lahir.
Amal batin yang merusak amal lahir, ialah seperti r i y a, ujub, dzikrulminnah dan sebagainya; kesemuanya ini akan diterangkan nanti pada babnya masing-masing.
Siapa yang tidak mengetahui amal batin dan tidak mengetahui akan pengaruhnya terhadap ibadah lahir dan tidak tahu -pula cara-caranya agar jangan ada, akibatnya sedikit sekali yang selamat daripadanya dan mereka luput/kehilangan pahala taat lahir dan batin, dan yang ada pada tangan mereka hanya kecelakaan dan kepayahan, dan yang demikian itu suatu kerugian yang nyata.
Oleh karenanya, Rasulullah SAW. telah bersabda mengenai ilmu
Artinya :
“Bahwasanya tidur dalain keadaan berilmu, lebih baik daripada salat dalam keadaan bodoh”.
Karena yang beramal tanpa ilmu, lebih banyak rusaknya daripada benarnya, dan sabda Rasulullah S.A.W. tentang ilmu :
Bahwasanya ilmu itu diilhamkan kepada orang-orang yang bahagia, dan tidak diberikan kepada orang-orang yang celaka.
Dan makna hadits ini ialah bahwasanya salah satu dari dua kecelakaan dari orang yang beramal tanpa ilmu; pertama : ia tidak belajar i1mu, kemudian ia merasa payah dan lelah dalam mengerjakan ibadah yang telah rusak; bagiannya hanya kepayahan belaka.
Semoga Allah melindungi kita dari ilmu dan amal yang tiada bermanfaat.
Oleh karena itu, maka ulama-ulama yang saleh lagi zuhud dan mengamalkan ilmunya, sangat besar perhatiannya khusus kepada ilmu, karena ilmu itu adalah pokok dari segala perkara ibadah dan pangkal dari
ta’at kepada Allah Rabbul ‘Alamin, demikian pula halnya pandangan dari orang-orang yang berpengetahuan dan pandangan ahli-ahli yang
C,
mendapat bimbingan dan taufik.
Jika kamu telah mengetahui kesemuanya ini (bahwa ta’at itu tidak akan berhasil dan tidak akan selamat jika tanpa ilmu) maka dalam ibadah, kamu mesti mendahulukan ilmu.
Adapun hal yang kedua, yang mewajibkan agar ilmu didahulukan ialah karena ilmu bermanfaat itu menimbulkan takut dan haibat kepada Allah S.W.T.
Firman Allah S.W.T. :
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari golongan hambaNya, ialah  yang berilmu”.
Dan tandanya ilmu menimbulkan takut kepada Allah ialah bahwa orang yang tidak mengenal Allah S.W.T. dengan sebenar-benar, ma’rifat, pasti ia tidak bisa takut sebenar-benarnya dan tidak pula bisa mengagungkan Allah dengan sebenar-benarnya, demikian pula menghormat-Nya.
Maka dengan ilmu jua, barulah orang itu bisa ma’rifat kepada Allah serta meng-agungkan-Nya.
Jadi ilmu itu membuahkan taat dan dapat menghalangi maksiyat dengan taufiq Allah S.W.T. Dan tidak ada lagi yang harus dituju dalam ibadah kepada Allah, selain dari menurut perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Oleh karena itu wajib bagimu, wahai orang yang menuntut akhirat, untuk menghasilkan ilmu dahulu sebelum segala sesuatunya.
Semoga Allah memberikan petunjuk, karena Allah itu Pemberi taufiq dengan karunia dan rahmat-Nya.

Mungkin engkau akan berkata : oleh karena telah ada hadits Nabi S.A.W. mengatakan
“Menuntut ilmu itu fardu bagi tiap-tiap orang Islam”; dan ilmu-ilmu apa yang difardukan, dan sampai dimana batas yang harus dicapai dalam urusan ibadah ?.
Ketahuilah bahwa ilmu yang fardu bagi setiap makhluk itu ada 3
Pertama : Ilmu Tauhid, yakni ilmu ma’rifat kepada Allah.
Kedua  : Ilmu Tasawuf, yakni ilmu yang ada hubungannya dengan urusan dan pekerjaan hati, seperti ikhlas dan tawakkal dsbnya.
Ketiga   : Ilmu Syara'; halal dan haram yaitu rubu’ ibadah, Muamalat, Munakahat, Jinayat.

Berkata Ibnul Qoyyim dalam Kitab Y>
bahwa ilmu yang Fardu ‘ain yang tidak boleh tidak, harus diketahui oleh setiap Muslim itu ada beberapa macam
Pertama : Ilmu pokok Iman yang lima, ialah :
Iman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada Kitab-kitabNya, kepada Rasul-Nya dan kepada Hari Kemudian.
Orang yang tidak beriman kepada yang lima ini, ia tidak termasuk pada suku Iman dan tidak berhak mendapat nama “Mu’- min”.
Firman Allah S.W.T. :
“Kebajikan itu ialah orang yang beriman kepada Allah S.W.T. dan hari akhir, dan Malaikat, dan Kitab dan Nabi-nabi.
Dan firman-Nya pula :
“Dan siapa-siapa yang kufur kepada Allah dan Malaikat-Nya dan Kita-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya dan kepada Hari Akhir, maka ia telah sesat sejauh-jauhnya sesat”

Maka iman terhadap semua pokok-pokok ini, merupakan buah untuk mengenal dan mengetahuiNya.
Kedua Ilmu Hukum Islam yang harus diketahui, ialah apa-apa yang perlu bagi setiap orang seperti ilmu wudu, salat, puasa, haji, zakat dan masalah-masalahnya, syarat-syaratnya dan pembataIan-pembatalannya.
Ketiga Ilmu untuk mengetahuipengharaman dari yang lima; yang telah mengetahui seluruh Rasul dan Syari’at-syariat dan kitab Ketuhanan, ialah yang tersebut dalam Firman Allah :
“Katakan olehmu sesungguhnya Tuhanku telah mengharamkan segala yang keji-keji, baik yang lahir maupun yang batin, dan mengharamkan dosa dan hal-hal yang zolim yang tidak dengan hak, dan yang menyekutukan Allah, serta mengatakan apa-apa yang tidak ada dalam Kitab Suci dan Sunnah Rasul”.
Selain dari yang lima ini, juga diharamkan tapi tempo-tempo diperbolehkan, contohnya seperti :
bangkai, darah dan daging babi, hukumnya haram, tapi jika terpaksa seperti kalau tidak ada makanan tentu akan kelaparan sedangkan makanan yang dihalalkan tidak ada sama sekali; maka disitu diperbolehkan.
Jadi yang tersebut diharamkan itu tidak selamanya; tentu hal itu tidak termasuk kepada yang diharamkan dengan mutlak, seperti lima tadi, karena yang lima itu tidak boleh ada alasan apapun, seperti : terpaksa saya musyrik dsbnya.
Keempat Ilmu hukum-bergaul dan ilmu muamalat yang terjadi antara seorang dan orang lain.

Yang wajib dalam ilmu ini berbeda-beda yaitu menurut tingkah laku manusia dan kedudukannya; misalnya : antara pemimpin dengan rakyatnya, antara seorang dengan keluarganya dan dengan tetangganya, kewajibannya itu berlainan yakni : kewajiban pemimpin terhadap rakyatnya, tidak sama dengan kewajiban seseorang terhadap keluarganya; kewajiban seorang Kepala Negara atau Kepala Daerah itu lebih berat lagi, dan pahalanya pun lebih banyak lagi.

Sabda Rasulullah S.A.W. :
Adil menjadi pemimpin atau Bapak, adilnya dalam satu jam saja, pahalanya lebih dari 60 tahun ibadah, sebab tugasnya sangat berat.
juga kewajiban pedagang, lain lagi dengan kewajiban seorang petani. Kalau kita hendak berdagang, kajilah ilmu dagang dalam segi hukum agama; misalnya seorang pedagang sarung menjual sarungnya; dalam hukum agama pedagang itu harus memberitahukan cacadnya jika ada, misalnya Sarung ini harganya sekian, lebih murah dari yang lainnya sekalipun jenis dan mutunya sama, karena ada cacadnya, dsbnya.

Ada orang yang mengira bahwa kalau demikian jujurnya, tentu dagangannya tidak akan laku. Sebetulnya tidaklah demikian, bahkan orang akan berduyun-duyun membeli barang dagangannya, karena jujumya itu. Modal yang terpenting dalam berdagang ialah kejujuran.

Seorang petani, juga mempunyai kewajibannya tersendiri; misalnya adil dalam membagi air dan lainnya, sebagaimana tersebut dalam peraturan Ziro’ah, Muzaro’ah, musaqoh dan lain-lain.
Itu semua kembali kepada 3 pokok.
Soal i’tikad, soal perbuatan dan soal menjauhi larangan; itulah yang harus diketahui ilmunya.
Dalam soal i’tikad yang wajib ialah harus sesuai dengan hak; dan tidak dibenarkan i’tikad dengan mengikut saja/taklid.
Yang wajib dalam soal perbuatan, ialah mengetahui ilmu tentang gerak-gerik yang wajib atas dirinya.

Yang wajib dalam menjauhi larangan, ialah mengetahui ilmu tentang apa-apa yang tidak boleh dikerjakan menurut hukum Syara’.
Dan menurut keterangan dalam kitab
Bahwa pendapat Ulama mengenai ilmu yang fardu itu bermacam-macam. Yang paling mendekati maksud itu ialah ulama yang mengatakan bahwa Yang fardu itu ialah ilmu untuk mengetahui tentang perintah-perintah dan larangan-larangan.
Adapun batas yang wajib dari tiap-tiap ilmu yang tiga tadi, yang fardu ‘ain dari ilmu Tauhid, ialah sekedar kamu dapat mengetahui tentang pokok-pokok Agama Islam, yaitu mengenai ke-Tuhanan, kenabian dan mengenai mahsyar.

Yang mengenai ke-Tuhanan ialah engkau harus mengetahui bahwa engkau mempunyai Tuhan yang wajib disembah, lagi sangat Mengetahui akan segala sesuatu, dan Maha Kuasa, Berkehendak, Hidup, ber-Firman, Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Esa; bersifat dengan segala sifat yang sempurna.

Maha Suci dari segala sifat kekurangan, dari, yang tidak ada dan dari apa-apa yang menunjukkan kebaharuan, seperti : asalnya tidak ada kemudian ada, hal ini walaupun sudah berjalan ribuan tahun, tetap dikatakan baru. Allah bersendiri dalam sifat qidam dan baqa karena yang selain dari Allah, ada permulaan dan ada akhirnya.
Dan kita harus mengetahui dan meng-itikadkan bahwa Sayyidina Muhammad itu hamba Allah dan utusan-Nya yang selalu benar dalam
dalam ucapan dan keterangan-keterangannya mengenai akhirat, seperti mengenai nikmat kubur dan siksanya, dlsbnya.

Kemudian wajib mengetahui beberapa masalah yang di’itikadkan oleh s-Sunnah wal Jama’ah yang merupakan golongan terbesar pengikut yang masyhur, yang disebut Assawadul A’dzom.

Dalam. Ahli Sunnah ada golongan mengenai Ilmu Syari’ah: ada Hanafi, ada Maliki ada Syafe’i dan ada Hambali dan tidak saling celamencela antara yang satu dengan yang lain, sebab diinsyafi bahwa soal ijtihad dasarnya dugaan yang kuat. Dan kalau sudah dibuka pintu ijtihad oleh Allah S.W.T. atas lisan Nabi Muhammad S.A.W., maka tidak bisa dielakan lagi sewaktu-waktu tentu akan ada perbedaan pendapat para mujtahidin.dan perbedaan-perbedaan tersebut tidak akan membahayakan agama kita. Dalam hal ini, untuk menghilangkan kekhawatiran, Rasulullah telah menjelaskan bahwa : siapa-siapa yang ijtihadnya salah, akan diganjar satu, apalagi yang tepat; maka ia akan diberi dua ganjaran.

Dan waktu beliau masih ada, para sahabat juga dianjurkan untuk berijtihad.Seperti halnya Syech Muadz bin Jabal, telah disuruh oleh Rasulullah untuk berijtihad : “Kau menjadi gubernur di negeri Yaman dan jauh daripadaku, oleh karena itu berijtihadlah apabila tidak mendapat nash dari Kitab dan Sunah”.
Dan karena diperbolehkan berijtihad, maka lahirlah mazhab-mazhab; sebab artinya hasil dari ijtihad orang-orang yang ahli.
Dengan demikian, bisa ditarik kesimpulan bahwa pada zaman Rasulullahpun sudah ada mazhab-mazhab itu.
Ada mazhab Muadz bin Jabal, ada. mazhab Abdullah bin Umar, ada mazhab Abu Lullah bin Abbas, ada. mazhab Abdullah ibn Amr bin Ash, ada mazhab fulan, fulan sahabat Rasul yang besar-besar.

Berlainan faham, tetapi tidak saling cela-mencela; dengan demikian keadaan Ummat Islam pada zaman itu sangatlah kompak dan harmonis. Soal mazhab dan soal ikhtilaf sudah selesai dari sejak abad pertama Chairulqurun.

Hal ini sudah dicontohkan oleh Rasulullah, supaya ummat Islam diakhir jaman jangan lagi cekcok dalam soal. ini.
Wasiat, saya : “Janganlah kita mencela orang yang berlainan mazhab dengan kita”.
Sebagaimana keadaan para sahabat dan para tabi’in
Sumber:
https://uxon.wordpress.com/tag/terjemahan-minhajul-abidin/

JEJAK SEJARAH MURSYID THORIQOH AT-TIJANI SYEKH MUHAMMAD BIN YUSUF

  "Jejak Histori Syekh Muhammad bin Yusuf sukodono - Ampel Surabaya, abahny a KH Ubaid dan KH Zaid, salah satu pembawa Thoriqoh At-Tija...