Wednesday 29 February 2012

PERBEDAAN ANTARA AHLUSSUNNAH DENGAN SYI'AH

Perbedaan yang sangat Mendasar antara Ahlussunnah dengan Syi’ah 

Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan Madzhab Syafi’i dengan Madzhab Maliki. Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar- besarkan. Selanjutnya mereka berharap bisa didamaikan dan membiarkan nya saja,apakah mereka yang berpendapat demikian tidak faham begitu berbahayanya syiah ,mereka melalukan berbagai macam cara untuk memebuat orang Islam mengikuti ajaran siah. Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah. Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui. Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya. Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i. Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja. Sedang perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka perbedaan- perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul. Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga berbeda dengan Al- Qur’an kita (Ahlussunnah). Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur’annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan. Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri. Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) . 

1. Rukun Islam Rukun Islam

  • Ahlussunnah kita ada 5 : 1. Syahadatain 2. As-Sholah 3. As-Shoum 4. Az-Zakah 5. Al-Hajj 
  • Syiah juga ada 5 tapi berbeda: 1. As-Sholah 2. As-Shoum 3. Az-Zakah 4. Al-Haj 5. Al wilayah 

2. Rukun Iman Rukun Iman 

  • Menurut Ahlussunnah ada enam: 1. Iman kepada Allah 2. Iman kepada Malaikat-malaikat Nya 3. Iman kepada Kitab-kitab Nya 4. Iman kepada Rasul Nya 5. Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat 6. Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah. 
  • Menurut Syiah ada 5 : 1. At-Tauhid 2. An Nubuwwah 3. Al Imamah 4. Al Adlu 5. Al Ma’ad 
3. Syahadat

  • Ahlussunnah mempunyai Dua kalimat syahada, yakni: “Asyhadu An La Ilaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”. 
  • Syiah mempunyai tiga kalimat syahadat, disamping “Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka. 
4. Imamah 

  • Ahlussunnah meyakini bahwa para imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam- imam, sampai hari kiamat.Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan. 
  • Syiah meyakini dua belas imam-imam mereka, dan termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka. 
5. Khulafaur Rasyidin

  • Ahlussunnah mengakui kepemimpinan khulafaurrosyidin adalah sah. Mereka adalah: a) Abu Bakar, b) Umar, c) Utsman, d) Ali radhiallahu anhum 
  • Syiah tidak mengakui kepemimpinan tiga Khalifah pertama (Abu Bakar, Umar, Utsman), karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka). 
6. Kema'shuman Para Imam

  • Ahlussunnah berpendapat khalifah (imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat Ma’shum. Mereka dapat saja berbuat salah, dosa dan lupa, karena sifat ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi. Sedangkan kalangan 
  • syiah meyakini bahwa 12 imam mereka mempunyai sifat maksum dan bebas dari dosa. 


7. Para Sahabat

  • Ahlussunnah melarang mencaci-maki para sahabat. 
  • Sedangkan Syiah mengangggap bahwa mencaci- maki para sahabat tidak apa-apa, bahkan berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai’at Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah. 


8. Sayyidah Aisyah

  • Sayyidah Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai oleh Ahlussunnah. Beliau adalah termasuk ummahatul Mu’minin. 
  • Syiah melaknat dan mencaci maki Sayyidah Aisyah, memfitnah bahkan mengkafirkan beliau. 


9. Kitab-kitab hadits 

  • Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah : Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Tirmidz, Sunan Ibnu Majah dan Sunan An- Nasa’i. (kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia). 
  • Kitab-kitab hadits Syiah hanya ada empat : a) Al Kaafi, b) Al Istibshor, c) Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih, dan d) Att Tahdziib. (Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah). 

10. Al-Quran

  • Menurut Ahlussunnah Al-Qur’an tetap orisinil dan tidak pernah berubah atau diubah. 
  • Sedangkan syiah menganggap bahwa Al-Quran yang ada sekarang ini tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah). 

11. Surga

  • Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya. dan Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya. 
  • Menurut Syiah, surga hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah. Dan neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.


12. Raj’ah 

  • Aqidah Raj’ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah ialah besok di akhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya. 
  • Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah, dimana diceritakan bahwa nanti diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul Bait yang lain. Setelah mereka semuanya bai’at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai ribuan kali, sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait. Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri, yang berlainan dengan Imam Mahdi yang diyakini oleh Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian. 


13. Mut’ah

  • Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram. 
  • Sementara Syiah sangat dianjurkan mut’ah dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib. 


14. Khamr

  • Khamer (arak) najis menurut Ahlussunnah. 
  • Menurut Syiah, khamer itu suci. 

15. Air Bekas Istinjak

  • Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci, menurut ahlussunnah (sesuai dengan perincian yang ada). 
  • Menurut Syiah air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan. 


16. Sendekap diwaktu shalat

  • meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah. 
  • Menurut Syiah meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri sewaktu shalat dapat membatalkan shalat. (jadi shalatnya bangsa Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syiah dihukum tidak sah dan batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri). 


17. Amin Sesudah Fatihah

  • Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah. 
  • Menurut Syiah mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah dan batal shalatnya. (Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya). 
Demikian telah kami nukilkan beberapa perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Harapan kami semoga pembaca dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca yang mengambil keputusan (sikap). Masihkah mereka akan dipertahankan sebaga Muslimin dan Mukminin ? (walaupun dengan Muslimin berbeda segalanya). Sebenarnya yang terpenting dari keterangan- keterangan diatas adalah agar masyarakat memahami benar-benar, bahwa perbedaan yang ada antara Ahlussunnah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) itu, disamping dalam Furuu’ (cabang-cabang agama) juga dalam Ushuul (pokok/ dasar agama). Apabila tokoh-tokoh Syiah sering mengaburkan perbedaan-perbedaan tersebut, serta memberikan keterangan yang tidak sebenarnya, maka hal tersebut dapat kita maklumi, sebab mereka itu sudah memahami benar-benar, bahwa Muslimin Indonesia tidak akan terpengaruh atau tertarik pada Syiah, terkecuali apabila disesatkan (ditipu). Oleh karena itu, sebagian besar orang-orang yang masuk Syiah adalah orang-orang yang tersesat, yang tertipu oleh bujuk rayu tokoh-tokoh Syiah. Akhirnya, setelah kami menyampaikan perbedaan- perbedaan antara Ahlussunnah dengan Syiah, maka dalam kesempatan ini kami menghimbau kepada Alim Ulama serta para tokoh masyarakat, untuk selalu memberikan penerangan kepada umat Islam mengenai kesesatan ajaran Syiah. Begitu pula untuk selalu menggalang persatuan sesama Ahlussunnah dalam menghadapi rongrongan yang datangnya dari golongan Syiah. Serta lebih waspada dalam memantau gerakan Syiah didaerahnya. Sehingga bahaya yang selalu mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita dapat teratasi. Selanjutnya kami mengharap dari aparat pemerintahan untuk lebih peka dalam menangani masalah Syiah di Indonesia. Sebab bagaimanapun, kita tidak menghendaki apa yang sudah mereka lakukan, baik di dalam negri maupun di luar negri, terulang di negara kita. Semoga Allah selalu melindungi kita dari penyesatan orang-orang Syiah dan aqidahnya. Amin

Sumber : FB.Kisah Para Datuk dan Ulama Kalimantan

Tuesday 28 February 2012

KHUTBAH IDUL ADHA

TIADA KEBERHASILAN TANPA PENGORBANAN
 Allahu Akbar, 9X Allahu Akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah Ta’ala, Tuhan Semesta Alam, yang tiada henti hentinya telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua, umat manusia di seluruh belahan bumi ini, terlebih kepada kita pribadi saat ini, di saat yang sangat berbahagia seperti saat ini, dimana kita tertakdir dapat bersimpuh dihadapan-Nya, mendapat kesempatan untuk menghadapkan segala kerendahan dan kehinaan diri di hadapan Dzat Yang Maha Mulia dan Maha Perkasa di masjid yang mulia ini untuk melaksanakan sholat Idul Adha, untuk memperingati kejadian besar dalam sejarah kemanusiaan yang tiada tandingnya, pengorbanan hidup yang dilakukan oleh manusia-manusia pilihan, Nabiyullah Ibrahim as beserta keluarganya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Habiibina Baginda Nabi Muhammad SAW, yang dengan perjuangan dan pengorbanannya telah berhasil menancapkan sendi-sendi keimanan dan tauhid di dada umatnya, juga kepada keluarga dan sahabatnya serta pengikut-pengikutnya sampai hari kiamat yang telah melanjutkan tongkat estafet perjuangan, sambung menyambung sehingga hasilnya bisa kita nikmati sampai saat ini.
Pengorbanan besar yang telah tercatat dalam sejarah kemanusiaan yang telah dilakukan oleh manusia-manusia pilihan tersebut seakan-akan telah menjadi pondasi bangunan yang kokoh kuat ketika Allah berkehendak menghidupkan dan membangun tanah Mekkah yang asalnya mati dan gersang menjadi kota yang makmur penuh keberkahan, tanah dimana Baitullah akan dibangun di muka bumi ini. Pengorbanan besar itu hari ini kita peringati, bersama-sama kaum mu’minin seluruh dunia, diperingati tidak sekedar untuk mengenang peristiwa besar itu saja, namun juga harus mampu kita jadikan pelajaran dan tauladan untuk menyemangati hidup kita, agar kita mendapat kekuatan untuk menempuh jalan kehidupan dengan segala tantangan dan romantikanya.
Allahu Akbar, 3X Allahu Akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Idul Adha identik dengan Idul Qurban, tapi qurban yang dimaksud bukan sekedar melaksanakan kurban dengan hewan qurban, seperti sapi maupun kambing sebagaimana lazimnya orang beriman melaksanakan qurban di hari raya Idul Qurban seperti saat ini. Qurban yang dimaksud adalah mengurbankan sebagian dari yang kita miliki dan kita cintai, baik harta benda maupun penghormatan untuk diberikan kepada orang-orang yang lebih membutuhkannya, hal itu dilakukan semata-mata untuk melaksanakan “ta’abbudan lillah”, semata-mata untuk beribadah dan mengabdi kepada Allah dalam rangka memperingati dan mengenang pengurbanan besar yang dilakukan oleh Nabiyullah Ibrahim as beserta keluarganya.
Peristiwa pengurbanan besar tersebut dimulai ketika Beliau Nabiyullah Ibrahim as dengan tulus ihlas melaksanakan perintah Allah untuk menempatkan sebagian anggota keluarganya di tanah Mekkah Al-Mukarromah, supaya di tanah itu manusia mendirikan sholat dan beribadah kepada Allah SWT. Siti Hajar dan Isma’il, salah satu Istri dari dua istri tercinta dan putranya yang saat itu masih dalam susuan, mereka berdua harus ditempatkan di tanah tandus tanpa tumbuhan, tanah yang terpencil dan terasing yang tidak berpenghuni, lalu ditinggalkan begitu saja oleh Sang Suami tercinta tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu akan tujuannya dengan bekal hidup yang pas-pasan.
Ketika saatnya Nabi Ibrahim as melangkahkan kaki hendak meninggalkan mereka berdua, Sang Istri bertanya: “Wahai Suamiku, apakah kami berdua akan engkau tinggalkan ditempat yang sepi ini ?. Nabi Ibrahim meneruskan langkahnya tanpa menoleh dan juga tidak menjawab. Istrinya mengejar dan bertanya lagi, namun dengan sikap yang sama Sang Suami tetap meneruskan langkahnya. Akhirnya sambil berlari-lari kecil Siti Hajar bertanya lagi yang ke tiga kalinya: “Wahai suamiku, apakah engkau diperintah Allah dalam hal ini?”. Baru Nabi Ibrahim as menjawab meski tetap tanpa menoleh, karena takut hatinya terpengaruh oleh keadaan tersebut sehingga berakibat berubah pendiriannya hingga tidak mampu melaksanakan perintah yang secara nalar tidak logis itu: “Benar wahai Istriku, aku diperintah Allah untuk melakukan ini”.
Siti Hajar adalah seorang istri yang setia dan tabah, dia sudah mengenal dengan benar bahwa suaminya adalah seorang Nabi dan utusan Allah yang patuh dan tabah pula dalam melaksanakan perintah Tuhannya. Seorang Istri yang sering menyaksikan dan melihat dengan kasat mata atas kelebihan-kelebihan yang dimiliki suaminya, atas pertolongan dan mu’jizat Allah yang sering diturunkan kepada suaminya dalam menyelesaikan segala tantangan hidup yang harus dihadapi, dengan keyakinan kuat dan kesadaran penuh atas resiko kehidupan yang dapat terjadi, dia menjawab dengan mantap: “Wahai suamiku, jika ini memang perintah Allah, maka laksanakan saja, aku yakin Allah tidak akan menelantarkan kami berdua disini”. Lalu Siti Hajar membalikkan badannya dan melangkah kembali ke tempat semula untuk mengikuti kehendak suami yang ditaati itu tanpa sedikitpun berprasangka buruk, padahal dirinya bukan satu-satunya istri Nabi Ibrahim as. Siti Hajar kemudian tinggal berdua bersama putranya ditempat yang sepi dan terpencil itu tanpa ada tempat berlindung dan bernaung, siang bergelut dengan udara panas dan debu, dan malam berselimut dengan dingin yang mengigit. Dengan segala resiko kehidupan yang bisa terjadi, mereka berdua bertahan hidup entah sampai kapan dengan bekal makanan yang sangat terbatas.
Nabi Ibrahim as kemudian meneruskan perjalanan pulang ke Palestina, meninggalkan Istri dan Anaknya di tempat yang sunyi dan tidak ada kehidupan itu dalam penjagaan Allah. Ketika  perjalanannya telah sampai di suatu tempat yang tidak terlihat oleh Istrinya, Nabi Ibrahim menghadap kearah Istri dan Anaknya berada seraya berdo’a kepada Allah dengan do’a yang sangat mustajabah, doa yang diabadikan Allah di dalam kitab suci al-Qur’an al-Karim:

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tumbuhan di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."(QS.Ibrahim:37)
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Meski hati Siti Hajar yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah tidak akan menelantarkan diri dan anaknya, namun melaksanakan keyakinan tersebut ternyata tidak segampang seperti ketika diucapkan. Dia berdua harus menghadapi penderitaan yang amat sangat, sampai-sampai nyawanya dan nyawa anaknya hampir-hampir direnggut oleh kematian. Ketika bekal makanan yang dibawa dari rumah sudah habis dimakan, padahal air tidak mungkin bisa didapat ditempat yang kering itu, sedangkan anak yang digendongan menangis tiada henti minta disusui, padahal air susu sudah tidak keluar lagi karena perut sudah sekian lama tidak terisi makanan, maka sang Ibu mencoba untuk mencari pertolongan. Dengan sisa tenaga yang ada Siti Hajar berlari-lari kecil antara dua bukit yang ada di sekitar tempat itu, bukit Shofa dan Marwa. Dari atas dua bukit tersebut dia melihat kesana-kemari, berharap dapat menemukan manusia yang bisa memberikan pertolongan kepadanya, namun sampai 7X pulang pergi, hasilnya tetap nihil juga, Sang Ibu yang sedang mencari makanan untuk anaknya yang sedang kelaparan itu tidak juga menjumpai seorangpun yang bisa memberikan pertolonggan kepadanya. Peristiwa ini diabadikan Allah dengan firman-Nya:

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

"Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa`i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui."(QS.al-Baqoroh/158)
Ketika maut hampir merenggut jiwa, dua hamba Allah yang sedang terkapar sedang meregang nyawa, sang anak sudah tidak mampu lagi menangis karena kehabisan daya untuk mengeluarkan suara, sang ibu bahkan sudah tidak mampu lagi sekedar untuk meneteskan air mata karena badannya hampir kering karena kehabisan cairan, disaat yang sangat kritis itu Allah menurunkan pertolongan-Nya. Sayup-sayup Sang Ibu mendengar suara seperti datang dari kejahuan, dengan sisa kekuatan yang ada dan tanpa membuka pelupuk mata dengan suara lirih dia berkata: “Wahai yang memperdengarkan suara kepadaku, andai engkau mampu menolongku, siapapun kamu, tolonglah aku”. Ketika membuka matanya, remang-remang sang Ibu melihat seorang laki-laki gagah perkasa berdiri dihadapannya. Itulah Malikat Jibril yang diturunkan Allah dimuka bumi dalam sosok manusia. Makhluk mulia itu mendapatkan perintah bukan sekedar untuk menolong dua jiwa yang hampir mati itu, namun juga, berkat kesabaran seorang Istri yang taat kepada Suaminya itu, Makhluk Langit tersebut akan membuka pintu Rahmat Allah di muka bumi, menancapkan sumber keberkahan langit di tanah yang tandus dan kering itu, sekaligus sebagai peresmian dimulainya skenario besar, peletakan batu pertama bagi projek pembangunan kota Mekkah al-Mukarromah yang di dalamnya ada “Kakbah Baitullah”, tempat yang akan diziarahi oleh orang-orang beriman sepanjang zaman.
Malaikat Jibril as berkata: “Wahai hamba Allah yang ikhlas dan tabah, engkau jangan takut dan khawatir, sungguh Allah tidak akan menelantarkan kalian berdua. Di tempat yang mulia ini, anakmu itu bersama bapaknya akan membangun “baitullah”, tempat yang akan didatangi orang-orang beriman dari seluruh penjuru dunia untuk melaksanakan ibadah haji sehingga tempat ini akan menjadi kota yang rame, makmur dan penuh keberkahan”. Lalu malaikat Jibril menancapkan sayapnya di tanah, dan dari lubang tanah yang ditancapi sayap makhluk mulia itu kemudian Allah memancarkan sumber mata air yang tidak berhenti memancar sepanjang zaman, sumur Zamzam yang penuh berkah, yang keberkahan airnya terbukti sampai sekarang. Sumur Ajaib yang setiap tahun keberkahan airnya ditunggu-tunggu oleh orang-orang beriman dimana saja berada, sebagai oleh-oleh dari sanak saudara yang sedang melaksanakan ibadah Haji di tanah Haram, ternyata sumbernya dahulu digali oleh semangat pengorbanan yang luar biasa, dipompa dengan air mata yang hampir kering dari seorang wanita yang mulia, istri yang sekaligus juga ibu dari dua manusia yang mulia pula, yaitu Istri Nabi Ibrahim as dan Ibu Nabi Isma’il as. Ini adalah peristiwa besar yang tidak boleh dilupakan oleh setiap hati orang beriman. Untuk itu, maka peristiwa tersebut setiap saat diperingati dalam pelaksanaan Sa’i antara bukit Sofa dan Marwa baik dalam pelaksaan ibadah Haji maupun ibadah Umrah.
Ujian hidup yang dicanangkan dalam peristiwa sejarah tersebut dinyatakan Allah dengan firman-Nya: “Sesungguhnya ini benar-benar merupakan suatu ujian yang nyata”.(QS.ash Shafaat/108). Maksudnya, keberhasilan hidup yang didambakan oleh setiap jiwa yang merdeka, kebahagiaan yang diharapkan oleh setiap manusia yang sehat, ternyata tidak datang dengan sendirinya turun dari langit, melainkan harus ditempuh dan diperjuangkan melalui porses ujian yang tidak ringan, demikianlah pelajaran yang dapat kita petik dari peristiwa sejarah kemanusian ini, dan itu adalah merupakan sunnatullah yang tidak ada berubahan untuk selamanya, baik berlaku bagi orang-orang terdahulu maupun orang-orang kemudian, bahkan berlaku bagi kita semua. Ujian hidup tersebut juga dinyatakan Allah dengan firman-Nya:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqoroh/155-157)
Allahu Akbar, 3X Allahu Akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Pengorbanan seorang Istri yang setia dan tabah untuk menuruti kehendak Suaminya yang diyakininya sedang dalam rangka melaksanakan perintah Tuhannya, ternyata mampu menurunkan keberkahan Allah yang abadi di muka bumi ini. Memancarkan sumber air ditempat yang semestinya tidak mungkin ada air. Mendatangkan sumber kehidupan bagi manusia banyak ditempat yang asalnya sepi dan terpencil. Menurunkan mu’jizat Allah yang sangat terang benderang dalam sejarah zaman. Peristiwa tersebut telah dicatat dalam sejarah kemanusiaan dan bahkan harus diperingati oleh setiap pribadi Muslim pada setiap tahunnya, kita semua diwajibkan melaksanakan Ibadah Haji bagi yang mampu yang salah satu tujuannya adalah untuk memperingati peristiwa sejarah tersebut, itu terbukti dengan manasik haji yang dilakukan dalam ritual haji oleh orang-orang yang sedang melaksanakan ibadah haji di Makkah Al-Mukarromah. Lalu sekarang kita boleh pertanya kepada diri sendiri, pengorbanan apa yang sudah kita lakukan untuk kejayaan kita sendiri, untuk mencapai peningkatan tarap hidup yang kita tuntut dan dambahkan selama ini, untuk keberhasilan hidup kita sendiri bukan keberhasilan orang lain. Apakah kita hanya boleh menuntut saja tanpa berbuat apa-apa sementara orang lain harus berkorban dan bahkan dikorbankan …?? Kita selalu berharap hidup enak tapi enggan melaksanakan perjuangan.., Apa mungkin hal demikian bisa dicapai ..?? Padahal fenomena sejarah telah berbicara dengan terang benderang..!!
Inilah hikmah terbesar dari peringatan hari besar IDUL QURBAN yang sedang kita peringati hari ini, bukan hanya untuk memperingati peristiwa sejarah kemanusia itu saja, namun juga untuk membangkitkan semangat dan kesadaran dalam jiwa kita, dimana setiap pribadi Muslim harus siap berkorban untuk kebahagiannya sendiri. Setiap kita harus siap menyongsong keberhasilan dan peningkatan hidup dengan perjuangan dan pengorbanan. Dimulai dari diri sendiri untuk tidak berpangku tangan saja dan bermalas-malasan dan ketika berakibat hidupnya tidak juga meningkat kemudian orang mengkambing hitamkan nasib dan takdir. Padahal nasib dan takdir itu harus dimulai dari diri sendiri, “siapa beramal sholeh maka itu untuk dirinya sendiri”. Maksudnya, barangsiapa menanam kebaikan maka akan menuai kebajikan dan barangsiapa menanam kemalasan akan menuai kehancuran, itu berlaku untuk diri sendiri bukan untuk orang lain. Itulah sunnahtullah yang tidak ada perubahan untuk selama-lamanya. Yang dimaksud menanam itu adalah siap melaksanakan perjuangan dan pengorbanan terlebih dahulu setelah itu baru orang boleh bersenang-senang. “Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian”.

قال الله تعالى وبقوله يهتدي المهتدون . وإذا قرء القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون :   وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم . ونفعني وأياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم . وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم  .

 وقل رب اغفر وارحم وأنت حير الراحمين


Sumber : Ponpesalfithrah 

Monday 27 February 2012

ADAB - ADAB DALAM BERDZIKIR


Adab-Adab Berdzikir
Berdzikir mempunyai adab-adab tertentu, baik  sebagai penghantar, sesudah, atau ketika peiaksanaannya. Ada adab yang bersifat lahiriah dan ada pula yang bersifat batiniah.
Adab Pengantar
Sebelum meiaksanakan dzikir, sebaiknya sang salik terlebih dulu bertobat, membersihkan jiwa dengan riyadhoh (olah) rohani, melembutkan sirr (batin) dengan menjauhkan dan dengan kaitan hati dengan makhluk, memutuskan segaia penghaiang, memahami ilmu-ilmu agama, dan mempelajari syarat rukun dalam fardlu 'ain, mempertegas tujuan-tujuuan luhur sebagai spirit tahapan utamanya, yang bersifat syar'i. Ia juga harus memilih dzikir yang sesuai dengan kondisi batinnya.
Seteiah itu, barulah ia berdzikir dengan tekun dan terus menerus.
Di antara adab yang perlu diperhatikan yaitu hendaknya ia memakai pakaian yang halal, suci, dan wangi. Kesucian batin bisa terwujud dengan memakan makanan yang halal. Dzikir  waiau pun bisa melenyapkan bagian-bagian yang berasal dari makanan haram, tetapi manakaia batinnya sudah kosong dari yang haram atau syubhat, maka dzikir tersebut akan lebih mencerahkan qalbu. 

Namun, jika dalam batinnya masih terdapat sesuatu yang haram, ia terlebih dahulu akan dicuci dan dibersihkan oleh dzikir. Pada kondisi tersebut, fungsi dzikir sebagai penerang qalbu menjadi sifatnya lebih lemah. Ibarat air yang dipergunakan untuk mencuci sesuatu yang terkena najis, najisnya akan hilang. Tetapi, pada saat yang sama ia tak bisa membuat benda yang terkena najis tadi menjadi lebih bersih. 
Oleh karena itu, sebaiknya ia dicuci uiang sehingga ketika benda yang dicuci itu teiah bersih dari najis, ia akan bertambah cemerlang dan bersinar ketimbang saat dicuci pertama kali. Demikian puia saat dzikir turun ke dalam qalbu. Kaiau qalbu tersebut geiap, dzikir akan membuatnya terang. Tetapi, kaiau qalbu tersebut sudah terang, dzikir akan membuatnya jauh lebih terang.

Adab Penyerta
Ketika dzikir dilaksanakan hendaknya disertai niat ikhlas. Majelis tempat dzikirnya diberi aroma wewangian untuk para maiaikat dan jin. Ketika duduk hendaknya bersila menghadap kibiat, biia berrdzikir sendirian. Tetapi, kaiau bersama-sama, hendaknya ia berdzikir dalam lingkungan majelis. Seianjutnya telapak tangannya diletakkan di atas paha dan matanya dipejamkan seraya terus menghadap ke depan. 
Sebagian Ulama berpandangan, jika ia berada di bawah bimbingan seorang syekh (Mursyid), ia membayangkan sang syekh sedang berada di hadapannya. Sebab, ia adalah pendamping dan pembimbing dalam meniti jalan rohani. Selain itu, hendaknya qalbu dan dzikirnya itu dikaitkan dengan orientasi sang syekh disertai keyakinan bahwa semua itu bersambung dan bersumber dari Nabi saw. Sebab, syekhnya itu merupakan wakil Nabi saw.

(Namun sejumlah Ulama Thariqah Sufi melarang membayangkan wajah syeikh, karena apa pun seorang syeikh atau Mursyid kategorinya tetap makhluq. Di dalam Al-Qur'an disebutkan, "Kemana pun engkau menghadap, maka disanalah Wajah Allah." Bukan wajah makhluk. Dikawatirkan pula, jika di akhir hayat seseorang, yang tercetak dalam bayangannya adalah wajah makhluk, para Ulama Sufi mempertanyakan, apakah ia secara hakiki husnul khotimah atau su'ul khotimah? Pent.)
Ketika membaca La Ilaaha Illalloh dengan penuh kekuatan disertai pengagungan. Ia naikkan kalimat tersebut dari atas pusar perut. Ialu, dengan membaca Laa Ilaaha hendaknya ia berniat melenyapkan segaia sesuatu seiain Allah swt, dari qalbu. Dan ketika membaca Illalloh, hendaknya ia menghujamkan ke arah jantung, agar Illalloh tertanam dalam qalbu, kemudian mengalirkan ke seluruh tubuh serta menghadirkan dzikir dalam qalbunya setiap saat.

Menurut sebagian Ulama mengatakan, "Pengulangan dzikir tidak benar, kecuali dengan refleksi makna, selain  makna yang pertama."
Dan tingkatan dzikir yang minimal adalah setiap kali seseorang membaca Laa Ilaaha Illalloh, qalbunya harus bersih dari segala sesuatu selain Allah swt,. Jika masih ada, ia harus segera melenyapkannya. Jika ketika berdzikir qalbunya masih menoleh pada sesuatu selain Allah swt, berarti ia telah menempatkan berhala bagi dirinya. 
Allah swt, berfirman, "Tahukah kamu orang yang mempertuhankan hawa nafsunya." (Q.S. al-Furqan: 43) `Janganiah kamu membuat Tuhan selain Allah ." (Q.S. al-Isra': 22). "Bukankah Aku teiah memerintahkan kepadamu wahai Bani Adam agar kamu tidak menyembah syetan." (Q.S. Yasin : 60). 

Dalam hadits, Rasul saw juga bersabda, "Sungguh rugi hamba dinar dan sungguh rugi hamba dirham." Dinar dan dirham tidak disembah dengan cara rukuk dan sujud kepadanya, tetapi dengan adanya perhatian qalbu kepada keduanya. 

La Ilaaha Illalloh, tidak benar diucapkan kecuali dengan penafian segala hal selain Allah dari diri dan qalbunya. Manakala dalam dirinya masih ada gambaran inderawi, walau seribu kali diucapkan, maka maknanya tidak membekas di qalbu.

Namun, bila qalbu tersebut telah kosong dari hal-hal seiain Allah swt, meskipun hanya membaca kata Allah, satu kali saja, ia akan menemukan kelezatan yang tak bisa diungkapkan.

Syeikh Abdurrahman al-Qana'y mengatakan, " Suatu kali aku mengucapkan La Ilaaha Illalloh , dan tak pernah kembali lagi padaku."
Di kalangan Bani Israel ada seorang budak hitam yang setiap kali ia membaca  La Ilaaha Illalloh, tubuhnya dari kepala hingga kaki-berubah warna putih. Demikianlah, ketika seorang hamba mewujudkan kalimat La Ilaaha Illalloh, sebagai kondisi qalbunya, lisan tak bisa mengaksentuasikan. 

Meskipun La Ilaaha Illalloh adalah segala muara oreintasi, ia adalah kunci pembuka hakikat qalbu, seiain akan mengangkat derajat para salik ke alam rahasia.

Ada yang memilih untuk membaca dzikir di atas dengan cara disambung sehingga seolah-olah menjadi satu kata tanpa tersusupi oleh sesuatu dari luar ataupun lintasan pikiran dengan maksud agar setan tak sempat masuk. Cara membaca dzikir seperti ini dipilih dengan melihat kondisi salik yang masih lemah dalam mendaki jaian spiritual akibat belum terbiasa. Seiain terutama karena ia masih tergolong pemula. Menurut para uiama, ini adaiah cara tercepat untuk membuka qalbu dan mendekatkan diri pada Allah swt,.

Menurut sebagian ulama, memanjangkan bacaan La Ilaaha Illalloh  lebih baik dan lebih disukai. Karena, pada saat dipanjangkan, dalam benaknya muncul semua yang kontra Allah, kemudian, semua itu ditiadakan seraya diikuti dengan membaca Illalloh. Dengan demikian, cara ini lebih dekat kepada sikap ikhlas sebab ia tidak mengokohkian sifat Ilahiyah, yaitu walaupun dinafikan dengan Laa Ilaaha secara nyata, sesungguhnya ia telah menetapkan dengan "Illa" keadaannya, namun "Illa" itu sendiri merupakan cahaya yang ditanamkan dalam qalbu yang kemudian mencerahkannya.

Sebagian lagi berpendapat sebaliknya. Menurut mereka, tidak membaca panjang lebih utama. Sebab, bisa jadi kematian datang di saat sedang membaca la ilaha (tidak ada tuhan), sebelum sampai pada kata Illalloh, (kecuali Allah swt,). 

Sementara menurut yang iain, biia kalimat tersebut dibaca dengan tujuan untuk berpindah dari wiiayah kekufuran menuju iman, maka tidak membaca panjang lebih utama agar ia lebih cepat berpindah kepada iman. Namun, kalau ia berada dalam kondisi iman, membaca secara panjang lebih utama .

Adab berikut
Manakala sang salik terdiam dengan upaya menghadirkan qalbunya, karena bersinggungan dengan anugerah ruhani dibalik dzikir berupa kondisi ghaybah (kesirnaan diri) paska dzikir, yang juga disebut dengan "kelelapan", maka jika Allah swt, mengirim angin untuk menebar rahmat-Nya berupa hujan, Allah swt, juga mengirim angin dzikir untuk menebar rahmat-Nya yang mulia berupa sesuatu yang bisa menyuburkan qalbu dalam sesaat saja. Padahal, itu tak bisa dicapai meskipun lewat perjuangan ruhani dan riyadhoh tiga puluh tahun lamanya. Adab-adab ini harus dimiliki oleh seorang pedzikir yang dalam kondisi sadar dan bisa memilih.

Sedangkan bagi pedzikir yang kehilangan pilihan karena tidak sadar bersamaan dengan masuknya limpahan dzikir dan rahasia ke dalam dirinya, lisannya bisa jadi mengucapkan kata Allah, Allah, Allah atau Huw, Huw, Huw, Huw, atau La, La, La, atau Aa..Aa..Aa.. atau  Ah, Ah, Ah, atau suara yang berbunyi. Adabnya adalah pasrah total pada anugerah Ilahi yang membuatnya tenang dan diam.
Semua adab di atas diperlukan oleh mereka yang akan melakukan dzikir lisan. Adapun dzikir qalbu tidak membutuhkan adab-adab tersebut.Berdzikir mempunyai adab-adab tertentu, baik  sebagai penghantar, sesudah, atau ketika peiaksanaannya. Ada adab yang bersifat lahiriah dan ada pula yang bersifat batiniah.
Adab Pengantar
Sebelum meiaksanakan dzikir, sebaiknya sang salik terlebih dulu bertobat, membersihkan jiwa dengan riyadhoh (olah) rohani, melembutkan sirr (batin) dengan menjauhkan dan dengan kaitan hati dengan makhluk, memutuskan segaia penghaiang, memahami ilmu-ilmu agama, dan mempelajari syarat rukun dalam fardlu 'ain, mempertegas tujuan-tujuuan luhur sebagai spirit tahapan utamanya, yang bersifat syar'i. Ia juga harus memilih dzikir yang sesuai dengan kondisi batinnya.
Seteiah itu, barulah ia berdzikir dengan tekun dan terus menerus.
Di antara adab yang perlu diperhatikan yaitu hendaknya ia memakai pakaian yang halal, suci, dan wangi. Kesucian batin bisa terwujud dengan memakan makanan yang halal. Dzikir  waiau pun bisa melenyapkan bagian-bagian yang berasal dari makanan haram, tetapi manakaia batinnya sudah kosong dari yang haram atau syubhat, maka dzikir tersebut akan lebih mencerahkan qalbu. 

Namun, jika dalam batinnya masih terdapat sesuatu yang haram, ia terlebih dahulu akan dicuci dan dibersihkan oleh dzikir. Pada kondisi tersebut, fungsi dzikir sebagai penerang qalbu menjadi sifatnya lebih lemah. Ibarat air yang dipergunakan untuk mencuci sesuatu yang terkena najis, najisnya akan hilang. Tetapi, pada saat yang sama ia tak bisa membuat benda yang terkena najis tadi menjadi lebih bersih. 
Oleh karena itu, sebaiknya ia dicuci uiang sehingga ketika benda yang dicuci itu teiah bersih dari najis, ia akan bertambah cemerlang dan bersinar ketimbang saat dicuci pertama kali. Demikian puia saat dzikir turun ke dalam qalbu. Kaiau qalbu tersebut geiap, dzikir akan membuatnya terang. Tetapi, kaiau qalbu tersebut sudah terang, dzikir akan membuatnya jauh lebih terang.

Adab Penyerta
Ketika dzikir dilaksanakan hendaknya disertai niat ikhlas. Majelis tempat dzikirnya diberi aroma wewangian untuk para maiaikat dan jin. Ketika duduk hendaknya bersila menghadap kibiat, biia berrdzikir sendirian. Tetapi, kaiau bersama-sama, hendaknya ia berdzikir dalam lingkungan majelis. Seianjutnya telapak tangannya diletakkan di atas paha dan matanya dipejamkan seraya terus menghadap ke depan. 
Sebagian Ulama berpandangan, jika ia berada di bawah bimbingan seorang syekh (Mursyid), ia membayangkan sang syekh sedang berada di hadapannya. Sebab, ia adalah pendamping dan pembimbing dalam meniti jalan rohani. Selain itu, hendaknya qalbu dan dzikirnya itu dikaitkan dengan orientasi sang syekh disertai keyakinan bahwa semua itu bersambung dan bersumber dari Nabi saw. Sebab, syekhnya itu merupakan wakil Nabi saw.

(Namun sejumlah Ulama Thariqah Sufi melarang membayangkan wajah syeikh, karena apa pun seorang syeikh atau Mursyid kategorinya tetap makhluq. Di dalam Al-Qur'an disebutkan, "Kemana pun engkau menghadap, maka disanalah Wajah Allah." Bukan wajah makhluk. Dikawatirkan pula, jika di akhir hayat seseorang, yang tercetak dalam bayangannya adalah wajah makhluk, para Ulama Sufi mempertanyakan, apakah ia secara hakiki husnul khotimah atau su'ul khotimah? Pent.)
Ketika membaca La Ilaaha Illalloh dengan penuh kekuatan disertai pengagungan. Ia naikkan kalimat tersebut dari atas pusar perut. Ialu, dengan membaca Laa Ilaaha hendaknya ia berniat melenyapkan segaia sesuatu seiain Allah swt, dari qalbu. Dan ketika membaca Illalloh, hendaknya ia menghujamkan ke arah jantung, agar Illalloh tertanam dalam qalbu, kemudian mengalirkan ke seluruh tubuh serta menghadirkan dzikir dalam qalbunya setiap saat.

Menurut sebagian Ulama mengatakan, "Pengulangan dzikir tidak benar, kecuali dengan refleksi makna, selain  makna yang pertama."

Dan tingkatan dzikir yang minimal adalah setiap kali seseorang membaca Laa Ilaaha Illalloh, qalbunya harus bersih dari segala sesuatu selain Allah swt,. Jika masih ada, ia harus segera melenyapkannya. Jika ketika berdzikir qalbunya masih menoleh pada sesuatu selain Allah swt, berarti ia telah menempatkan berhala bagi dirinya. 

Allah swt, berfirman, "Tahukah kamu orang yang mempertuhankan hawa nafsunya." (Q.S. al-Furqan: 43) `Janganiah kamu membuat Tuhan selain Allah ." (Q.S. al-Isra': 22). "Bukankah Aku teiah memerintahkan kepadamu wahai Bani Adam agar kamu tidak menyembah syetan." (Q.S. Yasin : 60). 

Dalam hadits, Rasul saw juga bersabda, "Sungguh rugi hamba dinar dan sungguh rugi hamba dirham." Dinar dan dirham tidak disembah dengan cara rukuk dan sujud kepadanya, tetapi dengan adanya perhatian qalbu kepada keduanya. 

La Ilaaha Illalloh, tidak benar diucapkan kecuali dengan penafian segala hal selain Allah dari diri dan qalbunya. Manakala dalam dirinya masih ada gambaran inderawi, walau seribu kali diucapkan, maka maknanya tidak membekas di qalbu.

Namun, bila qalbu tersebut telah kosong dari hal-hal seiain Allah swt, meskipun hanya membaca kata Allah, satu kali saja, ia akan menemukan kelezatan yang tak bisa diungkapkan.

Syeikh Abdurrahman al-Qana'y mengatakan, " Suatu kali aku mengucapkan La Ilaaha Illalloh , dan tak pernah kembali lagi padaku."
Di kalangan Bani Israel ada seorang budak hitam yang setiap kali ia membaca  La Ilaaha Illalloh, tubuhnya dari kepala hingga kaki-berubah warna putih. Demikianlah, ketika seorang hamba mewujudkan kalimat La Ilaaha Illalloh, sebagai kondisi qalbunya, lisan tak bisa mengaksentuasikan. 

Meskipun La Ilaaha Illalloh adalah segala muara oreintasi, ia adalah kunci pembuka hakikat qalbu, seiain akan mengangkat derajat para salik ke alam rahasia.

Ada yang memilih untuk membaca dzikir di atas dengan cara disambung sehingga seolah-olah menjadi satu kata tanpa tersusupi oleh sesuatu dari luar ataupun lintasan pikiran dengan maksud agar setan tak sempat masuk. Cara membaca dzikir seperti ini dipilih dengan melihat kondisi salik yang masih lemah dalam mendaki jaian spiritual akibat belum terbiasa. Seiain terutama karena ia masih tergolong pemula. Menurut para uiama, ini adaiah cara tercepat untuk membuka qalbu dan mendekatkan diri pada Allah swt,.

Menurut sebagian ulama, memanjangkan bacaan La Ilaaha Illalloh  lebih baik dan lebih disukai. Karena, pada saat dipanjangkan, dalam benaknya muncul semua yang kontra Allah, kemudian, semua itu ditiadakan seraya diikuti dengan membaca Illalloh. Dengan demikian, cara ini lebih dekat kepada sikap ikhlas sebab ia tidak mengokohkian sifat Ilahiyah, yaitu walaupun dinafikan dengan Laa Ilaaha secara nyata, sesungguhnya ia telah menetapkan dengan "Illa" keadaannya, namun "Illa" itu sendiri merupakan cahaya yang ditanamkan dalam qalbu yang kemudian mencerahkannya.

Sebagian lagi berpendapat sebaliknya. Menurut mereka, tidak membaca panjang lebih utama. Sebab, bisa jadi kematian datang di saat sedang membaca la ilaha (tidak ada tuhan), sebelum sampai pada kata Illalloh, (kecuali Allah swt,). 

Sementara menurut yang iain, biia kalimat tersebut dibaca dengan tujuan untuk berpindah dari wiiayah kekufuran menuju iman, maka tidak membaca panjang lebih utama agar ia lebih cepat berpindah kepada iman. Namun, kalau ia berada dalam kondisi iman, membaca secara panjang lebih utama .

Sumber : sufinews.com

Sunday 26 February 2012

PROFIL RUBATH DARUL MUSTHAFA, YAMAN - HADRAMAUT



Profil Rubath Darul Musthafa, Yaman-Hadramaut 

Sesungguhnya yang menjaga syari’at lebih dari 14 abad bukanlah suatu kelemahan atau ketidak mampuan seseorang untuk menjaganya di abad yang akan datang, semenjak Sayyidina Al-Muhajir Ahmad bin Isa memegamg bendera da’wah sampai sekarang ini telah berlalu 1100 tahun, akan tetapi tetaplah kokoh dan tangguh, dan masih tercium harum aroma da’wah ilallah.

Diantara waktu tersebut sampai sekarang ini, berapa banyak da’wah yang tersebar ke berbagai penjuru alam. Mengapa tidak padam semangat da’wak tersebut? Kerena kekokohan da’wah tersebut seperti kekokohan da’wah Al-Muhajir Al-Awal SAW.

Dengan kekokohan da’wah yang tampak itu tersebarlah tempat ilmu, adab, dan da’wah di negeri Hadramaut umumnya dan Tarim pada khususnya yang terbit cahaya yang terang benderang dengan ilmu Islam dan dikatakan bahwa sepertiga dunia Islam masuk Islam penduduknya berkat da’wah ulama Hadramaut yang perintisnya Sayyidina Al-Muhajir Ahmad bin Isa yang keluar dengan agamanya dari kota Basyrah ke kota Hadramaut pada abad ketiga hijriyah, dan negeri yang penuh berkat ini terhias dengan hiasan ilmu, ikhlas, khauf, dan wara’ sejarah pun telah mengutipnya.

Alhamdulillah, Allah SWT telah menempatkan kita dalam mimbar yang indah dan baik dari mimbar-mimbar ilmu yang sedikit didapatkan yang sepertiganya di dalam dunia Islam pada saat ini dan akan terlihat keluarnya para rijal yang menyebar pada penjuru alam yang membawa bendera untuk mengibarkan da’wahnya sebaik-baik pemimpin (Nabi Muhammad SAW)

Begitulah dengan besar hati dan bangga dengan keterus terangan ini semoga kebaikan menjadi saksi bagi alam. Mereka rijal yang pena mana pun tidak mampu mensifati macam-macam sifat mereka dengan sesuatu yang membawa kalimat dengan maqam-maqam sidiq, ikhlas, dan semangat yang tinggi dalam da’wah ilallah, bagaimana pena-pena akan mampu mensifati mereka cahaya dari obor yang berasal dari cahaya nubuwwah dan obor yang terang benderang dari nur-nya Nabi Muhammad SAW. Sungguh Allah SWT telah menolong agamanya dan menjaga syariatnya dan mereka para rijal semoga Allah SWT meredhai mereka, Amien.

Latar Belakang

Darul Musthafa adalah satu ibarat dari salah satu pusat ilmu, adab, dakwah ilallah dan juga salah satu bukti dari pemeliharaan Allah SWT akan agamanya dan syariatnya serta bukti pertolongan Allah SWT. Allah SWT berfirman: “..Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya…” (Al-Hijr,ayat 9).

Salah satu sebab didirikannya Darul Musthafa disebabkan banyaknya pelajar yang datang dari berbagai daerah dari negeri Yaman dan juga luar Yaman, yang mereka belajar dan menuntut ilmu-ilmu syari’at di sisi Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim ibn Syekh Abu Bakar bin Salim di kota Tarim Al-Ghanna, maka mereka membutuhkan tempat yang khusus agar memungkinkan mereka menuntut ilmu dan tidak disibukkan dengan kesibukan manusia. Sebelum di bangun Darul Musthafa pelajar tinggal di Rubath Al-Musthafa yang berada di kota Syihir lalu mereka pindah ke kota Tarim dan tinggal di kamar kamar mesjid At-Taqwa dan rumah Assana serta tempat mereka belajar di mesjid Maula Aidied di Tarim, ketika selesai pembangunan Darul Musthafa mereka pindah ke bangunan yang baru yang telah diresmikan lima hari sebelumnya yaitu pada bulan muharam tahun 1417 H.

Darul Musthafa adalah tempat berkumpul dan bertemunya para pelajar pelajar yang datang dari berbagai penjuru dunia, baik itu dari Yaman, Jazirah Arab, Afrika, Inggris, Amerika, Asia Timur, Thailand, Singapura, Malaysia dan Indonesia.

Pelajar yang pertama datang ke Darul Musthafa adalah pelajar dari Indonesia yang berjumlah sekitar tiga puluh orang pada tahun 1416 H.. Itu di sebabkan kunjungan pertama Habib Umar bin Muhammad bin Hafizd ke Indonesia pada tahun 1414 H., kunjungan ini dilaksanakan karena melaksanakan perintah guru beliau Al-habib Abdul Qadier bin Ahmad Assegaff dan Al-Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar. Benarlah kata orang “ sesungguhnya kunjungan itu bisa memberi bekas yang besar pada penyebaran ilmu dan pelurusan akhlak serta bisa menggantungkan hati pada dakwah ilallah “, dan sebagian dari tujuan kunjungan adalah untuk memberi peringatan bagi orang awam, memberi manfaat kepada orang lain dan juga bertujuan menguatkan ikatan di antara sesama muslim dan menyempurnakan persaudaraan diantara mereka diberbagai negara yang berbeda beda. Maka nampaklah bekas yang hebat pada kunjungan Habib Umar bin Muhammad bin Hafizd ke Indonesia dan menjadi bukti pembaharuan hubungan antara Indonesia dan Hadramaut dan juga menguatkan ikatan antara sadah alawiyyin dan muhibbin kepada mereka di Indonesia dan Hadramaut.

Seiring berjalannya waktu mereka menyelesaikan studinya di Darul Musthafa pada tahun 1419 H. dan sekarang mereka menyebarkan dakwah di negeri masing masing dan memberikan manfaat untuk umat Islam di desa maupun di kota. Oleh kerana itu Alhamdulillah pada tahun 1421 H. jumlah pelajar Indonesia yang berdomisili di kota Tarim sekitar 400 orang. Dari jumlah tersebut dua ratus orang belajar di Darul Musthafa dan sisanya ada yang belajar di Rubath Tarim dan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Al-Ahgaff.

Nama Lembaga

Darul Musthafa liddirasah al Islamiyah.

Pendiri

• Al Habib Ali Masyhur bin Muhammad bin Salim bin Hafidz.
• Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz.

Tahun Berdiri

Dimulai pembangunan Darul Musthafa pada bulan Syawal tahun 1410 H dan peresmian pertama pada hari Selasa Tanggal 29 Dzulhijjah 1411 H bertepatan dengan hari wafat Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz ibn Abu Bakar bin Salim, dan peresmian kedua pada bulan Muharram 1417 H.

Tujuan Didirikannya

Tidaklah dibangun perguruan ini kecuali untuk mencetak Ulama-ulama yang kuat pada ilmu dan beradab dengan adab nubuwwah, dan memikul beban umat dengan mengajak mereka ke jalan Allah SWT dan memberikan manfaat kepada mereka dan menyelamatkan mereka dari kegelapan, kebodohan ke cahaya ilmu dan menguatkan keimanan mereka dan mengikat mereka dengan sunnah sunnah Nabi SAW.

Asas

Sungguh terwujud tujuan yang besar ini dengan peletakan tiga sasaran yang merupakan tujuan pokok :
1. Penguasaan ilmu Islami secara murni.
2. Pembersihan jiwa dan pemurnian akhlak
3. Da’wah kejalan Allah

Program

Untuk mencapai sasaran dan menghasilkan hasil yang memuaskan Darul Musthafa membuat program program pada tiap tiap tujuan :

1. Ilmu

Pelajar diberi dua pilihan :
A. Belajar kitab kitab yang sudah ditetapkan di Darul Musthafa.
B. Menghafal Al Quran disertai dengan belajar fiqh dan nahwu.

2. Suluk

Dianjurkan bagi tiap pelajar meresapi dan mengamalkan dasar-dasar suluk :
A. Pembersihan diri dari sifat sifat tercela.
B. Mempunyai perhatian dengan sunnah-sunnah dan adab Nabi SAW.
C. Beradab dengan pergaulan sesama makhluk.
D. Selalu melazimi petunjuk dan nasehat nasehat.

Dalam hal ini Al Habib Umar bin Hafidz telah menyusun azkar dan aurad untuk santri-santrinya dalam satu kitab yang diberi nama “Khulasah Al Madad Annabawi”, yang mana dianjurkan kepada para santri untuk membacanya pada waktu waktu yang sudah ditentukan.

3. Da’wah

Pihak pengurus membuat satu jadwal bagi para santri yang punya kemauan dalam da’wah, seperti : keluar da’wah mingguan setiap hari kamis sampai hari jum’at, keluar da’wah tahunan selama 40 hari, ini bagi para santri yang membaca kitab Umdatus salik dan menziarahi para ulama, tempat tempat bersejarah, masjid-masjid dan makam para aulia yang ada di Hadhramaut. Dan ada juga da’wah di lingkungan Darul Musthafa seperti pertemuan santri-santri yang berasal dari satu daerah.

Waktu Belajar

Pelajaran dimulai setelah shalat subuh, diajarkan tiga mata pelajaran. Tiap satu mata pelajaran memakan waktu 45 menit sampai jam 08.30 pagi. Kemudian pelajaran diteruskan setelah shalat dzuhur, (satu mata pelajaran). Kemudian pelajaran diteruskan kembali setelah shalat maghrib satu mata pelajaran dan setelah shalat isya setoran hafalan.

Kitab kitab yang dipelajari.

• Fiqh
- Risalatul jami’ah
- Safinatun naja'
- Muqaddimatul hadhramiyah
- Matan Abi Syuja’
- Yakut An Nafis
- Umdatus Salikin
• Aqidah
- Aqidatul Awam
- Al Aqidah (karangan Imam haddad)
- Durus tauhid
- Jauhar tauhid
• Nahwu
- Matan asas
- Al jurumiyah
- Mutammimah Aljurumiyah
- Qatrun nada
• Hadits
- Mukhtar Alhadits
- Arba’in Nawawiyah
- Nurul iman
- Mukhtar Riyadushhalihin

Metode pengajaran adalah sistem halaqah.
Setelah pelajar meyelesaikan kitab kitab diatas, pelajar diberi pilihan untuk masuk jurusan (takhasus), penjurusannya sebagai berikut :
1. Al Quran wa Ulumih
2. Al Hadits wa Ulumih
3. Sirah
4. Lughah arabiyah
5. Fiqh wa Ushulih

Dan juga Dar Al Musthafa mengadakan pesantren kilat (dauroh) pada masa liburan musim panas (shoifiyah) untuk para mahasiswa, dan semua kalangan.

Sarana dan Fasilitas

- Asrama bagi para santri, setiap kamar dilengkapi dengan AC, kipas angin, almari, meja belajar dan ranjang
- Toserba
- Ruang makan
- Warnet
- Wartel
- Klinik
- Perpustakaan
- Toko buku
- Transportasi sebanyak 4 bis
- Money changer
- Rumah tamu
- Stasiun radio
- Travel umrah dan haji

Sumber : FB.para pecinta habib dan ulama

Thursday 23 February 2012

BIOGRAFI ULAMA KHARISMATIK DI INDONESIA

BIOGRAFI ULAMA KHARISMATIK DI INDONESIA


قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ وَرَّخَ مُسْلِمًا فَكَأَ نَّمَا اَحْيَاهُ وَمَنْ زَارَ عَالِمًا فَكَأَ نَّمَا زَارَنِى وَمَنْ زَارَنِى بَعْدَ وَفَاتِى وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِى. روه ابو داود وترمذى

Barang siapa membuat tarekh (Biografi) seorang muslim, maka sama dengan menghidupkannya. Dan barang siapa ziarah kepada seorang Alim, maka sama dengan ziarah kepadaku (Nabi SAW). Dan barang siapa berziarah kepadaku setelah aku wafat, maka wajib baginya mendapat syafatku di Hari Qiyamat. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).



KH.Kholil Bangkalan
KH. Muhammad Kholil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijrah atau 27 Januari 1820 Masehi di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Beliau berasal dari keluarga Ulama dan digembleng langasung oleh ayah Beliau menginjak dewasa beliau ta’lim diberbagai pondok pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai Muhammad Khalil belajar kepada Kiyai Muhammad Nur di Pondok-pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok-pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok-pesantren Keboncandi. Selama belajar di pondok-pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Kyai Nur Hasan ini, sesungguhnya, masih mempunyai pertalian keluarga dengannya. Sewaktu menjadi Santri KH Muhammad Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). disamping itu juga beliau juga seorang hafiz al-Quran . Belia mampu membaca alqur’an dalam Qira’at Sab’ah (tujuh cara membaca al-Quran).

Pada 1276 Hijrah/1859 Masehi, KH.Muhammad Khalil Belajar di Mekah. Di Mekah KH Muhammad Khalil al-Maduri belajar dengan Syeikh Nawawi al-Bantani(Guru Ulama Indonesia dari Banten). Di antara gurunya di Mekkah ialah Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani. Beberapa sanad hadis yang musalsal diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa). Kh.Muhammad Kholil Sewaktu Belajar di Mekkah Seangkatan dengan KH.Hasyim Asy’ari, KH.Wahab Hasbullah dan KH.Muhammad Dahlan namum Ulama-ulama Dahulu punya kebiasaan Memanggil Guru sesama Rekannya, Dan Kh.Muhammad Kholil yang Dituakan dan dimuliakan diantara mereka.

Sewaktu berada di Mekah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, KH.Muhammad Khalil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh para pelajar. Diriwayatkan bahwa pada waktu itulah timbul ilham antara mereka bertiga, yaitu: Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri dan Syeikh Saleh as-Samarani (Semarang) menyusun kaedah penulisan huruf Pegon. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu.

karena Kyai Muhammad Khalil cukup lama belajar di beberapa pondok-pesantren di Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah, beliau terkenal sebagai ahli/pakar nahwu, fiqih, thariqat ilmu-ilmu lainnya. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiyai Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan pondok-pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya. Kh. Muhammad Khalil al-Maduri adalah seorang ulama yang bertanggungjawab terhadap pertahanan, kekukuhan dan maju-mundurnya agama Islam dan bangsanya. Beliau sedar benar bahwa pada zamannya, bangsanya adalah dalam suasana terjajah oleh bangsa asing yang tidak seagama dengan yang dianutnya. Beliau dan keseluruhan suku bangsa Madura seratus peratus memeluk agama Islam, sedangkan bangsa Belanda, bangsa yang menjajah itu memeluk agama Kristian. Sesuai dengan keadaan beliau sewaktu pulang dari Mekah telah berumur lanjut, tentunya Kiyai Muhammad Khalil tidak melibatkan diri dalam medan perang, memberontak dengan senjata tetapi mengkaderkan pemuda di pondok pesantren yang diasaskannya. Kyai Muhammad Khalil sendiri pernah ditahan oleh penjajah Belanda kerana dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat melawan Belanda di pondok pesantrennya. beberapa tokoh ulama maupun tokoh-tokoh kebangsaana lainnya yang terlibat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak sedikit yang pernah mendapat pendidikan dari Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri .

Kesaktian lain dari Mbah Kholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia bisa berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan. Pernah ada peristiwa aneh saat beliau mengajar di pesantren. Saat berceramah, Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata. ”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyub,” cerita kh Ghozi.

Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri cuek, tak mau menceritakan apa-apa. Langsung ngloyor masuk rumah, ganti baju. Teka-teki itu baru terjawab setengah  bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan Mbah Kholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah di tengah laut, langsung ditolong Mbah Kholil.

”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian, Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si nelayan itu,” papar kh Ghozi yang kini tinggal di Wedomartani Ngemplak Sleman ini.

di antara sekian banyak murid KH. Muhammad Khalil al-Maduri yang cukup menonjol dalam sejarah perkembangan agama Islam dan bangsa Indonesia ialah KH. Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama / NU) Kiyai Haji Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); Kiyai Haji Bisri Syansuri (pendiri Pondok-pesantren Denanyar); Kiyai Haji Ma’shum (pendiri Pondok-pesantren Lasem, Rembang, adalah ayahanda Kiyai Haji Ali Ma’shum), Kiyai Haji Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang); dan Kyai Haji As’ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren Asembagus, Situbondo).
KH. Muhammad Khalil al-Maduri, wafat dalam usia yang lanjut 106 tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah/14 Mei 1923 Masehi.

Biografi Syekh Kholil Bangkalan II

Kiai Kholil lahir pada hari Selasa, 11 Jumadil Akhir 1235 H di Bangkalan Madura. Ayahnya bernama Abdul Latif bin Kiai Harun bin Kiai Muharram bin Kiai Asrol Karomah bin Kiai Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman ialah cucu Sunan Gunung Jati. Oleh karena itu beliau sangat mengharap dan mohon kepada Allah SWT agar anaknya menjadi pemimpin umat serta mendambakan anaknya mengikuti jejak Sunan Gunung Jati.

Setelah tahun 1850 Kiai Kholil muda berguru kepada Kiai Muhammad Nur di Pesantren Langitan Tuban, kemudian untuk menambah ilmu dan pengalaman beliau nyantri di Pesantren Cangaan Bangil, Pasuruan. Dari sini pindah lagi ke Pesantren Keboncandi Pasuruan. Selama di Keboncandi beliau juga berguru kepada Kiai Nur Hasan di Sidogiri, Pasuruan. Selama di Keboncandi, beliau mencukupi kebutuhan hidup dan belajarnya sendiri dengan menjadi buruh batik, agar tidak merepotkan orang tuanya, meskipun ayahnya cukup mampu membiayainya.

Kemandirian Kiai Kholil nampak ketika beliau berkeinginan belajar ke Makkah, beliau tidak menyatakan niatnya kepada orang tuanya apalagi minta biaya, tetapi beliau memutuskan belajar di sebuah pesantren di Banyuwangi. Selama nyantri di Banyuwangi ini belaiau juga menjadi buruh pemetik kelapa pada gurunya, dengan diberi upah 2,5 sen setiap pohon, upah ini selalu ditabung.

Tahun 1859 ketika berusia 24 tahun Kiai Kholil memutuskan untuk berangkat ke Makkah dengan biaya tabungannya, tetapi sebelum berangkat oleh orang tuanya Kiai Kholil dinikahkan dengan Nyai Asyik. Di Makkah beliau belajar pada syekh dari berbagai madzhab di Masjidil Haram, tetapi beliau lebih banyak mengaji kepada syekh yang bermadzhab Syafi'i.

Sepulang dari Tanah Suci, Kiai Kholil dikenal sebagai ahli fiqih dan thoriqot yang hebat, bahkan ia dapat memadukan kedua ilmu itu dengan serasi dan beliau juga hafidz (hafal Al-Quran 30 juz). Kiai Kholil kemudian mendirikan pesantren di Desa Cengkebuan.

Setelah puterinya yang bernama Siti Khotimah dinikahkan dengan keponakannya sendiri Kiai Muntaha, pesantren di Desa Cengkebuan itu diserahkan kepada menantunya. Sedangkan Kiai Kholil sendiri mendirikan pesantren di Desa Kademangan, hampir di pusat kota sekitar 200 m sebelah barat alun-alun Kota Bangkalan. Di pesantren yang baru ini beliau cepat memperoleh santri. Santri yang pertama dari Jawa tercatat nama Hasyim Asy’ari dari Jombang.

Pada tahun 1924 di Surabaya ada sebuah kelompok diskusi yang bernama Tashwirul Afkar yang didirikan oleh seorang kiai muda Abduk Wahab Hasbullah. Dalam perkembangannya, ketika Kiai Wahab Hasbullah beserta Kiai Hasyim Asy’ari bermaksud mendirikan jam’iyah, Kiai Kholil memberikan restu dengan cara memberikan tongkat dan tasbih melalui Kiai As’ad kepada Kiai Hasyim Asy’ari.

Pada tanggal 29 Romadlon 1343 H dalam usia 91 tahun, karena usia lanjut belaiu wafat. Hampir semua pesantren di Indonesia yang ada sekarang masih mempunyai sanad dengan pesantren Kiai Kholil.

Sumber: Pendidikan Aswaja & Ke-NU-an untuk SMP/MTs. PW LP Ma’arif Jawa Timur.

Biografi Mbah KH. Sholeh Darat: 
Gurunya Pendiri NU dan Muhammadiyah - 

Membicarakan sosok ulama satu ini mungkin sebagian kita akan langsung teringat dengan ormas terbesar di Indonesia, yaitu NU dan Muhammadiyah. Dan memang tidak dipungkiri, Mbah Hasyim (pendiri NU) dan Mbah Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) kedua-duanya pernah berguru dan nyantri dengan ulama ini. Seorang ulama dengan sosok yang sangat berwibawa, alim, namun tetap zuhud dan tawadhu'. Ulama yang dimaksud tak lain dan tak bukan yaitu Mbah Sholeh Darat Semarang. Lantas, siapakah beliau ini dan bagaimana biografi perjalanan hidupnya? berikut ini admin akan sedikit mengulas mengenai beliau rahimahullahu ta'ala. 
Mbah Sholeh Darat, begitu beliau banyak dikenal masyarakat luas di seluruh pelosok negeri tercinta ini. Nama lengkapnya Muhammad Shalih ibn Umar as-Samarani. Walaupun dikenal sebagai ulama Semarang namun jangan salah,beliau lahir tidak di Semarang namun tepatnya di desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, sekitar tahun 1235 hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1820 masehi. Adapun nama Darat yang tersemat di belakang nama Sholeh adalah karena beliau tinggal di kawasan yang dekat dengan pantai utara Semarang. Adapun nama Darat kini tetap digigunakan dengan nama Nipah Darat dan Darat Tirto. Kampung Darat saat ini berada dalam wilayah elurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara.

Berguru Kepada Para Ulama

Sejak kecil Mbah Sholeh Darat telah didik untuk mengenal agama. Beliau dengan penuh semangat menimba ilmu agama dari para ulama nusantara yang hidup di masa itu. Diantara sederet nama para ulama ulama yang menjadi rujukan dan tempat nyantri beliau adalah:
  1. KH. Muhammad Sahid yang merupakan cucu dari Sayyidi Asy-Syaikh ahmad Mutamakkin, seorang waliyullah besar asal daerah Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah. Darinya, beliau belajar banyak kitab, mulai dari Fathul Qarib, Minhajul Qawim, Syarh al-Khatib sampai Fathul Qarib, dan kitab-kitab lainnya.  
  2. KH.R. Muhammad Sholeh ibn Asnawi, Kudus. Dari gurunya ini beliau mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu dan mempelajari kitab tafsir Jalalain yang sangat terkenal itu. 
  3. Kyai Iskak Damaran. Dari beliau ini Mbah Sholeh belajar ilmu nahwu dan ilmu shorof
  4. Kyai Abu Abdillah Muhammad al-Hadi ibn Baquni. Darinya beliau belajar ilmu falak
  5. Maulana al-Habib Ahmad Bafaqih Ba'alawi. Darinya beliau mengkaji kitab Jauharah at-Tauhid karya Sayyidi Asy-Syaikh Ibrahim al-Laqani dan kitab Minhajul Abidin karya Sayyidi al-Imam al-Ghazali.
  6. Syaikh Abdul Ghani. Darinya beliau berkesempatan belajar kitab Masail as-Sittin karya Sayyidi Asy-Syaikh Abul Abbas Ahmad al-Mishri, sebuah kitab berisi tentang ajaran dasar islam populr di jawa sekitar abad ke-19.
  7. Kyai Syada' dan Kyai Murtadla. 
  8. Sayyidi Asy-Syaikh Muhammad al-Muqri
  9. Sayyidi Asy-Syaikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki
  10. Sayyidi Asy-Syaikh Ahmad ibn Zaini Dahlan
  11. Sayyidi Asy-Syaikh Ahmad Nahrawi
  12. Sayyidi Asy-Syaikh As-Sayyid Muhammad Saleh bin Sayyid Abdurrahman Az-Zawawi
  13. Sayyidi Asy-Syaikh Zahid
  14. Sayyidi Asy-Syaikh Umar Asy-Syami
  15. Sayyidi Asy-Syaikh Yusuf al-Mishri
  16. dan lain sebagainya
Dalam menimba ilmu, sosok Mbah Sholeh muda memang dikenal sebagai sosok santri yang sangat cerdas. Baik ketik masih di nusantara maupun ketika nyantri di Mekkah, pribadi beliau tetap sama, yaitu tekun, cerdas dan ulet. Tak mengherankan apabila di kemudian hari beliau mendapatkan izin dari para gurunya untuk mengajar di Makkah. Dan selama beliau mengajar di sana, banyak sekali para santri yang mempercayakan beliau menjadi guru spiritual mereka, terutama para santri dari kawasan melayu Indonesia. 

Kembali Ke Tanah Air dan Menjadi Ulama Besar


Setelah dirasa cukup belajar dan menimba ilmu di Makkah al-Mukarramah, Mbah Sholeh akhirnya kembali lagi ke tanah air demi berjuang dan berkhidmat kepada umat dan tanah air tercinta yang saat itu sedang dalam penjajahan Belanda. Sesampainya di Tana Air, Mbah Sholeh segera mengajar di pondok pesantren Darat milik mertuanya sendiri, KH. Murtadlo. Di tangan beliau inilah, pesantren tersebut mengalami perkembangan sangat pesat. Banyak sekali para santri beliau yang berhasil dan menjadi tokoh besar tanah air. Kita sebut saja misalnya:
  1. Hadlratusy Syaikh KH. Hasyim Asy-ari Rahimahullahu Ta'ala, pendiri Jam'iyah Nahdlatul Ulama, Ormas islam terbesar di muka bumi ini.
  2. Sayyidi Asy-Syaikh KH. Ahmad Dahlan, sang pendiri ormas islam Muhammadiyah
  3. Sayyidi Asy-Syaikh Mahfudz At-Turmusi, Termas, Pacitan, ulama besar dunia, pakar hadits kelas dunia, sang pendiri pesantren Termas Pacitan
  4. Sayyidi Asy-Syaikh Idris, pendiri pesantren Jamsaren Solo
  5. Sayyidi Asy-Syaikh Dalhar Watucongol, Wali Besar tanah jawi, pendiri pesantren Watucongol, Muntilan
  6. Sayyidi Asy-Syaikh Bisri Syamsuri, ulama besar tanah air
  7. Sayyidi Asy-Syaikh Sya'ban, ulama besar tanah air dan ahli ilmu falak yang amat tersohor
  8. Raden Ajeng Kartini. Mbah Sholeh merupakan guru spiritual bagi RA. Kartini, seorang putri Indonesia yang Harum Namanya, sang pejuang emansipasi wanita. 
  9. dan lain sebagainya

Karya Mbah Sholeh Menginspirasi Kata Mutiara RA. Kartini "Habis Gelap Terbitlah Terang."


Sebagaimana disebutkan bahwa salah satu murid kesayangan Mbah Soleh Darat adalah RA. Kartini. Ada kisah menarik mengapa RA. Kartini bisa menjadi murid beliau. Diceritakan bahwa suatu ketika RA. Kartini pernah mengalami kejadian tidak menyenangkan ketika sedang mengaji ilmu agama. Guru ngajinya memarahinya karena dia berani bertanya tentang arti sebuah ayat dalam al-Quran. Setelah itu RA. Kartini berkunjung ke ke rumah pamannya yang merupakan seorang Bupati Demak. Di sana ia menyempatkan diri mengikuti pengajiannya Mbah Sholeh darat. Kebetulan pada saat itu Mbah Sholeh sedang membahas tafsir surah al-Fatihah. RA. Kartini pun amat tertarik dan senang dengan penjelasan dan penjabaran Mbah Sholeh. Setelah akrab dengan beliau, RA. Kartini kemudian meminta agar beliau menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Jawa agar mudah dipahami. Menurut RA. Kartini, percuma saja membaca al-Quran apabila tidak tahu artinya. Akhirnya, Mbah Sholeh pun menerjemahlan al-Quran ke dalam bahasa Jawa. Kitab terjemahan itu kemudian diberi nama Kitab Faid ar-Rahman. Mengingat waktu itu penjajah Belanda melarang orang menerjemahkan al-Quran, maka kemudian mbah Sholeh dalam menerjemahkannya menggunakan huruf arab pegon sehingga penjajah tidak ada yang mencurigainya. Dan perlu diketahui pula bahwasanya kitab Faid ar-Rahman ini merupakan kitab tafsir dan terjemahan pertama di Unswantara dengan menggunakan bahasa Jawa dengan aksara Arab Pegon. Kitab Faid ar-Rahman ini kemudian dihadiahkan kepada R.A. kartini ketika beliau menikah dengan Raden Mas Joyodiningrat, seorang bupati Rembang, Jawa Tengah. 
Raden Ajeng Kartini sangat menyukai hadiah Mbah Sholeh darat tersebut, sampai beliau berkata, "selama ini  surah al-Fatihah gelap bagi saja. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. tetapi sejak hari ini ia menjadi terang benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab romo kyai telah menerangkannya dalam bahasa jawa yang saya pahami."

Dari kitab Faid ar-Rahman ini RA. Kartini sempat membaca sebuah ayat yang di kemudian hari menjadi inspirasi untuk kata mutiaranya, "Habis Gelap terbitlah Terang". ayat yang dimaksud adalah Q.S. Al-Baqarah ayat 257. Dalam banyak suratnya kepada Abendanon, RA. Kartini banyak mengulang kata "dari gelap menuju cahaya" yang dalam bahasa belanda tertulis "Door Duisternis Toot Licht". Oleh Armin Pane, ungkapan ini diterjemahkan menjadi "Habis Gelap terbitlah Terang", yang menjadi judul buku kumpulan surat-menyuratnya. Adapun kitab Faid ad-Rahman itu sendiri tidak ditulis oleh Mbah Sholeh sampai selesai 30 juz, sebab sebelum sempat menyelesaikannya beliau sudah dipanggi oleh Allah Yang Maha Kuasa.

Karya-Karya Mbah Sholeh Darat


Bisa dikatakan bahwa mbah Sholeh darat merupakan salah satu ulama nusantara yang mendunia dan sangat produktif dalam menelurkan buah karya. Sosoknya yang sangat sederhana dan bersahaja membuat karyanya juga penuh dengan kesederhanaan, ketawadhuan namun sangat berkualitas dan mendalam. Dalam menulis kitab terkadang beliau menyisipkan kalimat merendah seperti misalnya, "Buku ini dipersembahkan kepada orang awam dan orang-orang bodoh seperti saya." Dalam menerjemahkan matan al-Hikam misalnya, pada bagian pendahuluan beliau menulis begini, "ini kitab ringkasan dari matan al-Hikam karya al-arif billah asy-Syaikh ahmad Ibn Athaillah, saya ringkas sepertiga dari asal agar memudahkan terhadap orang awam seperti saya, saya terjemahkan dengan bahasa Jawa agar cepat paham bagi orang yang belajar agama atau mengaji."

Dibalik sikap beliau yang penuh ketawadhuan tersebut sebetulnya menjadi isyarat bagi kita bahwa karya-karya beliau sebetulnya juga sangat tepat diperuntukkan bagi orang awam. Beliau kiranya berusaha untuk menyajikan kitab-kitab yang penuh dengan ilmu yang mudah dipahami, sederhana, dan sangat cocok bagi orang jawa yang belum memahami seluk-beluk bahasa Arab.

Dari sekian banyak kitab karya beliau yang dapat kita jelaskan di sini, adalah:
  1. Kitab tafsir dan terjemah Faid Ar-Rahman
  2. Kitab Munjiyat, sebuah kitab tentang tasawuf, yang berisi petikan dari kitab Ihya' Ulumiddin karya Hujjatul Islam Imam al-Ghazali
  3. Kitab Majmu'ah asy-Syarif al-Kafiyah lil 'Awam. Sebuah kitab yang membicarakan ilmu syariat untuk orang awam
  4. Kitab al-Hikam. Sebuah kitab tentang tasawuf yang berisi buah pikiran Syaikh Ibn Athaillah as-Sakandari dalam al-Hikam
  5. Kitab Lathaif ath-Thaharah. Sebuah kitab berisi penjelasan seputar bersui
  6. Kitab ash-Shalah. Sebuah kitab berisi penjelasan seputar shalat beserta tatacaranya
  7. Kitab Manasik al-Hajj. Sebuah kitab berisi tentang panduan tata cara melaksanakan ibadah haji
  8. Kitab  Asrarus Shalah. sebuah kitab yang membicarakan rahasia-rahasia yang terkandung dalam shalat
  9. Kitab Hadits al-Mi'raj. Sebuah kitab tentang perjalanan isra' mi'raj kanjeng nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menerima perintah shalat lima waktu
  10. Kitab al-Wajiz. Sebuah kitab yang berisi penjelasan tentang tasawuf dan akhlak
  11. Minhaj al-Atqiya'. Sebuah kitab yang berisi penjelasan seputar tasawuf dan akhlak
  12. Tarjamah sabil al-Abid 'Ala Jauharah at-Tauhid. Sebuah kitab yang berisi tentang aqidah Ahli Sunnah wal Jamaah sesuai dengan ajran Imam Abul Hasan al-Asyari dan Imam Abu Manshur al- Maturidi.\
  13. dan lain sebagainya

Wafatnya Mbah Sholeh Darat




Mbah Sholeh Darat atau Sayyidi Asy-Syaikh Al-Hajj Sholeh Darat wafat pada hari Jumat wage, bertepatan dengan tanggal 28 Ramadhan tahun 1321 hijriyah atau 18 Desember tahun 1903 masehi. Beliau kemudian dimakamkan di pemakaman umum Bergota, Semarang. Beliau meninggal dalam usia 83 tahun. Semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahan beliau dan mengangkat derajat beliau setinggi-tingginya hingga bisa berkumpul bersama Rasulullah, para sahabat, tabi'in, dan ulama al-amilin di akhirat kelak, kekal bersama mereka. aamiin. 

KH. Hasyim Asy’ari

JEJAK SEJARAH MURSYID THORIQOH AT-TIJANI SYEKH MUHAMMAD BIN YUSUF

  "Jejak Histori Syekh Muhammad bin Yusuf sukodono - Ampel Surabaya, abahny a KH Ubaid dan KH Zaid, salah satu pembawa Thoriqoh At-Tija...